Sri Sultan Hamengkubuwono X membantah akan turun tahta pasca adanya putusan hasil uji materi Mahkamah Konstitusi tentang Pasal 18 Ayat (1) huruf m UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta.
"Saya belum mau pensiun, (putusan itu) tidak bicara begitu tapi soal gubernur sebagai pejabat publik sebagai bagian dari NKRI mestinya tidak mengenal jenis kelamin, tidak membedakan, tapi dalam pasal 14 huruf m (UU Keistimewaan DIY) malah masuknya sepotong-sepotong, jadi tidak proporsional, dari pada orang mempersoalkan hal itu maka keputusannya 'kan dihapus, begitu," kata Sri Sultan Hamengkubuwono X di lingkungan Istana Kepresidenan Jakarta, Selasa (10/10/2017).
Pada 31 Agustus 2017, uji materi Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan Pasal 18 Ayat (1) huruf m UU Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta yang menyatakan "calon gubernur dan calon wakil gubernur adalah warga negara Republik Indonesia yang harus memenuhi syarat: m. menyerahkan daftar riwayat hidup yang memuat, antara lain, riwayat pendidikan, pekerjaan, saudara kandung, istri dan anak" bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat.?Menurut MK, rumusan Pasal 18 Ayat (1) Huruf m UU Keistimewaan DIY mengandung pembatasan terhadap pihak-pihak yang statusnya tidak memenuhi kualifikasi dalam norma a quo untuk menjadi calon kepala daerah yang di dalamnya termasuk perempuan.
"Seharusnya itu masalah internal keraton, sebagai gubernur masa hanya harus minta izin istri? Jadi (berdasarkan putusan MK), bukan hanya laki-laki dan perempuan yang bisa jadi gubernur, tapi laki-laki yang tidak punya istri dan yang tidak punya anak juga bisa jadi gubernur. Itu yang dianggap pemohon itu tidak betul 'kan berarti pemerintah membedakan warga negara," kata Sri Sultan.
Seperti diketahui, Sri Sultan yang memiliki empat putri itu pada 31 Desember 2015 pernah mengeluarkan "sabda" yang menyatakan bahwa penggantinya sebagai Raja Keraton Yogyakarta harus berasal dari keturunannya.?Sedangkan pada 5 Mei 2015, Sri Sultan juga mengeluarkan "dhawuh" atau perintah raja berisi perubahan nama putri pertamanya, GKR Pembayun, menjadi GKR Mangkubumi Hamemayu Hayuning Bawono Langgeng Ing Mataram.?Sejumlah pihak menilai perintah itu sebagai indikasi bahwa GKR Mangkubumi akan diangkat sebagai raja berikutnya.
"MK lebih tahu isi putusan itu tapi di internal keraton tidak boleh diintervensi siapapun. Biarpun saya makin tua, ya mestinya akan terjadi suksesi. Yang jelas lima tahun ini 'kan enggak (menyerahkan tahta), semoga panjang umur saja," kata Sri Sultan. (ant)
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Ferry Hidayat