Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kencangkan Ikat Pinggang, Harita Nickel Raup Cuan Rp1,66 Triliun

Kencangkan Ikat Pinggang, Harita Nickel Raup Cuan Rp1,66 Triliun Kredit Foto: Harita
Warta Ekonomi, Jakarta -

PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) atau Harita Nickel tetap melaju kencang di tengah tekanan harga nikel global yang menyentuh titik terendah sejak 2020. Perusahaan mencatat laba yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp1,66 triliun pada kuartal I-2025, dengan pendapatan mencapai Rp7,13 triliun dan laba kotor Rp2,10 triliun.

Kinerja tersebut tak lepas dari strategi efisiensi yang ketat serta rampungnya pembangunan smelter feronikel (FeNi) PT Karunia Permai Sentosa (KPS) pada Januari 2025. Smelter berteknologi Rotary Kiln Electric Furnace (RKEF) tersebut telah mencapai kapasitas penuh pada Maret dan langsung berkontribusi terhadap penjualan lini RKEF sebesar 43.873 ton kandungan nikel dalam FeNi.

Dari sisi pertambangan, Harita Nickel menjual 5,49 juta wet metric ton (wmt) bijih nikel kepada perusahaan afiliasi. Di lini High Pressure Acid Leaching (HPAL), perusahaan mencatat penjualan 30.263 ton kandungan nikel, terdiri dari 19.837 ton Mixed Hydroxide Precipitate (MHP) dan 10.426 ton Nickel Sulfate (NiSO₄).

Baca Juga: Bisnis Nikel Masih Sulit, Harita Nickel Siapkan Jurus Efisiensi

Meski volume produksi stabil, industri nikel global masih menghadapi tekanan berat. S&P Global mencatat harga nikel 2025 berada di angka USD 15.078 per metrik ton—terendah dalam lima tahun terakhir—dengan rata-rata 2024 turun 7,7 persen dibandingkan 2023.

“Kondisi industri nikel saat ini membuat pelaku usaha melakukan berbagai upaya untuk mendongkrak efisiensi operasi, tak terkecuali Harita Nickel. Perusahaan terus melanjutkan pengetatan biaya operasional untuk semua bisnis unit dan fokus pada upaya menjaga kesehatan keuangan Perusahaan secara jangka panjang,” ungkap Direktur Keuangan Harita Nickel, Suparsin D. Liwan.

Salah satu langkah efisiensi strategis adalah pembangunan pabrik quicklime atau kapur tohor untuk mendukung proses HPAL, yang diharapkan dapat menekan biaya bahan baku secara signifikan.

Tak hanya efisiensi, Harita Nickel juga memperkuat fondasi keberlanjutan. Perusahaan merampungkan audit Initiative for Responsible Mining Assurance (IRMA), yang menjadi yang pertama di Asia untuk perusahaan nikel terintegrasi. Sebelumnya, Harita juga telah menyelesaikan proses Responsible Minerals Assurance Process (RMAP) dari Responsible Minerals Initiative (RMI).

Baca Juga: Dari Nikel ke Emas, Produksi Mineral Nasional Kompak Turun!

Audit tersebut memperkuat kredibilitas perusahaan dalam pengadaan nikel yang bertanggung jawab secara global. Di saat yang sama, Harita menyelesaikan Landscape Level Nature Risk Assessment (LNRA), sebagai bagian dari penguatan pengelolaan lingkungan di konsesi baru.

“Perusahaan berhasil melakukan peningkatan penggunaan energi berkelanjutan sebesar 29,8 persen dibandingkan tahun 2023,” jelas Direktur Keberlanjutan Harita Nickel, Lim Sian Choo.

Langkah nyata pengurangan emisi juga dilakukan lewat penanaman 2.025 bibit bakau di Pulau Obi dan 1.750 bibit di Kayoa, Halmahera Selatan, bekerja sama dengan pemerintah daerah.

“Ke depan, Harita Nickel akan terus memantapkan komitmennya untuk memaksimalkan efisiensi, mengoptimalkan pemanfaatan aset, dan mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan dalam manajemen biaya. Termasuk mendorong inisiatif keberlanjutan, pengembangan masyarakat dan inovasi teknologi,” pungkas Sian Choo.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: