Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Proses Sertifikasi Halal Indonesia Tuai Kritik Pedas dari Pemerintah AS

Proses Sertifikasi Halal Indonesia Tuai Kritik Pedas dari Pemerintah AS Kredit Foto: Instagram/BPJPH
Warta Ekonomi, Jakarta -

Pemerintah Amerika Serikat (AS) menyoroti kebijakan sertifikasi halal di Indonesia yang dinilai tidak transparan dan berpotensi melanggar komitmen Indonesia dalam Agreement on Technical Barriers to Trade (TBT Agreement) milik Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Temuan ini termuat dalam dokumen resmi 2025 National Trade Estimate Report on Foreign Trade Barriers yang dirilis Kantor Perwakilan Dagang Amerika Serikat (USTR).

Di bawah Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, Indonesia mewajibkan sertifikasi halal untuk makanan, minuman, farmasi, kosmetik, alat kesehatan, produk biologis, produk hasil rekayasa genetik, barang konsumsi, hingga produk kimia. Regulasi ini mencakup seluruh proses bisnis, termasuk produksi, penyimpanan, pengemasan, distribusi, dan pemasaran.

Baca Juga: AS Protes! DMO hingga Divestasi 51% RI Dinilai Batasi Keluwesan Investor Asing

Namun, AS menilai Pemerintah Indonesia sering kali mengesahkan peraturan turunan undang-undang tersebut tanpa pemberitahuan lebih dahulu kepada WTO dan tanpa mempertimbangkan masukan para pemangku kepentingan sebagaimana diatur dalam TBT Agreement dan direkomendasikan Komite TBT WTO. Dalam lima tahun terakhir, pola yang sama terus terulang, termasuk pada sejumlah peraturan kunci yang kini telah diberlakukan.

Kementerian Agama (Kemenag) melalui Keputusan Menteri Agama (KMA) No. 748 Tahun 2021 menetapkan daftar luas produk yang wajib bersertifikat halal. Untuk kategori makanan dan minuman, regulasi ini telah diubah dengan KMA No. 944 Tahun 2024. Sementara itu, untuk produk lain seperti obat-obatan, kosmetik, produk hasil rekayasa genetik, bahan kimia, produk biologis, dan barang konsumsi, tetap mengacu pada KMA No. 748 Tahun 2021.

Kemenag juga menerbitkan KMA No. 1360 Tahun 2021 yang dikenal sebagai positive list halal, berisi daftar bahan makanan, aditif, dan komponen lain yang tidak wajib bersertifikat halal. Daftar ini bersifat dinamis dan dapat diubah tanpa menerbitkan keputusan baru. Selain itu, KMA No. 816 Tahun 2024 merinci kode HS produk makanan dan minuman yang wajib disertifikasi halal.

Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) mengatur akreditasi lembaga sertifikasi halal luar negeri melalui Peraturan No. 3 Tahun 2023. Pemerintah AS mengkritik bahwa aturan ini memberatkan lembaga sertifikasi halal dari luar negeri, termasuk dari AS, karena adanya permintaan dokumen yang berulang, persyaratan auditor yang kian kompleks, serta kebijakan rasio cakupan dan auditor yang dinilai sewenang-wenang. Proses akreditasi pun dinilai makin mahal dan lambat. Lembaga sertifikasi halal asing hanya akan diakui setelah menandatangani Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan BPJPH dan memperoleh sertifikat akreditasi.

Baca Juga: AS Soroti Barang Bajakan di RI, Penegakan HaKI Jadi Ujian Serius bagi Iklim Dagang

Melalui Peraturan Pemerintah (PP) No. 39 Tahun 2021, Indonesia tetap menjalankan jadwal bertahap sertifikasi halal. Produk makanan dan minuman wajib bersertifikat paling lambat Oktober 2024. Tahapan berikutnya mencakup obat tradisional, suplemen makanan, kosmetik, produk kimia, organisme hasil rekayasa genetik, pakaian, alat rumah tangga, alat kantor, serta alat kesehatan kelas A (Oktober 2026); obat bebas dan alat kesehatan kelas B (Oktober 2029); dan obat resep serta alat kesehatan kelas C (Oktober 2034). Melalui Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2023, alat kesehatan kelas D juga diwajibkan bersertifikat halal pada Oktober 2039.

Pada 18 Oktober 2024, pemerintah menerbitkan PP No. 42 Tahun 2024 yang merevisi PP No. 39 Tahun 2021. Regulasi baru ini memperpanjang tenggat sertifikasi halal hingga 17 Oktober 2026 untuk makanan dan minuman impor, namun menyerahkan penetapan tanggal efektif kepada Menteri Agama.

Baca Juga: DPR Balik Protes Komplain AS soal QRIS: 'Ini Kedaulatan, Tak Bisa Kompromi'

Baca Juga: Tak Heran Dipelototi AS, BI Ungkap Transaksi QRIS Terus Melesat Hingga 169%

AS menyatakan tetap menyampaikan keberatannya atas aturan-aturan ini melalui Komite TBT WTO dan Komite Perdagangan Barang WTO (WTO Committee on Trade in Goods).

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Advertisement

Bagikan Artikel: