Kredit Foto: OJK
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyatakan tengah mempercepat proses perizinan penetapan kelembagaan Perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan (PIKK) sebagai bagian dari implementasi Peraturan OJK (POJK) Nomor 30 Tahun 2024 tentang Konglomerasi Keuangan dan PIKK.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyampaikan bahwa kebijakan ini merupakan lanjutan sekaligus penyempurnaan dari POJK Nomor 45/POJK.03/2020 yang sebelumnya mengatur kerangka kerja konglomerasi keuangan di Indonesia.
“OJK sedang memproses perizinan dalam rangka penetapan kelembagaan perusahaan Induk Konglomerasi Keuangan yang disingkat PIKK sebagai tindak lanjut POJK nomor 30 tahun 2024 tentang Konglomerasi Keuangan dan PIKK,” ujar Mahendra dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner Bulan Juni secara virtual, Selasa (8/7/2025).
Baca Juga: Transaksi Rp1,8 Miliar di Ajaib Sekuritas Viral, OJK dan Publik Tunggu Hasil Investigasi
Mahendra menjelaskan, perluasan cakupan lembaga jasa keuangan (LJK) yang menjadi bagian dari konglomerasi keuangan merupakan bagian dari penyusunan Rancangan POJK (RPOJK) turunan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Dalam POJK sebelumnya, anggota konglomerasi keuangan terbatas pada empat jenis LJK: bank, perusahaan asuransi dan reasuransi, perusahaan pembiayaan, serta perusahaan efek. Namun dalam RPOJK terbaru, cakupan diperluas mencakup perusahaan penjaminan, dana pensiun, perusahaan modal ventura, pergadaian, layanan pendanaan bersama berbasis teknologi informasi (LPBBTI), layanan urun dana, inovasi keuangan digital, dan/atau LJK lainnya.
“Sebelumnya lembaga jasa keuangan yang menjadi anggota konglomerasi keuangan hanya berupa bank, perusahaan asuransi atau reasuransi, perusahaan pembiayaan, dan perusahaan efek. Jadi terlihat cakupannya lebih luas daripada POJK 45 sebelumnya,” kata Mahendra dalam konferensi pers Rapat Dewan Komisioner April, Senin (13/5/2024).
Baca Juga: OJK Tetapkan 5 Calon Emiten Baru Ini Masuk Daftar Efek Syariah
Mahendra menyebutkan, kriteria konglomerasi keuangan dalam RPOJK tetap mengikuti batas aset minimal Rp100 triliun sebagaimana diatur dalam POJK 45/2020. Konglomerasi keuangan dengan aset tersebut wajib memiliki dua LJK yang bergerak di dua sektor berbeda, secara konvensional dan/atau syariah.
Sementara itu, untuk pembentukan PIKK, RPOJK merinci keberadaan PIKK non-operasional yang hanya melakukan fungsi sebagai perusahaan induk dan dimiliki oleh pemegang saham pengendali atau pemegang saham perusahaan terbuka.
Selain mengatur kelembagaan, RPOJK juga menetapkan kewajiban PIKK untuk menyusun strategi konglomerasi keuangan, menerapkan manajemen risiko, pengendalian internal, dan memastikan fungsi kepatuhan dalam lingkup grup secara terintegrasi.
RPOJK turut mengatur struktur organisasi PIKK, termasuk keharusan membentuk Komite Direksi, Komite Dewan Komisaris, Satuan Kerja, serta menyusun Rencana Korporasi. Ketentuan mengenai kepengurusan dan rangkap jabatan juga dijelaskan secara rinci dalam beleid yang tengah disusun tersebut.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Cita Auliana
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement