Vale Gelontorkan hingga Rp680 Juta per Hektar untuk Reklamasi, Tertinggi di Industri Nikel Nasional
Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
PT Vale Indonesia Tbk (INCO) mengalokasikan belanja modal reklamasi yang mencapai Rp350 juta hingga Rp680 juta per hektar. Jumlah ini disebut menjadi yang terbesar di antara perusahaan tambang sejenis sebagai wujud komitmen perusahaan pada praktik pertambangan berstandar Environmental, Social, and Governance (ESG) sekaligus Good Mining Practices (GMP).
Manajer Reklamasi PT Vale Indonesia, Charles, menyampaikan bahwa besaran anggaran tersebut menunjukkan keseriusan korporasi dalam menata kembali lahan pascapenambangan.
“Kalau mau dibandingkan dengan perusahaan lain, saya yakin tidak ada yang sebesar Vale untuk kelas nikel, khususnya untuk anggaran reklamasi,” ujar Charles saat menerima kunjungan media di Sorowako, Sulawesi Selatan, Selasa (21/10/2025).
Menurut Charles, besaran biaya sangat bergantung pada tingkat kesulitan area pascatambang. “Semakin sulit areanya, seperti puncak batu atau tebing, biayanya akan semakin tinggi. Kalau area disposal itu relatif mudah, ibarat menanam di sawah, jadi cost lebih murah,” jabarnya.

Manajer Reklamasi PT Vale Indonesia, Charles, saat menerangkan langkah reklamasi di Sorowako
Reklamasi Progresif dan Berkelanjutan
Lebih jauh, Charles menegaskan bahwa kegiatan reklamasi menuntut konsistensi jangka panjang. Tahapan pelaksanaannya meliputi pengelolaan tanah pucuk (top soil) sebagai media tumbuh utama, pengendalian erosi, serta penanaman berbagai spesies pohon lokal dan tanaman cepat tumbuh guna memulihkan fungsi ekologis lahan.
“Reklamasi bukan pekerjaan instan. Untuk mencapai ekosistem yang bisa kembali mandiri membutuhkan waktu 10–15 tahun,” jelasnya.
Sebagai bagian dari komitmen tersebut, Vale menerapkan metode reklamasi progresif, yakni mengembalikan top soil langsung ke area reklamasi ketika lokasi lain sedang dilakukan clearing. Metode ini diterapkan untuk menjaga kelembapan dan nutrisi tanah agar tetap optimal.
Jika tanah pucuk harus ditimbun lebih dari tiga bulan, perusahaan menanami area tersebut dengan cover crop guna mencegah erosi. Selanjutnya dilakukan pemberian amelioran berupa pupuk kompos yang sebagian besar diproduksi oleh masyarakat lokal.
“Tenaga kerja untuk reklamasi hampir seluruhnya berasal dari masyarakat lokal Luwu Timur. Hampir 100 persen,” tegas Charles.

Pendataan vegetasi di areal reklamasi, Himalaya Hill, Sorowako
Solia dan Himalaya, Bukti Pemulihan Lahan Bekas Tambang
Dua lokasi eks-tambang yang menjadi contoh keberhasilan reklamasi Vale adalah Solia Hill dan Himalaya Hill.
Solia Hill merupakan areal penambangan yang telah diproduksi sejak 2017 hingga 2023 dengan luas areal ±88 hektare. Kini, 29 hektare dari total areal tersebut telah dinilai dengan tingkat keberhasilan reklamasi mencapai 98 persen.
Sementara Himalaya Hill merupakan areal penambangan yang telah direklamasi sejak 2006 dengan luas area ±31 hektare. Lokasi ini telah dinilai memiliki tingkat keberhasilan reklamasi 100 persen dan jaminan reklamasi telah dinyatakan kembali oleh pemerintah. Lokasi ini kini memiliki struktur vegetasi menyerupai hutan alami, dari lapisan bawah hingga kanopi, serta ditanami 74 jenis pohon lokal dan endemik.
Dalam penilaiannya, Vale mengacu pada dua regulasi yakni Kementerian ESDM dan Kementerian Kehutanan. Rata-rata skor reklamasi Vale saat ini berada di 70-80 persen, di atas ketentuan minimum.
Lebih jauh, PT Vale menggunakan indeks Normalized Difference Vegetation Index (NDVI) untuk membandingkan vegetasi reklamasi dengan hutan alami.
“NDVI area reklaması kami rata-rata 0,62–0,65, mendekati NDVI hutan asli Sorowako 0,6–0,7. Artinya, secara vegetatif mendekati 90 persen dari kondisi awal,” ujar Charles.

Himalaya Hill
Konservasi Lanjutan: Arboretum, MPTS, dan Kembalinya Fauna
PT Vale juga memanfaatkan areal Himalaya Hill sebagai arboretum, menjadi kawasan konservasi dan pusat penelitian vegetasi lokal, termasuk spesies langka seperti eboni, kayu damar, kayu ulin lokal (uru), hingga kayu angin.
“Harapannya area ini menjadi sumber benih saat pohon-pohon indukan memasuki fase akhir. Ini juga jadi pusat riset dan edukasi,” kata Charles.
Perusahaan juga mendorong penanaman tanaman multiguna (MPTS) seperti kayu putih, mangga, hingga tanaman penghasil minyak atsiri, agar dapat menjadi sumber penghidupan masyarakat tanpa harus menebang pohon.
Selain vegetasi, fauna perlahan kembali menghuni area reklamasi.
“Di Himalaya kami sudah melihat rusa timur dan anoa kembali. Beberapa tertangkap kamera trap,” ungkap Charles.
Hingga April 2025, Vale tercatat telah membuka lahan 5.969 hektar dengan total reklamasi mencapai 3.819 hektare, atau sekitar 60 persen dari luas bukaan.
Rasio lahan reklamasi dan bukan areal produksi tambang akan terus dipertahankan di kisaran 55-60 persen.
“Kami ingin reklamasi tidak sekadar comply, tetapi beyond compliance. Target jangka panjangnya: kawasan reklamasi menjadi pusat konservasi, riset, dan memberi nilai tambah bagi masyarakat,” tutup Charles.
Komitmen Sejak Pra-Penambangan Hingga Pasca-Tambang
Senior Engineering PT Vale, Enos, menambahkan bahwa komitmen keberlanjutan Vale dimulai jauh sebelum penambangan dilakukan.
“Sebelum area ditambang, kami melakukan konservasi prapenambangan mendata spesies lokal, mengambil benih, menyemai, lalu membangun infrastruktur pengendalian air untuk memastikan tidak terjadi pencemaran,” jelasnya.

Direktur Utama PT Vale Indonesia, Bernardus Irmanto di IISF 202
Sementara itu, Direktur Utama PT Vale Indonesia, Bernardus Irmanto, menegaskan bahwa komitmen perusahaan terhadap reklamasi merupakan bagian fundamental dari Good Mining Practices yang menjadi prinsip dasar setiap operasional Vale. Ia menekankan bahwa reklamasi bukan sekadar memenuhi kewajiban regulasi, melainkan tanggung jawab keberlanjutan yang harus dijalankan secara konsisten.
Vale memiliki konsesi lahan pertambangan seluas 118.017 hektar, yang tersebut di tiga wilayah operasi yaitu Sorowako, Pomalaa, dan Bahodopi.
Dari total konsesi tersebut, sekitar 56 ribu hektare dimanfaatkan sebagai area pertambangan aktif. Adapun 14.902 hektare atau sekitar 26 persen merupakan kawasan dengan keanekaragaman hayati penting (Key Biodiversity Area/KBA). Menurut Irmanto, keberadaan KBA menjadi pertimbangan utama dalam perencanaan tambang.
“Jadi, sangat penting bagi kami memastikan perencanaan tambang tidak menabrak kawasan tersebut. Prinsip kami, jika bisa dihindari itu yang terbaik. Namun jika tidak memungkinkan, maka langkah-langkah mitigasi harus diterapkan untuk meminimalkan dampaknya,” tegasnya dalam Indonesia International Sustainability Forum, di Jakarta, Jumat (10/10/2025).

Dari sisi tanggung jawab finansial, PT Vale telah menempatkan Jaminan Pasca-Tambang dalam bentuk Time Deposit sejak 2017 dengan total US$ 73,37 juta—terdiri dari US$ 70,64 juta untuk Sorowako dan US$ 2,73 juta untuk Bahodopi.
Di sisi lain, Jaminan Reklamasi yang tersimpan dalam bentuk Bank Guarantee tercatat sebesar US$ 64,79 juta, yang meliputi US$ 51,13 juta untuk Sorowako, US$ 5,52 juta untuk Pomalaa, dan US$ 8,14 juta untuk Bahodopi. Seluruh jaminan tersebut hanya dapat dilepaskan melalui evaluasi pemerintah.
Tidak hanya memenuhi kewajiban, Vale juga melakukan reklamasi di luar area konsesi hingga tiga kali lipat dari luas lahan yang dibuka, yaitu sekitar 17.686,2 hektar. Selain itu, perusahaan telah merchandilitasi daerah aliran sungai (DAS) seluas lebih dari 33.306 hektare dengan penanaman lebih dari 17 juta pohon.
Komitmen reklamasi dan keberlanjutan ini mendapat apresiasi dari berbagai pihak. Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup, Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa kerangka kerja pertambangan yang dijalankan Vale menunjukkan tingkat keseriusan yang berbeda dibandingkan industri pertambangan lainnya.
“Saya melihat begitu dalamnya investasi lingkungan yang dilakukan tanpa menghentikan tingkat produksinya. Komitmen lingkungan tetap dijaga meskipun produksi menurun. Ini bukan sekadar pujian, tetapi berdasarkan dokumen dan hasil kunjungan langsung saya ke Sorowako,” tuturya dalam MINDialogue di Jakarta, Jumat (29/8/2025).
Hanif juga menyebut praktik pertambangan di bawah holding MIND ID—yang membawahi Freeport, Vale, dan Antam—sebagai barometer pertambangan nasional.
Pengakuan serupa disampaikan Co-Founder A+ CSR Indonesia, Jalal, yang menilai komitmen lingkungan dan sosial Vale sebagai salah satu yang paling progresif di industri nikel.
“Vale melaksanakan reklamasi lahan pascatambang secara progresif, tidak menunggu penambangan selesai. Bahkan perusahaan melakukan reforestasi di luar konsesi hingga mencapai 250 persen dari luas lahan yang dibuka. Target mereka juga jelas: mereklamasi 70 persen lahan pada 2025, termasuk menanam 3,7 juta pohon endemik,” tandasnya kepada Warta Ekonomi.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Amry Nur Hidayat
Tag Terkait:
Advertisement