Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Global Connections
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Ngeri! Usulan Hapus SLIK bisa bikin Kredit Macet Melonjak dan Krisis Seperti di AS

Ngeri! Usulan Hapus SLIK bisa bikin Kredit Macet Melonjak dan Krisis Seperti di AS Kredit Foto: Sufri Yuliardi
Warta Ekonomi, Jakarta -

Untuk memudahkan Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) mengakses kredit pemilikan rumah (KPR), Menteri Perumahan dan Kawasan Pemukiman (PKP) Maruarar Sirait mengusulkan agar Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK dihapus. Pasalnya, menurut Dia, SLIK menjadi salah satu penyebab MBR kesulitan mengajukan KPR bersubsidi.

Merespons hal ini, Pengamat Pasar Modal Hans Kwee menilai wacana penghapusan Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) OJK untuk mempermudah kredit rumah subsidi merupakan kebijakan yang sangat berisiko. SLIK sendiri merupakan salah satu instrumen utama yang digunakan bank atau lembaga keuangan untuk menilai kelayakan debitur sebelum memberikan pinjaman.

Menurut Hans, SLIK berfungsi mencatat rekam jejak kredit seseorang sehingga bank dapat memprediksi tingkat risiko kredit macet. "Ya, ini usulan yang kurang tepat ya. Kami pikir karena sebenarnya SLIK itu kan track record kredit seseorang. Jadi ini menjadi acuan bank dalam menyalurkan kredit. Nah asumsi yang dipakai disini adalah kalau orang itu pernah punya masalah, maka bank itu harus hati-hati dalam menyalurkan kredit," ujar Hans yang dikutip di Jakarta, Rabu (10/12/2025).

Baca Juga: HUT KPR ke-49, BTN Telah Salurkan 5,7 Juta Rumah se-Indonesia

Lebih lanjut katanya, apabila SLIK dihapus maka itu sama saja menghilangkan alat navigasi bagi perbankan dalam menyalurkan kredit. Tanpa data riwayat kredit, bank akan sulit menilai apakah seorang calon debitur mampu membayar kewajibannya di masa mendatang.

“Kalau SLIK tadi dihapus, kemudian orang itu dapat kredit, maka kredit-kredit itu potensi macetnya akan sangat tinggi.
Padahal perbankan ini, dia menarik dana masyarakat yang ternyata dana masyarakat itu juga ada cost-nya. Sehingga kalau kita melakukan penghapusan SLIK untuk memberikan kredit pada pihak-pihak yang memang belum layak mendapatkan kredit, itu sama saja memindahkan masalah dari debitur ke industri perbankan,” jelas Hans.

Hans mengingatkan bahwa peningkatan kredit macet dapat mengancam kesehatan perbankan secara keseluruhan. "Kalau perbankan terganggu, implikasinya luas karena bisa men-trigger terjadinya krisis pada ekonomi Indonesia secara keseluruhan," tambahnya.

Sebagai contoh, Ia menyinggung pengalaman krisis subprime mortgage di Amerika Serikat pada 2008 ketika kredit perumahan diberikan kepada kelompok yang tidak layak dan menyebabkan lonjakan gagal bayar yang mengguncang perekonomian global.

"Waktu itu orang yang no income, no job, tetapi mereka punya property dengan bunga yang tinggi. Ya akhirnya keluarlah banyak subprime mortgage yang meledak di 2009 yang menyebabkan ekonomi Amerika dan dunia terpuruk pada krisis gitu," pungkasnya.

Baca Juga: OJK Soroti Minimnya Pertumbuhan Dana Pensiun Sukarela

Menurut Hans, kebutuhan akan hunian memang penting, tetapi tidak semua orang yang membutuhkan hunian itu layak mendapatkan fasilitas kredit. Untuk itu, agar tidak mengorbankan stabilitas keuangan, Hans mengusulkan agar pemerintah membuat mekanisme rumah, rumah susun atau apartemen yang disewakan dengan subsidi sehingga harganya terjangkau.

Lebih jauh Ia mengusulkan, hunian sewa itu dapat diberikan berdasarkan radius tempat bekerja sehingga membantu menghemat biaya hidup masyarakat berpenghasilan rendah. "Sehingga ini membantu dia bekerja yang tinggalnya dekat daerah tempat tinggalnya, sehingga cost dia menjadi lebih minim. Kemudian waktunya menjadi lebih efisien gitu. Nah mungkin mekanisme itu bisa dipikirkan ya," imbuhnya.

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Penulis: Fajar Sulaiman
Editor: Fajar Sulaiman

Advertisement

Bagikan Artikel: