Indonesia dinilai gagal membangun demokrasi ekonomi karena dianggap belum mampu memberikan rasa adil atau pemerataan ekonomi bagi seluruh masyarakat dalam proses produksi, konsumsi, dan distribusi kebutuhan.
Ketua Umum Asosiasi Kader Sosio-Ekonomi Strategis (Akses) Suroto mengatakan sistem demokrasi ekonomi itu harus mampu memunculkan partisipasi masyarakat secara konkret.
"Tanpa partisipasi itu sebetulnya rezim ini anti-demokrasi. Sebab demokrasi politik yang minus demokrasi ekonomi itu ialah plutokarkhi, kuasa jatuh di tangan segelintir elit kaya dan politik," katanya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Sabtu (29/7/2017).
Hal itu kata dia, masih tampak terjadi di Indonesia sehingga terlihat indikasi kesenjangan sosial ekonomi yang semakin buruk sejak Indonesia merdeka itu.
Ia mencontohkan rasio gini di Indonesia masih sekitar 0,40 persen, penguasaan aset nasional 52,3 persen di antaranya dikuasai oleh 1 persen populasi penduduk, sementara kontribusi koperasi hanya 1,7 persen dari produk domestik bruto.
"Harus ada perombakan besar-besaran agar sistem demokrasi ekonomi itu dapat berjalan," ujarnya.
Suroto menyarankan agar dilakukannya reformasi regulasi dengan merevisi seluruh Undang-Undang terkait ekonomi dan kemasyarakatan yang tidak sesuai dengan konstitusi.
"Kemudian melakukan langkah reforma agraria dengan progresif dan melakukan reforma korporasi dengan mewajibkan setiap perusahaan untuk membagi saham dan membatasi rasio gaji," tuturnya.
Hal yang juga disarankannya yakni mendorong model kepemilikan demokratis seperti koperasi dan perusahaan sosial. "Tren global saat ini sedang mengarah ke demokrasi ekonomi dan kita masih sangat tertinggal," imbuhnya. (CP/Ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo
Tag Terkait: