Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Saling Buka Fakta di Persidangan, Ini Duduk Perkara Polemik CMNP dan MNC

Saling Buka Fakta di Persidangan, Ini Duduk Perkara Polemik CMNP dan MNC Kredit Foto: Istimewa
Warta Ekonomi, Jakarta -

Persidangan antara PT Citra Marga Nusaphala Persada (CMNP) dan Hary Tanoesoedibjo bersama MNC Group di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat terus menjadi perhatian publik. Dalam sidang yang digelar Rabu, 15 Oktober 2025, pengusaha jalan tol Jusuf Hamka memberikan kesaksian di hadapan majelis hakim.

“Saya telah berulang kali menolong Hary Tanoe, bahkan membantu permodalan bisnisnya sejak tahun 1994-1995,” ujarnya.

Jusuf mengisahkan awal hubungan kerja sama bisnis dengan Hary Tanoe, mulai dari akuisisi Bank Papan Sejahtera hingga PT Bentoel Internasional Investama Tbk. Ia menyebut pernah memperoleh bagian Rp900 juta dari keuntungan Rp60 miliar dalam kerja sama tersebut.

Perkara yang kini bergulir merupakan gugatan perdata bernilai Rp119 triliun terkait dugaan perbuatan melawan hukum atas transaksi Negotiable Certificate of Deposit (NCD). Kasus ini terdaftar dengan nomor 142/Pdt.G/2025/PN.Jkt.Pst.

Menurut berkas persidangan, peristiwa bermula pada Mei 1999. Melalui beberapa surat resmi, Hary Tanoe menawarkan pertukaran surat berharga kepada CMNP. Dalam transaksi tersebut, CMNP menyerahkan Medium Term Notes (MTN) dan obligasi senilai total Rp342,5 miliar, sedangkan Hary Tanoe memberikan NCD terbitan PT Bank Unibank Tbk senilai USD 28 juta.

NCD merupakan surat berharga atas unjuk yang dapat diperjualbelikan di pasar uang. Setelah transaksi selesai, Bank Indonesia menetapkan PT Bank Unibank Tbk sebagai Bank Beku Kegiatan Usaha pada 2001 dan menyerahkannya kepada BPPN. CMNP kemudian mengajukan permohonan pencairan NCD kepada BPPN, namun lembaga tersebut menyatakan surat tersebut tidak memenuhi syarat untuk dibayarkan.

Baca Juga: OJK Tolak Wacana Relaksasi Modal Minimum Perusahaan Asuransi

“Penerbitan NCD PT Unibank melanggar ketentuan Surat Edaran BI No. 21/27/UPG (1988), Surat Keputusan Direksi BI No. 31/32/KEP/DIR (1998), serta Ketentuan Program Penjaminan Pemerintah,” tulis BPPN. “Kendati demikian tidak menghilangkan hak tagih CMNP.”

Perkara ini sempat sampai pada Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 376 PK/Pdt/2008, yang menyatakan NCD tersebut tidak sah. Gugatan baru kembali muncul pada 2025 dengan pokok perkara serupa.

Dalam sidang 26 Agustus 2025, kuasa hukum Hary Tanoe dan MNC Group, Hotman Paris Hutapea, menyampaikan bahwa pihak yang seharusnya digugat adalah Drosophila Enterprise Pte Ltd, perusahaan yang disebut sebagai pembeli surat berharga CMNP. 

“CMNP salah pihak,” ujar Hotman.

Di sisi lain, dokumen Accounting and Corporate Regulatory Authority (ACRA) Singapura menunjukkan Drosophila Enterprise Pte Ltd didirikan pada 1998 dan sahamnya dimiliki oleh Hary Tanoe serta Liliana Tanaja. Perusahaan ini dibubarkan pada 2004.

Pada sidang 22 Oktober 2025, mantan Kepala Biro Keuangan CMNP, Jarot Basuki, memberikan kesaksian di bawah sumpah. 

“Transaksi tukar menukar surat berharga antara CMNP dan Hary Tanoe dilakukan langsung oleh Tito Sulistio dan Hary Tanoe,” ujarnya. ”Tidak ada keterlibatan Drosophila.”

Jusuf Hamka dalam sidang tersebut juga menyatakan, ”Dalam hukum pidana, unsur ‘barang siapa’-nya jelas: Hary Tanoe.”

Baca Juga: Emiten Hary Tanoe (BHIT) Klaim Hanya Jadi Broker di Kasus Gugatan CMNP Rp119 Triliun

Saksi lain, Sulistiowati, yang merupakan staf keuangan CMNP pada tahun 1999, menuturkan bahwa ia menerima langsung NCD dari pihak Hary Tanoe. “Tidak ada arranger dalam transaksi ini,” katanya. “Tidak ada pihak lain yang terlibat selain CMNP dan Hary Tanoe.”

Keterangan ini diperkuat oleh pendapat ahli hukum perdata dari Universitas Hasanuddin, Prof. Dr. Anwar Barohmana. 

“Bentuk transaksi antara CMNP dengan PT Asia Holding (d/h PT Bhakti Investama) adalah pertukaran surat berharga, bukan jual-beli,” ujarnya. Menurutnya, transaksi tersebut merupakan tukar-menukar surat berharga tanpa adanya uang sebagai alat pembayaran.

Usai sidang, Hotman Paris menyampaikan optimisme atas posisi hukum kliennya. “Saya menang 12-0,” katanya. Sementara Jusuf Hamka menanggapi singkat, “Yang benar tetap akan menang.”

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Amry Nur Hidayat

Advertisement

Bagikan Artikel: