- Home
- /
- Kabar Sawit
- /
- Pasar
Indonesia Menang Sengketa Sawit di WTO, Hubungan dengan Uni Eropa Tetap Harmonis

Indonesia berhasil memenangkan sengketa dagang kelapa sawit melawan Uni Eropa (UE) di Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
Menanggapi kemenangan Indonesia terhadap UE di WTO tersebut, Wakil Menteri Perdagangan (Wamendag), Dyah Roro Esti Widya Putri, memastikan bahwa kemenangan Indonesia tidak berdampak negatif pada hubungan bilateral yang terjalin antara Indonesia maupun Uni Eropa.
Dia menegaskan bahwa Pemerintah Indonesia bersama sejumlah negara di Uni Eropa saat ini tengah mempercepat pembahasan mengenai kemitraan ekonomi strategis yang tertuang dalam Indonesia-EU Comprehensive Economic Partnership Agreement (I-EU CEPA).
"Ada beberapa negara yang sudah bertemu dengan saya di kantor, dan mereka sangat terbuka untuk melanjutkan pembahasan ini," ujar Dyah dalam keterangan resminya di Jakarta, Selasa (21/1/2025).
Kendati ada potensi Uni Eropa mengajukan banding atas keputusan WTO tersebut, dirinya mengatakan bahwa pemerintah Indonesia bakal terus memantau dinamika yang terjadi. Pasalnya, dia menilai jika ada potensi untuk segala skenario baik banding maupun tidak.
Baca Juga: Indonesia Pimpin Produksi Minyak Sawit Tersertifikasi Berkelanjutan Dunia
“Jadi mari kita lihat progresnya," imbuhnya.
Kemenangan Indonesia di WTO atas sengketa sawit dengan Uni Eropa tersebut dinilai merupakan langkah besar bagi perekonomian nasional. Indonesia, sebagai produsen kelapa sawit terbesar di dunia, memiliki posisi strategis di pasar global.
Apalagi, berdasarkan data dari Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI), produksi minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) Indonesia hingga pertengahan tahun 2024 mencapai 3,691 juta ton.
Lebih lanjut, menanggapi kemenangan Indonesia di hadapan WTO tersebut, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian (Menko Perekonomian), Airlangga Hartanto, mengungkapkan bahwa keputusan WTO tersebut menunjukkan adanya pengakuan global terhadap biodiesel berbasis kelapa sawit dari Indonesia.
Baca Juga: Minyak Sawit jadi Minyak Nabati Pertama di Dunia dengan Sertifikasi Berkelanjutan
Adapun Panel Report yang diumumkan pada 10 Januari 2025 lalu mengungkapkan bahwa Uni Eropa melakukan diskriminasi dengan memberikan perlakuan yang tidak adil serta merugikan produk minyak sawit dan biofuel dari Indonesia.
"Keputusan ini tidak hanya membuktikan bahwa produk kita memenuhi standar global, tetapi juga membuka peluang lebih besar untuk industri sawit dalam negeri," kata Airlangga.
Dengan keputusan ini, pemerintah optimis bahwa industri kelapa sawit Indonesia dapat semakin berkembang dan berkontribusi lebih besar terhadap perekonomian nasional, sekaligus memperkuat hubungan dagang dengan mitra internasional, termasuk Uni Eropa.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement