Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kemendag: Pengetatan Ekspor Limbah Minyak Jelantah Sesuai dengan Peraturan

Kemendag: Pengetatan Ekspor Limbah Minyak Jelantah Sesuai dengan Peraturan Kredit Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Dirjen Daglu Kemendag), Isy Karim, dalam sosialisasi Permendag Nomor 2 Tahun 2025 mengatakan bahwa pengetatan ekspor minyak jelantah atau Used Cooking Oil (UCO) sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 26 Tahun 2024 tentang Ketentuan Ekspor Produk Turunan Kelapa Sawit.

Dalam keterangannya, dia menjelaskan jika peraturan tersebut juga memperketat limbah pabrik kelapa sawit alias Palm Oil Mill Effluent (POME), serta residu minyak sawit asam tinggi atau High Acid Palm Oil Residue (HAPOR).

Baca Juga: Belum Genap Sebulan, Pertamina Sukses Sedot Seribuan Minyak Jelantah Masyarakat

Terkait dengan pernyataan Menteri Perdagangan (Mendag) Budi Santoso beberapa waktu lalu yang menyatakan bahwa Permendag Nomor 2 Tahun 2025 ditempuh dalam rangka menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri minyak goreng dalam pelaksanaan program minyak goreng rakyat, Isy menegaskan bahwa peraturan itu juga untuk mendukung implementasi penerapan biodiesel berbasis minyak sawit sebesar 40% atau yang dikenal dengan B40.

"Kebijakan ekspor UCO dan residu dibahas dan disepakati dalam rapat koordinasi (rakor) yang dipimpin Kementerian Koordinator Bidang Pangan. Pembahasan pada rakor ini termasuk ada tidaknya alokasi ekspor yang menjadi persyaratan untuk mendapat Persetujuan Ekspor (PE)," ujar Isy dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Kamis (16/1/2025).

Pertimbangan pengambilan kesepakatan dalam rakor untuk dapat mengekspor CPO dan residu menurut Isy dilatarbelakangi oleh beberapa hal.

Di antaranya adalah kebijakan lain yang turut membatasi ekspor UCO dan residu seperti pengenaan bea keluar yang bakal diberlakukan serta penyesuaian angka konversi hak ekspor hasil dari Domestic Market Obligation (DMO).

Adapun pertimbangan lainnya seperti yang dia paparkan adalah angka produksi sekaligus konsumsi UCO dan residu di dalam negeri bertambah, serta adanya hak ekspor UCO dan residu yang dimiliki oleh eksportir.

"Di luar itu, bagi para eksportir yang memiliki PE UCO dan PE residu yang telah diterbitkan berdasarkan Permendag sebelumnya, tetap dapat melaksanakan ekspor. PE tersebut masih berlaku sampai masa berlakunya berakhir," jelas Isy.

Dalam keterangan yang sama, Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kemendag, Farid Amir, menjelaskan bahwa terbitnya Permendag tersebut juga dibarengi dengan pertumbuhan permintaan POME, HAPOR, dan UCO lantaran implementasi kebijakan Carbon Offsetting and Reduction Scheme for International Aviation (CORSIA) oleh International Civil Aviation Organization (ICAO).

Alasan lain terbitnya Permendag tersebut yakni maraknya modus pencampuran CPO yang dioplos dengan POME serta HAPOR asli. Dan maraknya praktik mengolah buah dari Tandan Buah Segar (TBS) yang dibusukkan langsung agar menjadi POME dan HAPOR.

"Perubahan Permendag mencakup perubahan syarat dan tata cara untuk mendapatkan PE UCO dan residu. Berdasarkan Permendag 2/2025, PE diterbitkan dengan kewajiban melengkapi syarat alokasi jika disepakati dalam rakor," ujar Farid.

Baca Juga: Industri Kelapa Sawit Kedatangan Asosiasi Baru, Siap Kebut Penerapan ISPO

Maka dari itu, dia berharap jika adanya kerjasama dengan eksportir maupun asosiasi untuk menyampaikan data riil yang mendukung kebijakan ekspor produk CPO beserta dengan turunannya. Data tersebut termasuk jumlah produksi, pasokan, konsumsi, serta permintaan.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Aldi Ginastiar

Advertisement

Bagikan Artikel: