Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

BGN Diminta Evaluasi Kebijakan Pangan Ultra-Proses dalam Program Makan Bergizi Gratis

BGN Diminta Evaluasi Kebijakan Pangan Ultra-Proses dalam Program Makan Bergizi Gratis Kredit Foto: Dok. Pemprov DKI Jakarta
Warta Ekonomi, Jakarta -

Keputusan Badan Gizi Nasional (BGN) untuk memasukkan produk pangan ultra-proses dalam program Makan Bergizi Gratis (MBG) selama Ramadan menuai kritik dari berbagai pihak. Kebijakan ini dinilai bertentangan dengan tujuan utama program, yakni meningkatkan status gizi penerima manfaat.

Founder Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI), Diah S. Saminarsih, menyoroti bahwa produk seperti sereal instan, biskuit kering, dan susu berperisa memiliki kandungan gula yang tinggi.

"Kombinasi dua produk ini saja sudah menyumbang hingga 72% dari batas konsumsi gula harian anak-anak menurut WHO. Jika dikonsumsi secara rutin, dampaknya bisa meningkatkan risiko obesitas dan penyakit kronis di masa depan," ujar Diah dalam keterangan yang diterima, Jumat (21/3/2025).

Baca Juga: Majukan Ekraf, Kemenekraf Siap Kolaborasi dengan BGN dalam Program MBG

Sejumlah akademisi juga mengkritik kebijakan ini karena dinilai bertentangan dengan berbagai kebijakan kesehatan nasional. Ahli kesehatan masyarakat, Grace Wangge, menilai langkah BGN tidak sejalan dengan upaya pemerintah dalam mencegah penyakit kronis seperti diabetes dan jantung.

Hal senada disampaikan Tan Shot Yen, dokter sekaligus ahli gizi masyarakat, yang menganggap kebijakan ini berisiko merusak pemahaman institusi terkait intervensi gizi berbasis pangan lokal.

Kritik juga datang dari Ahmad Arif, Founder Nusantara Food Biodiversity, yang menekankan bahwa kebijakan ini bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 81 Tahun 2024 tentang diversifikasi pangan berbasis sumber daya lokal.

Baca Juga: Soal Menu MBG Belum Matang, Kepala BGN Jelaskan Penyebabnya

"Padahal, pemerintah justru sedang mendorong pemanfaatan pangan lokal untuk meningkatkan ketahanan dan kemandirian pangan," kata Arif.

Menanggapi hal ini, kelompok masyarakat sipil dan akademisi mendesak BGN untuk segera mengevaluasi standar menu MBG dan lebih mengutamakan pangan segar lokal. Mereka juga meminta regulasi yang lebih ketat dalam membatasi penggunaan produk ultra-proses yang tinggi gula, garam, dan lemak.

"Kami menunggu langkah responsif dari BGN untuk memastikan program MBG benar-benar berkontribusi dalam meningkatkan gizi anak-anak Indonesia, tanpa menimbulkan risiko kesehatan di kemudian hari," pungkas Diah.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Uswah Hasanah
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: