Saham-saham badan usaha milik negara (BUMN) sektor pertambangan seperti PT Aneka Tambang (Persero) Tbk (ANTM), PT Tambang Batubara Bukit Asam (Persero) Tbk (PTBA), dan PT Timah (Persero) Tbk (TINS) sedang memberikan return negatif.
Bila ditelaah, saham ANTM mengalami penurunan di perdagangan akhir pekan ini menjadi Rp675 per saham. Padahal, posisinya sempat di posisi Rp740 per saham di akhir Agustus 2017.
Hal yang sama terjadi pada saham PTBA. Bahkan, saham Bukit Asam hingga penutupan perdagangan saham Jumat (22/9/2017) mengalami penurunan 150 poin (1,44 persen) ke posisi Rp10.275 per saham, padahal posisinya sempat berada di Rp12.375 per saham di akhir Agustus 2017.
Adapun, saham TINS juga melepem ke posisi Rp880 per saham di akhir penutupan perdagangan bursa pekan ini. Meski, di akhir Agustus 2017 lalu saham perseroan masih berada di posisi Rp1.075 per saham.
Penurunan tersebut ditengarai karena adanya rencana Kementerian ESDM untuk menyusun kebijakan pertambangan nasional.
Salah satunya wacana pembatasan margin keuntungan batu bara, serta kenaikan harga gas gas Conoco Phillips Indonesia (COPI) pun memberi dampak kepada PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGAS). Pada Jumat kemarin saja harga saham PGAS turun 15 poin atau 0,92 persen ke level Rp1,610 per saham dari Rp1,625 per saham pada penutupan hari sebelumya.
Terkait hal tersebut, analis Danareksa Lucky Bayu Purnomo memandang jika memang pemerintah terlalu dinamis dalam menyusun kebijakan untuk industri khususnya sektor pertambangan. Padahal, jika dilihat industri pertambangan hingga saat ini harga komoditas belum mengalami perbaikan yang signifikan.
"PTBA, ANTM, dan emiten BUMN lainnya yang ada dalam sentimen pertambangan akan menuai sentimen negatif karena margin diperketat. Padahal harusnya meningkatkan margin karena harga komoditas membaik," katanya di Jakarta, belum lama ini.
Analis Binaartha Securities Reza Priyambada juga sepakat dengan Lucky. Menurutnya, secara tidak langsung, rencana pengaturan margin di sektor pertambangan membuat pelaku pasar enggan untuk masuk ke saham-saham di sektor tersebut.
Pasalnya, pelaku pasar melihat jika perbaikan yang terjadi pada harga komoditas dunia tak akan memberi pengaruh yang signifikan kepada kinerja emiten di sektor itu.
"Karena jika harga komoditas naik di luar pelaku pasar sudah enggak excited di saham tambang karena toh juga akan turun. Kalau dilihat beberapa periode sebelumnya ketika harga CPO baik harga saham perkebunan naik. Ketika harga komoditas naik semua saham pertambangan naik. Bahkan BUMI?saja naik. Kalau sekarang dengan adanya aturan tersebut harga naik berapa persen pun enggak akan berpengaruh," ujarnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Annisa Nurfitri
Editor: Cahyo Prayogo