Perburuan hiu terjadi di Indonesia hingga kini, bahkan negara ini berada di peringkat nomor satu yang paling banyak memburu ikan laut itu, baik untuk diperdagangkan maupun untuk konsumsi.
"Dilansir dari Traffic 2011 dan FAO, dari 20 negara, Indonesia di urutan pertama, dengan total tangkapan 13 persen dari total tangkapan global, artinya hampir 100 ribu ton setiap tahunnya," ujar Oceaner campaigner dari Greenpeace Indonesia, Sumardi Ariansyah saat ditemui di Jakarta, Rabu (17/8/2016).
Indonesia bersama India dinilai bertanggung jawab atas 20 persen tangkapan hiu di seluruh dunia selama periode 2002?2011.
Pada dasarnya, hiu rentan tereksploitasi berlebih karena memiliki karakteristik biologis yang lambat dewasa, memiliki sedikit keturunan dan berumur panjang. Selain itu, kegiatan perikanan yang tidak bertanggung jawab salah satunya melalui metode "shark finning", juga menjadi ancaman bagi para hiu. Menurut Sumardi, 70 persen hiu yang tertangkap nelayan atau penangkap merupakan tangkapan sampingan, bukan target utama.
"Kami sudah melakukan advokasi pada industri-industri penangkap ikan untuk mengubah cara tangkapnya, dengan yang lebih berkelanjutan. Salah satunya dari alat tangkap," kata Sumardi.
Selain itu, tingginya permintaan atau konsumsi sirip hiu juga menjadi penyebab.Oleh klarena harga jual sirip hiu yang tinggi, maka nelayan seakan tak mempermasalahkan jika hiu "ikut terjaring".
"Harga jual hiu sangat mahal (untuk hiu langka seperti tiger shark bisa mencapai Rp 2 juta untuk sirip saja). Nelayan bisa diuntungkan, namun lingkungan merugi," pungkas Sumardi. (Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: