Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
Indeks
About Us
Social Media

Industri Bubur Kertas Bidik Peringkat Enam Dunia

Warta Ekonomi -

WE Online, Sumatera Selatan - Industri bubur kertas Tanah Air membidik peringkat enam dunia setelah beroperasinya pabrik OKI Pulp & Paper pada Oktober 2016 yang memiliki kapasitas produksi dua juta ton per tahun.

Menteri Perindustrian Saleh Husin pada kunjungan ke lokasi pabrik di Desa Bukit Batu, Kecamatan Air Sugihan, OKI, Selasa (1/3/2016), mengatakan target itu sangat mungkin tercapai dengan keberadaan OKI Pulp & Paper karena saat ini sudah di peringkat sembilan dunia dengan kapasitas produksi terpasang sebesar 12 juta ton pulp per tahun dari 81 perusahaan.

"Indonesia memiliki keunggulan dibandingkan negara pesaing karena beriklim tropis, sementara negara pesaing seperti Amerika (peringkat satu dunia), Tiongkok dan Jepang (peringkat pertama dan kedua di Asia) beriklim subtropis," kata dia.

Ia menjelaskan bahwa dengan beriklim tropis membuat pohon akasia yang menjadi bahan baku pembuatan bubur kertas dan tisu sudah bisa dipanen pada usia tanam 5-6 tahun, sementara untuk negara beriklim subtropis diperkirakan diatas 10 tahun.

"Ini ditinjau dari sisi ketersediaan bahan baku, belum lagi dari sisi pabriknya sendiri yang merupakan pabrik pulp termodern dan terefisiensi pertama di dunia karena hingga kini belum ada pabrik yang berdiri bersebelahan dengan Hutan Tanam Industri," kata dia.

Lantaran itu pula, Saleh juga optimistis bahwa pada masa mendatang bakal memenangkan persaingan pembuatan tisu di dunia yang menjadi produk hilirisasi bubur kertas.

Oleh karena itu, menurutnya, semua komponen bangsa harus memberikan dukungan pada perkembangan industri bubur kertas Tanah Air ini karena jika tidak maka Indonesia menjadi negara pembeli produk negara lain.

Berdasarkan data Kemenperin diketahui bahwa ekspor pulp dan kertas Indonesia baru mencapai 3,5 juta ton per tahun, sementara impor mencapai 1,62 juta ton.

Ia mengatakan ini mengaitkan dengan munculnya kampanye hitam terhadap produk Indonesia saat terjadi kebakaran hutan dan lahan Hutan Tanam Industri tahun lalu.

"Sekarang harus memilih, mau produk asing masuk atau Indonesia membuat bahan jadinya sendiri ?. Jika sudah memilih untuk membuat sendiri agar dapat suatu nilai tambah seperti terserapnya tenaga kerja, maka semua pihak harus mendukung, dan dalam hal ini negara memastikan akan memberikan jaminan investasi karena sejatinya tidak mungkin perusahaan yang sudah berinvestasi Rp40 triliun membakar gudangnya sendiri," kata dia.

Pembangunan kontruksi pabrik OKI Pulp & Paper telah mencapai 88,8 persen sejak dimulai pada 2013 di lahan seluas 1,7 hektare.

Sebanyak tujuh perusahaan HTI (empat di OKI dan tiga di Muba Banyuasin) akan menjadi pemasok kebutuhan bahan baku.

Direktur OKI Pulp & Paper Suhendra Wiriadinata dalam kesempatan yang sama mengatakan pabrik ini ditargetkan rampung pada Oktober 2016 dengan melakukan ekspor perdana ke sejumlah negara tujuan, salah satu yang utama yakni Tiongkok.

"Hampir 95 persen pulp yang diproduksi akan diekspor dari total 2 juta ton produksi per tahun, sementara untuk tisu yang menjadi hilirisasinya ditargetkan sebanyak 500.000 ton per tahun. Saat ini perusahaan sedang mengurus perizinan pembangunan pelabuhan ekspor di Selat Bangka," kata Suhendra.

Sementara itu, keberadaan pabrik pulp terbesar di Indonesia ini sudah memberikan dampak positif bagi terserapnya tenaga kerja lokal yakni mencapai 52 persen dari total 15 ribu orang pekerja.

Sedangkan untuk devisa negara diperkirakan akan menyumbang sebesar 1,5 miliar dollar per tahun atau meningkat nilai ekspor Sumatera Selatan sebanyak 45 persen. (Ant)

Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

Editor: Vicky Fadil

Advertisement

Bagikan Artikel: