Mantan Sekretaris Kementerian BUMN, Muhammad Said Didu mengunggah video tentang kisruh iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.
"Uraian saya tentang BPJS yang seharusnya tidak mengancam rakyat," kata Said Didu lewat Twitternya yang dikutip pada Selasa, 5 November 2019.
Menurut dia, BPJS prinsipnya adalah mengubah pelayanan kesehatan selama ini semi komersial menjadi tanggungjawab negara. "Sehingga, semua diatur oleh negara termasuk harga obat, tarif rumah sakit termasuk tarif dokter juga diatur," ujarnya.
Konsekuensinya, kata dia, ini adalah pilihan bahwa negara mengambil tanggungjawab terhadap pelayanan kesehatan. Dengan demikian, negara harus siap mengambil semua risiko terhadap pengambilan kebijakan tersebut.
"Sekarang terjadi defisit besar-besaran sehingga terjadi dinaikkan iuran BPJS," jelas dia.
Ia menjelaskan pelaksanaan BPJS ini mulai 2014 dan 2015 agak masif. Nah, pada 2015 itu perhitungan iuran kelas 3 untuk masyarakat kelas bawah termasuk ditanggung pemerintah. Saat itu,?Rp38.000 perbulan perorang tapi pemerintah hanya menyiapkan dana Rp24.500 perorang perbulan sehingga terjadi defisit dan defisit ini bertambah terus.
"BPJS menerbitkan namanya peserta mandiri yaitu yang membayar sendiri, itu dulu Rp58.000. Itu oke-oke saja," katanya.
Tapi, Said mengatakan yang terjadi adalah mewajibkan seluruh rakyat Indonesia menjadi peserta BPJS. Dengan regulasi itu maka pemerintah harus bertanggungjawab apabila terjadi gangguan terhadap BPJS Kesehatan.
"Karena tidak ada pilihan rakyat untuk mencari pelayanan lain, harus lewat BPJS," tutur dia.
Problemnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani justru mengancam bahwa apabila seorang tidak membayar iuran BPJS Kesehatan itu layanan publiknya bakal dihambat seperti sekolah, paspor, SIM dan lainnya.
"Ini menurut saya pelanggaran, karena kalau sudah peserta mandiri terserah masyarakat, dia punya pilihan untuk memilih pelayanan lain," katanya.
Ajukan class action
Said menambahkan, masyarakat bisa saja mengajukan gugatan class action terhadap kebijakan pemerintah tersebut, karena masyarakat punya hak.
"Kalau menurut saya seluruh kebijakan yang memaksa orang dan memberi sanksi, itu punya hak untuk itu (class action)," ujarnya.
Sangat menarik, sambungnya, mereka tidak paham bahwa pendidikan itu adalah hak setiap orang sehingga tidak bisa dihambat hanya karena persoalan tidak membayar iuran BPJS Kesehatan.
"Itu tidak rasional mengambil kebijakan seperti itu. Jadi dalam mengambil kebijakan, hak-hak dasar rakyat seperti pendidikan, kesehatan, dokumen-dokumen pribadi itu tidak boleh dihalangi. Ini arogansi dan bikin resah masyarakat," kata Said Didu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Cahyo Prayogo