Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Masuki Era Digital, BPJS Ketenagakerjaan Dorong Transformasi Sistem Pensiun Nasional

Masuki Era Digital, BPJS Ketenagakerjaan Dorong Transformasi Sistem Pensiun Nasional Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Direktur Utama BPJS Ketenagakerjaan, Pramudya Iriawan Buntoro, menyampaikan bahwa Indonesia kini menghadapi berbagai isu penting dalam upaya menjamin hari tua yang sejahtera bagi semua pekerja.

Menurutnya, tantangan besar yang muncul adalah perubahan dinamika dunia kerja akibat digitalisasi. Perubahan ini, selain membuka banyak kesempatan baru, juga menuntut adanya adaptasi pada sistem jaminan sosial agar menjadi lebih merangkul seluruh kalangan.

Dalam acara Indonesia Pension Fund Summit 2025 yang diadakan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada Kamis (23/10), Pramudya menggarisbawahi dampak digitalisasi terhadap jaminan sosial. Ia menjelaskan, “Digitalisasi menjadi tantangan sekaligus peluang untuk memperluas cakupan perlindungan jaminan sosial ketenagakerjaan, khususnya pada program Jaminan Hari Tua (JHT) dan Jaminan Pensiun (JP). Namun saat ini, program JP masih terbatas bagi pekerja di sektor formal,” tuturnya.

Pramudya menambahkan bahwa transformasi sistem pensiun nasional adalah inisiatif strategis yang mendesak untuk segera dilaksanakan demi memperkuat perlindungan dan kesejahteraan seluruh pekerja. Ia mengamati bahwa pesatnya perkembangan ekonomi digital telah memunculkan beragam profesi baru, termasuk gig workers, pekerja lepas, dan pelaku ekonomi berbasis platform digital, yang sebagian besar belum terakomodasi secara optimal dalam kerangka jaminan sosial yang sudah berjalan.

Baca Juga: Kelola Dana Rp800 T, BPJS Ketenagakerjaan Punya Peran Strategis sebagai Pilar Ketahanan Ekonomi Nasional

“Diperlukan desain program pensiun yang adaptif terhadap kelompok pekerja dengan penghasilan tidak tetap. Sistem yang lebih fleksibel akan memastikan setiap pekerja, baik formal maupun informal, memiliki perlindungan di hari tua,” tambahnya.

Selain itu, Pramudya juga menyoroti tantangan pendanaan program jaminan pensiun yang berlaku saat ini. Menurutnya, skema pendanaan dengan iuran sebesar 3 persen sebagaimana diatur dalam regulasi yang berlaku, masih belum ideal untuk menjamin keberlanjutan manfaat di masa depan.

“Dalam peraturan pemerintah disebutkan bahwa besaran iuran 3 persen itu bersifat sementara dan akan dievaluasi secara bertahap menuju angka ideal sekitar 8 persen. Namun tentu penyesuaian tersebut membutuhkan komunikasi, koordinasi, dan kolaborasi yang erat dengan seluruh pemangku kepentingan, mulai dari pemberi kerja, pekerja, hingga pelaku usaha,” jelasnya.

Pramudya menekankan bahwa proses penyesuaian iuran tidak dapat dilakukan secara sepihak. Pemerintah dan BPJS Ketenagakerjaan, kata dia, perlu memastikan bahwa kebijakan peningkatan iuran dilakukan secara hati-hati, dengan memperhatikan daya tahan industri dan keberlangsungan dunia usaha.

“Kita perlu menyusun langkah-langkah agar kebutuhan penyesuaian iuran ini dapat diterima dan dijalankan dengan sebaik-baiknya, tanpa mengganggu aktivitas bisnis dan industri yang sudah berjalan,” ujarnya.

Lebih lanjut, Pramudya menambahkan bahwa di tengah dinamika tersebut, Indonesia perlu memanfaatkan momentum bonus demografi secara optimal. Populasi usia produktif yang besar saat ini harus diarahkan untuk berpartisipasi aktif dalam program jaminan sosial, sehingga dapat menjadi pondasi yang kuat sebelum memasuki era penuaan penduduk (aging population).

“Bonus demografi ini harus kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya. Masyarakat perlu diajak untuk berpartisipasi aktif dan berkontribusi dalam program pensiun, menyiapkan masa tua yang lebih sejahtera dan mandiri,” imbuhnya.

Selain memperkuat kebijakan dan perluasan cakupan, BPJS Ketenagakerjaan juga terus mengoptimalkan strategi investasi dan tata kelola dana untuk menjamin keberlanjutan manfaat peserta.

Baca Juga: BNI Bantu Perkuat Tata Kelola Keuangan BPJS Ketenagakerjaan

Pramudya menambahkan, BPJS Ketenagakerjaan berkomitmen menghadirkan program pensiun yang inklusif, efisien, dan berkelanjutan melalui penguatan tata kelola investasi serta inovasi layanan digital. Upaya ini diharapkan tidak hanya memperkuat ketahanan sistem jaminan sosial nasional, tetapi juga memastikan setiap pekerja Indonesia dapat menatap masa depan dengan rasa aman dan sejahtera.

“Hingga September 2025, total dana kelolaan BPJS Ketenagakerjaan telah mencapai Rp863,95 triliun, dengan mayoritas investasi ditempatkan pada instrumen pemerintah guna mendukung pembangunan nasional dan menjaga stabilitas ekonomi,” ungkapnya.

Pramudya menegaskan, melalui tata kelola yang prudent dan berorientasi jangka panjang, BPJS Ketenagakerjaan berupaya memastikan seluruh dana pekerja dikelola secara aman, transparan, dan memberikan imbal hasil yang optimal.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: