Kemen PPPA Tegaskan Kasus Kekerasan Seksual Tak Bisa Diselesaikan di Luar Pengadilan
Kredit Foto: Wafiyyah Amalyris K
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) menegaskan kasus kekerasan seksual tidak bisa diselesaikan di luar pengadilan dan harus sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Hal tersebut disampaikan Plt.Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak, Ratna Susianawati, saat menanggapi kasus dugaan kekerasan seksual terhadap seorang anak perempuan berusia 5 tahun di Manokwari, Papua Barat yang diduga dilakukan oleh seorang laki-laki berusia 60 tahun yang merupakan tetangga korban.
Baca Juga: Pastikan Kebijakan Responsif, Kemen PPPA Perkuat Kolaborasi dengan Anak
Dirinya mengecam tindakan tersebut dan menegaskan komitmen negara untuk menjamin perlindungan anak. “Kami mengecam segala bentuk kekerasan seksual terhadap anak. Negara wajib hadir memastikan setiap anak memperoleh perlindungan, pendampingan, dan akses keadilan,” ujar Ratna, dikutip dari siaran pers Kemen PPPA, Selasa (16/12).
Kemen PPPA telah berkoordinasi dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Papua Barat, terduga pelaku diduga melakukan kekerasan seksual terhadap korban sebanyak dua kali pada November 2025. Kasus terungkap setelah korban mengeluhkan rasa sakit dan menceritakan kejadian tersebut kepada neneknya pada bulan Desember ini.
“Korban telah menjalani dua kali visum, dan hasilnya menunjukkan adanya indikasi kekerasan seksual. Saat ini proses penyidikan tengah berjalan oleh pihak kepolisian,” ungkap Ratna.
Kemen PPPA melaui tim layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 memastikan upaya pemulihan dan perlindungan terhadap korban telah dilakukan, termasuk layanan kesehatan, pendampingan psikologis, serta penjangkauan oleh UPTD PPA Papua Barat pada 10 Desember 2025 setelah sebelumnya terkendala faktor jarak dan cuaca.
“Korban telah mendapatkan pendampingan awal melalui aktivitas bermain yang ramah anak. UPTD PPA Papua Barat juga terus berkoordinasi dengan PATBM setempat dan kepolisian untuk memastikan kebutuhan korban terpenuhi,” ujar Ratna.
Lebih lanjut, Ratna menegaskan bahwa proses hukum terhadap terduga pelaku harus berjalan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, termasuk Undang-Undang Perlindungan Anak dan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS).
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Editor: Ulya Hajar Dzakiah Yahya
Advertisement