Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Blak-blakan Bahlil Sebut Semua PLTD di RI Bakal Disuntik Mati

Blak-blakan Bahlil Sebut Semua PLTD di RI Bakal Disuntik Mati Kredit Foto: Rahmat Dwi Kurniawan
Warta Ekonomi, Jakarta -

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia mengatakan bahwa pemerintah bersiap untuk mempensiunkan penggunaan Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) di Indonesia. Langkah ini, menurut Bahlil, penting untuk memperkecil kebocoran subsidi energi di tanah air.

Hal itu ia sampaikan dalam gelaran Big 40 Conference di Jakarta, Senin (8/12/2025).

"Ke depan seluruh pembangkit-pembangkit solar (PLTD) kita matikan semua. Kenapa? Ini sumber kebocoran," ujarnya.

Ia menambahkan, dari sisi ketahanan suplai, PLTD juga tidak lagi dapat diandalkan. Banyak pembangkit hanya mampu beroperasi separuh hari, bahkan lebih singkat di wilayah terpencil.

Baca Juga: PLN Indonesia Power Uji Lanjutan Cofiring Hidrogen di PLTDG Bali

"Apalagi PLTD-PLTD di kampung saya itu. Nyala cuma 4 jam, laporan 12 jam. Abu leke juga itu. Abu leke itu. Jadi ini kita mulai pangkas," katanya.

Data PT PLN (Persero) menunjukkan bahwa PLTD sebagian besar beroperasi di wilayah-wilayah remote atau 3T. Pada akhir 2024, porsi kapasitasnya tercatat 4,51%, dengan total daya terpasang mencapai 3.425,94 megawatt.

Selain itu, menurut Direktur Jenderal Energi Baru Terbarukan dan Konservasi Energi (EBTKE) Kementerian ESDM, Eniya Listiania Dewi, biaya pembangkitan listrik tenaga diesel (PLTD) mencapai 15 kali lipat lebih mahal dibanding pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).

Kondisi ini menjadi tantangan besar, terutama di wilayah terdepan, terluar, dan tertinggal (3T) yang masih banyak bergantung pada PLTD.

Baca Juga: Bahlil Ungkap Devisa Rp500 T Lenyap Tiap Tahun buat Impor Energi

"Saat ini kita nikmati harga listrik di ruangan ini sekitar US$ 3 sen per kWh. Tapi kalau kita bicara Indonesia Timur, di Flores saja satu pulau itu US$ 45 sen per kWh-nya," kata Eniya di Jakarta, Selasa (23/9/2025).

Menurutnya, disparitas harga tersebut membuat subsidi pemerintah membengkak, terutama untuk pembelian bahan bakar diesel.

"Jadi ini subsidi untuk bahan bakar luar biasa. Dari Kementerian Keuangan ke arah sana luar biasa. Itu saya cuma menyebutkan satu Flores, belum pulau-pulau kecil di situ, dieselnya lumayan banyak," tambahnya.

Sebaliknya, energi baru terbarukan (EBT) justru menawarkan harga yang jauh lebih kompetitif. Berdasarkan Perpres 112, biaya pembangkitan listrik dari tenaga air hanya sekitar 6–7 sen, PLTS 5,5–6 sen, dan panas bumi 9 sen per kWh.

"Jadi EBT sudah nggak dibilang mahal sebetulnya kalau kita bicara Indonesia Timur. Jika kita apple to apple sama diesel, EBT itu sudah pada posisi yang terjangkau," ujarnya.

Baca Juga: Respons Arahan Bahlil Lahadalia, AMPG Gelar Diklat Satgas Bencana dan Siapkan 150 Relawan ke Sumatra

Eniya menegaskan, selaras dengan program swasembada energi dan transisi energi, Presiden RI Prabowo Subianto telah mengarahkan jajarannya untuk mengurangi ketergantungan pada PLTD dan menggantinya dengan pembangkit EBT.

"Arahan dari Pak Presiden juga Pak Menteri untuk memasukkan EBT di sektor kelistrikan guna mengurangi diesel. Jadi mengurangi diesel, mengurangi subsidi, kita masukkan EBT," pungkasnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Rahmat Dwi Kurniawan
Editor: Djati Waluyo

Advertisement

Bagikan Artikel: