PT BRW Dipailitkan oleh Pemilik Modal Sendiri, Praktisi Hukum Sebut Dapat Rugikan Ekosistem Dunia Usaha

Permohonan pailit atau pembatalan perjanjian homologasi yang berakibat pada pailitnya suatu perusahaan, yang diajukan pemilik modal kepada perusahaan sendiri, dinilai berpotensi sebagai bentuk penyalahgunaan pranata hukum kepailitan.
Permohonan ini disinyalir sebagai cara untuk menghindari tanggung jawab pembayaran utang yang telah disepakati secara sah dengan para kreditur melalui skema perdamaian (homologasi) dalam putusan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU).
"Seyogyanya, pranata kepailitan tidak dijadikan sarana untuk ‘mengemplang’ kewajiban, melainkan digunakan secara bijak dan proporsional dalam situasi di mana debitur benar-benar tidak mampu membayar utangnya. Ketika mekanisme ini disalahgunakan, yang dirugikan bukan hanya para kreditur, tetapi juga ekosistem dunia usaha secara lebih luas, karena menggerus kepercayaan terhadap kepastian hukum dan integritas pelaku usaha," kata praktisi hukum senior dari CorraLegal Lawfirm, Mohamad Kadri, dalam perbincangannya kepada media di Jakarta, Kamis (3/7/2025).
Sebelumnya, telah diberitakan bahwa permohonan pembatalan homologasi PKPU dengan pemohon Lily Bintoro bersama PT Bhumi Cahaya Mulia kepada PT Bali Ragawisata (PT BRW) telah diterima oleh majelis hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Kadri menilai sistem hukum kepailitan di Indonesia saat ini masih memiliki kelemahan mendasar. Kelemahan itu, kata dia, adalah tidak disyaratkannya uji insolvensi (insolvency test) secara objektif untuk menyatakan suatu perusahaan pailit.
"Celah inilah yang kerap dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang tidak beritikad baik untuk memanipulasi hukum, padahal debitur masih memiliki kemampuan finansial," ujarnya.
Namun, Kadri menekankan pentingnya peran dan integritas para hakim di Pengadilan Niaga. Menurut dia, hakim juga harus memiliki kepekaan untuk tidak sekadar terpaku pada konstruksi hukum formal, melainkan mampu menggali substansi dan menilai niat sebenarnya di balik permohonan pailit, baik dalam memutus permohonan pailit itu sendiri maupun perkara yang timbul akibat pembatalan homologasi.
"Hakim harus peka terhadap adanya rekayasa hukum dan berani menolak upaya-upaya yang jelas-jelas menyimpang dari asas keadilan," kata mantan Komite Komisaris BUMN ini.
Secara etika, Kadri menilai penting untuk menyerukan kepada seluruh pelaku usaha agar menjaga integritas dan menjunjung tinggi prinsip kejujuran dalam menjalankan bisnis. Komitmen moral terhadap kewajiban yang telah disepakati, kata dia, menjadi fondasi utama dalam menciptakan ekosistem usaha yang sehat dan berkelanjutan.
Lantas, jika putusan pailit telah dijatuhkan di tingkat pertama, Kadri mengatakan upaya hukum kasasi tentu dapat diajukan sebagai sarana koreksi terhadap kemungkinan kekeliruan dalam pertimbangan hukum atau fakta yang tidak digali secara utuh.
"Ini menjadi jalan hukum yang sah untuk melindungi kepentingan para pihak, khususnya kreditur, yang dirugikan oleh putusan tersebut," kata pengacara yang juga aktif sebagai penyanyi dengan nama panggung Kadri Karmila ini.
Kadri juga mengusulkan agar kondisi ini menjadi momentum tepat bagi negara untuk meninjau kembali Undang-Undang Kepailitan dan PKPU. Ia mendorong perumusan norma-norma yang lebih ketat, berkeadilan, dan mampu menutup celah penyalahgunaan hukum.
"Reformasi regulasi di bidang ini menjadi krusial untuk memperkuat perlindungan bagi para kreditur dan menjaga integritas sistem hukum kepailitan di Indonesia," kata Kadri.
Sebelumnya, pihak kuasa hukum PT BRW, Evan Togar Siahaan, menilai putusan Pengadilan Niaga telah "menyuntik mati" dan membuat keadaan pailit pihaknya. Evan juga menilai banyak kejanggalan dalam pertimbangan putusan majelis hakim yang mengabulkan permohonan Lily Bintoro.
Evan mengungkapkan, berdasarkan dokumen Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum Kementerian Hukum dan HAM RI, nama Lily Bintoro tercatat sebagai pemegang saham PT BRW bersama Djie Tjian An, Didi Dawis, dan Saiman Ernawan.
Selain itu, PT BRW telah melakukan pembayaran kepada PT Bhumi Cahaya Mulia (Pemohon II). Terhadap Lily Bintoro (Pemohon I), PT BRW juga telah berupaya membayar utangnya melalui transfer ke rekening bank Lily Bintoro, tetapi rekening tersebut telah ditutup. Ketika PT BRW menawarkan pembayaran via cek di persidangan, kuasa hukum Lily Bintoro menolak menerimanya. "Jelas ini upaya sistematis dari yang bersangkutan untuk mempailitkan PT BRW," ungkap Evan.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement