Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Perang Dagang Makin Panas! Indonesia Harus Serang Balik AS dengan BRICS

Perang Dagang Makin Panas! Indonesia Harus Serang Balik AS dengan BRICS Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Indonesia harus bersikap tegas menghadapi kebijakan tarif timbal balik yang diterapkan Amerika Serikat (AS).

Pengamat pasar keuangan Ibrahim Assuaibi menegaskan bahwa pemerintah perlu mengambil langkah strategis, termasuk memperkuat kerja sama dengan negara-negara BRICS agar ekonomi nasional tidak semakin tertekan.

"Pemerintah harus melawan dengan menerapkan biaya impor yang sama, yakni 32% terhadap produk AS. Selain itu, Indonesia harus aktif mencari pasar baru karena kita adalah anggota BRICS," ujar Ibrahim.

Baca Juga: Trump Naikkan Tarif, Rupiah Rontok! Hati-hati, Bakal Tembus ke Rp17.000

Kebijakan tarif yang diumumkan Presiden AS Donald Trump ini berdampak besar terhadap perdagangan Indonesia. Indonesia dikenakan tarif impor sebesar 32% dengan alasan neraca perdagangan yang dinilai merugikan AS. Berdasarkan data Reuters, Indonesia memiliki defisit perdagangan sebesar US$18 miliar terhadap AS, dengan nilai impor AS dari Indonesia lebih besar dibandingkan ekspornya ke Indonesia.

Tak hanya Indonesia, beberapa negara lain juga terkena tarif tinggi, seperti China (34%), Uni Eropa (20%), Vietnam (46%), Jepang (24%), dan Korea Selatan (25%). AS juga menuduh Indonesia menerapkan tarif impor tinggi terhadap barang-barang AS, yakni sebesar 64%, yang dinilai sebagai hambatan perdagangan.

Ibrahim menegaskan bahwa Indonesia tidak boleh hanya diam. Pemerintah perlu memperkuat kerja sama dengan negara-negara BRICS—blok ekonomi yang terdiri atas Brasil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan—sebagai alternatif pasar ekspor.

"Ekspor Indonesia ke AS yang selama ini mengalami surplus harus dialihkan ke negara-negara BRICS. Ini saatnya Indonesia menunjukkan kekuatannya sebagai bagian dari blok ekonomi besar," tambahnya.

Baca Juga: IHSG Terpukul Kebijakan Tarif Trump, Bisa Amblas Hingga 3%

Selain mencari pasar baru, pemerintah juga harus segera menggelontorkan stimulus ekonomi untuk menanggulangi dampak perang dagang ini. Bank Indonesia (BI) perlu melakukan intervensi di perdagangan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) serta pasar obligasi guna menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.

Rupiah sendiri terus melemah akibat kebijakan tarif AS. Di pasar spot, nilai tukar rupiah tercatat di level Rp16.769 per dolar AS pada Kamis (3/4), melemah 0,33% dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp16.713 per dolar AS. Ibrahim memperingatkan bahwa rupiah bisa menembus Rp17.000 jika pemerintah tidak segera bertindak.

"ini yang harus dilakukan oleh pemerintah sehingga walaupun Amerika melakukan perang dagang terhadap Indonesia, Indonesia sudah siap untuk melakukan perlawanan balik," tutupnya. 

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: