Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyambut baik langkah Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang sudah merampungkan perhitungan kerugian keuangan negara terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II.
KPK saat ini menanti BPK menyerahkan laporan hasil perhitungan kerugian negara dari kasus yang menjerat mantan Dirut PT Pelindo II, Richard Joost Lino tersebut.
"Kami tunggu tentunya perhitungan kerugian negara dan kami sangat mengapresiasi kalau memang betul nanti sudah selesai," kata Pelaksana Tugas Juru Bicara KPK, Ali Fikri, kepada awak media, Sabtu (4/1/2020).
Baca Juga: IPCC Beli Gedung Milik Pelindo II Nilainya Ratusan Miliar
BPK sebelumnya mengaku telah merampungkan audit perhitungan kerugian keuangan negara terkait kasus dugaan korupsi proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II. Saat ini BPK sedang menyusun laporan hasil pemeriksaan (LHP) audit perhitungan kerugian keuangan negara terkait kasus Pelindo II.
BPK memprediksi LHP tersebut akan rampung setidaknya dalam waktu dua pekan untuk diserahkan kepada KPK.
Perhitungan kerugian keuangan negara ini menjadi salah satu hambatan KPK dalam menuntaskan kasus ini. Ali Fikri menuturkan, setelah menerima LHP BPK soal perhitungan kerugian negara, penyidik akan bergegas menuntaskan kasus yang sudah berjalan sejak akhir 2015 lalu itu. Salah satunya dengan memeriksa para ahli.
"Teman-teman penyidik tentunya akan melanjutkan pendidikan itu. Pemberkasan dan kemudian nanti melengkapi berkas-berkas kelengkapan. Apakah kemudian tentang ahli atau kemudian yang lain-lain dan bisa dilakukan apa berkas tahap 1 ke Jaksa peneliti sehingga nanti kekurangannya apa, di mana secara formil materiilnya. Sehingga perkara ini akan lebih cepat diselesaikan," ujar Ali.
Pimpinan KPK sebelumnya mengungkapkan, perhitungan kerugian keuangan negara kasus ini terhambat lantaran otoritas Tiongkok tidak memberikan akses kepada KPK untuk mendapatkan data dan informasi mengenai QCC yang diproduksi perusahaan Wuxi Huangdong Heavy Machinery (HDHM) yang beroperasi di Negeri Tirai Bambu tersebut. Padahal, Pelindo II membeli tiga unit QCC dari HDHM.
Meskipun tanpa data dan informasi dari HDHM, Ali Fikri meyakini jaksa KPK mampu membuktikan tindak pidana yang diduga dilakukan RJ Lino. Ali sesumbar, perhitungan kerugian negara dari BPK dan keterangan ahli sudah cukup bagi pihaknya untuk membuktikan adanya kerugian negara dari kasus korupsi tersebut.
"Di dalam pembuktian adanya kerugian negara kita kan acuannya ahli dan BPK ya. Kalau tadi informasinya bahwa BPK sudah menyelesaikan tentunya BPK sudah dapat menghitung berapa komponen-komponen yang ada tanpa kemudian harus melihat dari sisi itu (HDHM). Jadi, kita tunggu mudah-mudahan apa yang disampaikan itu benar, dua minggu ke depan sudah ada perhitungan kerugian negara. Kami sangat mengapresiasi yah," ujar Ali.
Baca Juga:?Bakal Periksa 24 Saksi Soal Korupsi Jiwasraya, Kejagung Awali dengan Periksa 2 Saksi
Kasus ini telah ditangani KPK sejak akhir 2015 lalu, namun hingga kini proses penyidikannya belum juga rampung. Bahkan, KPK belum menahan RJ Lino yang terakhir kali diperiksa pada 5 Februari 2016 lalu. Ali memastikan tim penyidik akan menahan RJ Lino, namun Ali belum dapat memastikan kapan upaya paksa itu akan dilakukan.
"Seperti di kasus yang lain ya, di KPK ini hampir tidak ada yang kemudian perkaranya tidak dilakukan upaya paksa ya, tapi kalau kemudian nanti, untuk perkara ini kan kami harus pastikan seperti sejauh mana penyidik akan agendakan itu. Sementara ini kami belum bisa sampaikan," lanjut dia.
Dalam kasus ini, KPK menyangka Lino telah melawan hukum dan menyalahgunakan wewenangnya sebagai Dirut PT Pelindo II untuk memperkaya diri sendiri, orang lain, dan atau korporasi dengan memerintahkan penunjukan langsung perusahaan asal Tiongkok, HDHM sebagai pelaksana proyek pengadaan tiga unit QCC di PT Pelindo II.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Rosmayanti