Kotaku (Kota Tanpa Kumuh), sebuah program di bawah Direktorat Jenderal Cipta Karya (DJCK) Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat, bekerja sama dengan PT Sarana Multigriya Finansial (Persero) (SMF) telah menyelesaikan renovasi 14 rumah tidak layak huni (RTLH) di Yogyakarta. Program tersebut merupakan pilot project yang telah dilanjutkan di daerah Semarang, Pontianak, Bukit Tinggi, dan Makassar.
Dalam media gathering yang diadakan SMF di Yogyakarta, Jumat-Minggu (15-17 November 2019), Warta Ekonomi berkesempatan menemui 4 pemilik rumah yang telah direnovasi. Mereka merasa bersyukur atas program yang telah dilakukan. Namun, beberapa di antaranya merasa bahwa biaya yang dikeluarkan itu kurang untuk merenovasi keseluruhan bagian rumah.
Baca Juga: SMF Telah Salurkan Dana Rp55,17 T
Arung Dirganto(81), warga RT 1 Ledoksari, Kel. Purwokinanti, Kec. Pakualaman, Kota Yogyakarta yang rumahnya direnovasi, mengatakan bahwa dirinya terbantu atas bantuan tersebut. Hanya saja, dana yang didapatkan belum bisa mencukupi keseluruhan renovasi rumahnya. Beberapa bagian rumahnya direnovasi dengan swadaya.
Hal serupa juga diungkapkan Parjilah (73 tahun) dan Narkam (78) tahun. Rumah mereka berhasil direnovasi menjadi layak huni meski perbaikan tersebut tidak mencapai 100% rumah jadi. Perbaikan yang dilakukan lebih ke memperkuat atap dengan rangka besi ringan tanpa plafon, dinding, dan lantai tegel. Rumah Parjilah dan Narkam bahkan belum keseluruhan ruangannya dicat.
Rumah terakhir yang berhasil Warta Ekonomi temui adalah milik Edi Suyono. Dia mengaku rumahnya dulu hampir roboh. Perbaikan yang dilakukan telah berhasil membuat rumahnya kokoh berdiri, tetapi tidak sampai lantainya dikeramik. Meski begitu, dia berharap makin banyak orang yang terbantu oleh kegiatan tersebut.
Di tempat terpisah, Direktur Manjemen Risiko dan Operasional SMF, Trisnadi Yulrisman, mengatakan bahwa besaran penyaluran tersebut telah memaluli kesepakatan antara warga dan Badan Keswadayaan Masyarakat (BKM) sebagai lembaga yang mendistribusikan dana kepada masyarakat.
"Kami membiayai renovsi RTLH dengan dana bina lingkungan yang sifatnya hibah. Besaran tersebut ditentukan sendiri oleh mereka lewat musyawarah. Karena hibah, kami tidak mengharapkan pengembalian. Namun, berdasarkan kesepakatan mereka bahwa harus ada pengembalian 35% agar ada dana berjalan, terserah mereka. Besaran dana disesuaikan kebutuhan dan pengembaliannya pun diatur secara musyawarah. Jadi, kami hanya menyediakan dana," kata Trisnadi dalam konferensi pers, Jumat (15/11/2019) di Yogyakarta.
Sebagai informasi, warga diminta mengembalikan 35% dari keseluruhan biaya yang dihabiskan dengan besaran cicilan dan waktu yang telah disepakati. Besaran dana yang dicicil adalah besaran minimal sehingga jika warga bisa membayar dengan nominal yang lebih besar, waktu pengembalian juga akan makin cepat.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Puri Mei Setyaningrum
Editor: Puri Mei Setyaningrum