Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

COP30: Indonesia Menangkal Kritik, Memperkuat Diplomasi Iklim Global

COP30: Indonesia Menangkal Kritik, Memperkuat Diplomasi Iklim Global Kredit Foto: KLH
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Lingkungan Hidup/Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menegaskan bahwa Indonesia hadir dengan arah kebijakan yang tegas dan dapat diimplementasikan, bukan sekadar janji pada perhelatan Konferensi Perubahan Iklim COP30 di Belém, Brasil.

“Integritas iklim harus berjalan beriringan dengan keadilan. Aturan global tidak boleh hanya ambisius di atas kertas—tetapi harus realistis dan bisa dijalankan negara berkembang. Kalau tidak, dunia justru menjauh dari target 1,5°C,” ujar Hanif dalam keterangan tertulis yang diterima, Selasa (25/11/2025).

Hanif mengatakan bahwa, Indonesia kembali menegaskan bahwa implementasi Perjanjian Paris hanya dapat berjalan dengan dukungan internasional yang nyata.

Baca Juga: KLH/BPLH Libatkan Masyarakat Sipil Perkuat Aksi Iklim Indonesia di COP30

“Implementasi tanpa dukungan nyata adalah retorika. Kami menuntut pendanaan hibah, transfer teknologi, dan mekanisme adil agar negara berkembang bisa mengubah komitmen menjadi aksi lapangan,” lanjutnya.

Pada saat yang sama, Indonesia merespons kritik “Fossil of the Day” dari Climate Action Network (CAN). KLH/BPLH menilai atribusi tersebut muncul akibat pemotongan konteks terhadap posisi Indonesia pada isu Nature-based Solutions (NbS) serta sektor hutan dan penggunaan lahan/FOLU.

Delegasi menegaskan bahwa seluruh posisi negosiasi telah disusun berdasarkan kajian ilmiah terbaik, prinsip kelayakan, dan keadilan bagi negara pemilik hutan.

“Sebagai negara pemilik hutan tropis besar, kami menjaga hutan dengan kerja nyata. Kami hanya meminta satu hal: fairness. Standar global harus menghargai kerja lapangan dan realitas negara pemilik hutan,” ujarnya.

Pada agenda Article 6.4, Indonesia berperan memastikan standar mekanisme pasar karbon global tidak memberatkan negara berkembang.

Indonesia menolak draf Standar Non-Permanence yang mengharuskan pemantauan tanpa batas waktu serta persyaratan risiko reversal yang dinilai tidak realistis bagi sektor kehutanan. Delegasi RI berhasil mendorong opsi yang lebih proporsional melalui penetapan horizon pemantauan yang terukur serta mekanisme transfer liabilitas berbasis buffer pool yurisdiksi.

Baca Juga: KLH/BPLH Genjot Kerja Sama Iklim, 44 Proyek Karbon Dipromosikan di COP30

Hanif mengatakan, Indonesia juga menekankan pentingnya kesiapan teknis dan dukungan pendanaan agar transisi proyek CDM menuju Article 6 memberikan kepastian bagi pelaku usaha sekaligus menjaga integritas pasar karbon global.

Pada isu adaptasi, Indonesia meminta indikator Global Goal on Adaptation (GGA) yang sederhana, terukur, fleksibel, dan tidak menambah beban administrasi bagi negara berkembang. Indonesia menilai istilah baru seperti transformational adaptation harus ditempatkan secara proporsional agar fokus tetap pada peningkatan ketahanan masyarakat.

Indonesia juga menyambut adopsi Belem Gender Action Plan 2026–2034, dengan penegasan bahwa implementasinya harus sejalan dengan hukum nasional serta prinsip Common but Differentiated Responsibilities and Respective Capabilities (CBDR-RC).

Dalam pembahasan Just Transition, Indonesia bersama G77 dan China mendorong penguatan dukungan global agar transisi menuju ekonomi rendah karbon tidak menimbulkan beban utang baru. Indonesia kembali menegaskan target pembiayaan iklim global sebesar USD 1,3 triliun per tahun pada 2035 serta pelipatgandaan pendanaan adaptasi menjadi sedikitnya USD 120 miliar per tahun pada 2030.

Baca Juga: RI Mantapkan Diri Jadi Hub Pasar Karbon Regional, KLH/BPLH Bicara Tegas di COP30

Delegasi Indonesia yang terdiri atas 92 negosiator lintas kementerian hadir dengan mandat diplomasi yang kuat dan pengalaman teknis panjang, membawa kepentingan nasional yang sejalan dengan ambisi global. Hanif menyampaikan pesan yang merangkum keseluruhan mandat Indonesia.

“Indonesia tidak datang ke COP30 dengan retorika, tetapi dengan bukti bahwa transisi hijau dapat berjalan bila dunia membangun arsitektur dukungan yang adil dan setara. Keputusan COP30 harus menjadi pijakan kuat bagi aksi yang melindungi masyarakat, memperkuat ketahanan nasional, dan memastikan transisi menuju pembangunan rendah karbon berlangsung secara berkeadilan, inklusif, dan berkelanjutan tanpa ada yang tertinggal," ungkapnya.

Indonesia menutup COP30 dengan komitmen memperkuat peran sebagai pemimpin kawasan dalam diplomasi iklim, menjaga integritas proses global, dan memastikan kebijakan iklim internasional membawa manfaat nyata bagi masyarakat, ekosistem, dan pembangunan nasional.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Djati Waluyo
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: