
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) merupakan fondasi penting dalam pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Namun, komitmen pemerintah untuk menjadikan PAUD sebagai bagian dari Program Wajib Belajar 13 Tahun dinilai tidak sejalan dengan realitas anggaran yang dialokasikan.
Efisiensi anggaran yang dilakukan oleh Pemerintah justru dinilai mengorbankan kualitas dan partisipasi PAUD, yang berpotensi menghambat pencapaian tujuan pembangunan pendidikan jangka panjang.
Hal ini diungkap dalam laporan dari INDEF (Institute for Development of Economics and Finance), yang disusun oleh Eisha Maghfiruha Rachbini dan tim. Dalam laporan tersebut, Eisha Maghfiruha Rachbini menjabarkan dampak merugikan dari efisiensi anggaran yang dilakukan oleh Pemerintahan Prabowo terhadap PAUD serta berbagai alasannya.
Proporsi Anggaran PAUD Terus Menurun
Dalam dekade terakhir, proporsi anggaran untuk Bantuan Operasional Penyelenggaraan PAUD (BOP PAUD) terus mengalami penurunan. Data menunjukkan bahwa pada APBN 2025, proporsi anggaran BOP PAUD terhadap total belanja negara hanya mencapai 0,11%, turun dari 0,12% di tahun 2024. Secara nominal, anggaran BOP PAUD memang meningkat, tetapi porsinya terhadap total belanja negara terus menurun sejak 2020.
Tidak hanya itu, proporsi anggaran BOP PAUD terhadap total anggaran pendidikan juga mengalami tren penurunan. Pada tahun 2025, proporsinya hanya 0,56%, turun dari 0,69% di tahun 2024. Anggaran BOP PAUD tahun 2024 sebesar Rp600.000 per anak per tahun dianggap tidak mencukupi. Menurut penelitian Handra & Andriany (2019), minimal dibutuhkan Rp750.000 per anak per tahun untuk memastikan kualitas penyelenggaraan PAUD yang memadai.
Angka Partisipasi Pendidikan Tetap Rendah dan Sulit Naik
Rendahnya alokasi anggaran PAUD berbanding lurus dengan tingkat partisipasi anak usia dini dalam pendidikan prasekolah. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa pada tahun 2024, hanya 27,32% anak usia 0-6 tahun yang sedang atau pernah mengikuti pendidikan prasekolah. Angka ini turun dari 27,38% di tahun 2023. Artinya, lebih dari 70% anak usia dini di Indonesia belum tersentuh oleh pendidikan prasekolah.
Selain itu, Angka Partisipasi Kasar (APK) PAUD untuk anak usia 3-6 tahun juga menunjukkan tren yang stagnan dan cenderung menurun. Pada tahun 2024, APK PAUD hanya mencapai 36,03%, turun dari 36,36% di tahun 2023.
Hal ini menunjukkan bahwa dari 100 anak usia 3-6 tahun di Indonesia, hanya sekitar 36 anak yang berpartisipasi dalam pendidikan prasekolah. Kondisi ini semakin memprihatinkan mengingat PAUD adalah fondasi penting untuk mempersiapkan anak memasuki jenjang pendidikan dasar.
Ketimpangan Kualitas Guru PAUD Semakin Melebar
Efisiensi anggaran tidak hanya berdampak pada partisipasi PAUD, tetapi juga pada kualitas guru PAUD. Salah satu contoh nyata adalah pemangkasan anggaran diklat berjenjang guru PAUD. Anggaran yang awalnya sebesar Rp2,447 triliun dipangkas habis menjadi hanya Rp488 miliar. Implikasinya, anggaran diklat berjenjang guru PAUD yang tersisa hanya Rp0,77 miliar dari pagu awal Rp15,24 miliar.
Kondisi ini semakin mempersulit upaya peningkatan kualitas guru PAUD, terutama mengingat hanya 5,75% guru PAUD yang sudah tersertifikasi, sementara 94,25% lainnya belum tersertifikasi. Dengan minimnya anggaran untuk pelatihan dan sertifikasi, kualitas guru PAUD antar daerah akan semakin timpang. Hal ini berpotensi menciptakan ketimpangan dalam proses belajar mengajar dan output kualitas pendidikan PAUD di berbagai daerah.
Baca Juga: BPJS Kesehatan Pastikan Pelayanannya Tak Kena Imbas Efisiensi Anggaran
Rekomendasi untuk Mendorong Akses dan Pemerataan PAUD
Untuk mengatasi tantangan ini, beberapa langkah strategis perlu diambil. Eisha Maghfiruha Rachbini dan tim penyusun laporan ini memberi beberapa pertimbangan untuk mendorong akses PAUD yang lebih baik.
1. Peningkatan Jumlah Sekolah PAUD Negeri
Pemerintah perlu meningkatkan jumlah sekolah PAUD negeri yang terjangkau, terutama bagi rumah tangga tidak mampu dan di daerah pelosok. Saat ini, jumlah sekolah PAUD negeri masih sangat sedikit dibandingkan swasta, sehingga biaya menjadi kendala utama bagi keluarga miskin untuk menyekolahkan anaknya di PAUD.
2. Peningkatan Anggaran melalui Kebijakan Fiskal
Anggaran untuk PAUD perlu ditingkatkan agar penyediaan sekolah PAUD yang terjangkau dan berkualitas dapat terwujud. Peningkatan anggaran ini harus sejalan dengan rekomendasi internasional, yaitu minimal 1% dari PDB.
3. Sosialisasi Pentingnya PAUD
Pemerintah perlu mendorong kesadaran orang tua dan masyarakat tentang pentingnya PAUD bagi tumbuh kembang anak. Sosialisasi ini dapat dilakukan melalui kampanye nasional yang menyasar berbagai lapisan masyarakat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Advertisement