Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memberikan relaksasi ekspor konsentrat bagi PT Amman Mineral Nusa Tenggara (AMNT) di Nusa Tenggara Barat (NTB). Permintaan ini disampaikan untuk mendorong pemulihan ekonomi NTB yang mengalami kontraksi sebesar 1,47% pada Kuartal I 2025.
Ia menyebut bahwa selain NTB, Provinsi Papua Tengah juga mengalami kontraksi signifikan sebesar 25,53%.
“Untuk NTB minus 1,47 persen. Saya sudah datang ke sana diskusi langsung dengan Pak Gubernur, Pak Lalu Muhamad Iqbal. Ketemulah masalahnya, masalahnya adalah tambang yang ada di sana namanya AMMAN yang ada di Kabupaten Sumbawa Barat, ada kebijakan untuk dibangun smelter sehingga produksinya (konsentrat) tidak boleh diekspor. Smelter-nya masih 6 bulan lagi, akibatnya tidak terjadi ekspor dan ini memengaruhi pertumbuhan ekonomi berakibat pada kegiatan (ekonomi) yang relatif menurun dan itu berpengaruh besar, lapangan kerjanya juga besar di situ,” ujar Tito, dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah, Senin (7/7/2025).
Baca Juga: Pasar Global Ketat, Indonesia Naikkan HPE Konsentrat Tembaga
Tito mengungkapkan bahwa ia telah berkomunikasi langsung dengan Menteri ESDM, Bahlil Lahadalia, untuk membahas potensi pemberian izin ekspor sementara.
“Apa ada kemungkinan relaksasi selagi menunggu smelter selesai, yaitu konsentrat dapat diekspor atau dijual ke tempat lain (smelter lain)?” katanya.
Permintaan serupa juga disampaikan DPRD Kabupaten Sumbawa Barat kepada Menteri ESDM melalui surat aspirasi yang diserahkan kepada Komisi XII DPR RI pada Rapat Kerja dengan Menteri ESDM, Rabu (2/7/2025). Surat tersebut ditandatangani oleh Ketua DPRD Sumbawa Barat, Kaharuddin Umar.
Dalam surat tersebut, DPRD meminta pemerintah memberikan izin ekspor kepada AMNT dengan alasan bahwa 80% pendapatan daerah Kabupaten Sumbawa Barat bergantung pada sektor tambang. Tidak adanya ekspor dinilai akan berdampak serius pada penerimaan daerah tahun 2026 karena hilangnya Dana Bagi Hasil serta terhambatnya perputaran ekonomi di kalangan pelaku usaha lokal dan UMKM.
DPRD juga mengkhawatirkan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap 40% tenaga kerja lokal apabila kegiatan operasional tambang terganggu karena pelarangan ekspor.
Baca Juga: Batu Bara RI Kalah Saing, Ekspor ke China dan India Turun Belasan Persen
Gubernur NTB, Lalu Muhammad Iqbal, dalam pernyataan terpisah, menyatakan bahwa pihaknya akan mengajukan permintaan relaksasi ekspor konsentrat dalam jumlah dan waktu tertentu agar pertumbuhan ekonomi daerah bisa segera pulih.
Menanggapi hal ini, Pengamat Pertambangan Ferdy Hasiman mengatakan bahwa perlambatan ekonomi daerah merupakan isu nasional yang harus mendapat perhatian dari pemerintah pusat.
“Perlu ada solusi yang ditawarkan pemerintah. Desakan publik untuk menjaga stabilitas ekonomi NTB harus diutamakan ketimbang mempertahankan peraturan hilirisasi yang kaku dan kurang relevan dengan kondisi saat ini. Ini membutuhkan kebijaksanaan Pemerintah Pusat untuk menyeimbangkan cita-cita hilirisasi dengan realitas lapangan,” ujar Ferdy.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) NTB menunjukkan bahwa kontraksi ekonomi di provinsi tersebut disebabkan oleh penurunan sektor pertambangan dan penggalian sebesar 30,14% setelah ekspor konsentrat dihentikan. Padahal, sektor ini menyumbang lebih dari 20% terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) NTB.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Annisa Nurfitri
Tag Terkait:
Advertisement