Anggota Komisi VII DPR Mochtar Tompo menyatakan PT Freeport Indonesia mulai menunjukkan arogansinya bak perusahaan swasta zaman kolonial Belanda, Vereenigde Oost Indische Compagnie (VOC).?
?Setelah mempelajari sejumlah dokumen, mulai dari Kontrak Karya 1991, Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Peraturan Menteri, hingga surat dari Freeport yang menolak IUPK, saya menyimpulkan bahwa Freeport adalah reinkarnasi VOC,? kata Mochtar Tompo di Jakarta, Senin (13/3/2017).
Politikus Partai Hanura ini menyebut PT FI tidak punya itikad baik untuk membangun smelter, sesuai yang dipersyaratkan UU Minerba. Belakangan, Freeport berdalih, bahwa mereka akan melanjutkan pembangunan Smelter, jika diberikan kepastian perpanjangan kontrak setelah 2021. Kedua, ketika Freeport bersurat untuk melakukan perubahan bentuk pengusahaan pertambangan menjadi IUPK (Izin Usaha Pertambangan Khusus), perusahaan asal Amerika Serikat itu meminta kontrak karya melewati tahun 2021, atau perpanjangan operasi 2021-2041.
?Untung orang yang memimpin Kementerian ESDM, berkepala dingin seperti Pak Ignasius Jonan. Kalau saya menterinya, tanpa pikir panjang lagi, saya langsung usir mereka. Ini negeri kita, kok mereka mau mendikte. Seolah negara ini tidak punya kedaulatan,? tambahnya.
Tompo yang pernah bersitegang dengan mantan Presiden Direktur PT FI, Chappy Hakim ini menambahkan selama ini Freeport selalu mengatasnamakan Kontrak Karya (KK), untuk melanggar sejumlah UU atau peraturan yang berlaku di Indonesia. Padahal, dalam pasal 3 KK, ditegaskan bahwa PTFI adalah suatu badan usaha yang didirikan berdasarkan UU Republik Indonesia, serta tunduk kepada UU dan yurisdiksi pengadilan di Indonesia.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Ferry Hidayat
Editor: Dewi Ispurwanti