Menteri PPPA Dorong Peningkatan Kerja Sama dengan Internasional dalam Perlindungan Anak
Kredit Foto: Dok. Kemen PPPA
Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Arifah Fauzi mendorong peningkatan kerja sama nasional dan internasional dalam perlindungan anak, baik di dunia nyata maupun digital.
Hal tersebut berkaca pada kasus kekerasan seksual yang dilakukan mantan Kapolres Ngada, AKBP FWLS kepada 3 anak perempuan yang ditemukan Kepolisian Federal Australia dalam situs porno asing dark web.
Baca Juga: Kembangkan UMKM, Akad Massal KUR Jangkau 800.000 Debitur
Menteri PPPA pun mengapresiasi atas putusan dan transparansi hakim Pengadilan Negeri Kota Kupang, Provinsi NTT dalam memutuskan vonis hukuman, denda, dan restitusi kepada pelaku.
Menteri PPPA mengungkapkan putusan hukuman, denda, restitusi, dan penghentian dengan tidak hormat kepada pelaku merupakan bentuk keadilan dan komitmen Negara dalam melindungi anak di Indonesia. Ini membuktikan bahwa tidak akan ada pelaku yang lolos dari jerat hukum apalagi yang bersangkutan adalah aparat penegak hukum yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam melindungi masyarakat.
"Apresiasi saya sampaikan atas kerja sama antar lembaga yang mengungkap kasus ini antara Mabes Polri, Polda NTT, dan juga Kepolisian Federal Australia yang pertama kali menemukan soal dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh pelaku dan beredar di situs porno asing dark web. Kasus ini menjadi sorotan publik, karena melibatkan anak di bawah umur dan kepolisian Internasional," ucapnya,dikutip dari siaran pers Kemen PPPA, Rabu (22/10).
Pelaku dituntut oleh JPU (Jaksa Penuntut Umum) dengan pidana penjara 20 tahun, sedikit lebih tinggi daripada yang divonis oleh Majelis Hakim yang memvonis hukuman penjara 19 tahun dengan denda 5 miliar dan restitusi 359.162.000 rupiah. Selain tuntutan hukum, pelaku juga divonis Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) dalam putusan etik oleh Komisi Kode Etik Polri. Hal ini merupakan komitmen institusi dalam menindak anggotanya, yang telah melukai nilai kemanusiaan dan juga etika profesi.
Menteri PPPA mengatakan sinergi antara Kepolisian, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) yang berkolaborasi dengan UPTD PPA Provinsi NTT menjadi contoh praktik baik dalam penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak yang proaktif. Dalam kasus ini, pihak Kepolisian bergerak dalam bidang pengamanan pelaku dan menjamin proses hukum dan perlindungan dan pendampingan psikososial diberikan oleh UPTD PPA Provinsi NTT dan LPSK.
“Selain kerja sama dengan pihak Internasional, kecepatan pihak Kepolisian khususnya Polda NTT dan Bareskrim, juga tidak luput dari apresiasi karena telah memastikan proses hukum berjalan transparan dan sesuai dengan UU yang berlaku termasuk UU Perlindungan Anak dan UU TPKS. Perhitungan restitusi merupakan wujud nyata kehadiran negara dalam menjamin hak-hak korban kejahatan seksual. Kolaborasi ini turut memperkuat upaya pemulihan trauma bagi anak-anak korban,” ujar Menteri PPPA.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Advertisement