Sejak corona menyebar pesat di Tanah Air, para pelajar di berbagai daerah diminta untuk belajar dari rumah. Apalagi, ditambah dengan adanya kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Yang jadi pertanyaan, bagaimana perasaan para pelajar ketika harus menjalani pembelajaran jarak jauh selama berminggu-minggu?
Sekretaris Deputi Bidang Tumbuh Kembang Anak, Eko Novi mengungkap, sebanyak 58% anak tidak merasa senang ketika harus belajar dari rumah. Angka itu didapat melalui survei Ada Apa dengan COVID-19 (AADC-19) guna mengetahui persepsi dan pengetahuan anak tentang corona, serta perasaan dan harapan di tengah pandemi tersebut.
“Berdasarkan hasil survei, khususnya terkait persepsi anak tentang belajar di rumah, sebanyak 58% anak merasa tidak senang saat menjalani proses tersebut, karena mereka sulit berinteraksi dengan teman-temannya,” kata Eko Novi, Jakarta, Sabtu (11/4/2020).
Baca Juga: Ojol Boleh Angkut Penumpang di Tengah PSBB Jakarta, Asalkan . . . .
Di sisi lain, 38% anak juga menyatakan sekolah belum memiliki program yang baik dalam penerapan belajar di rumah. Mereka berharap sekolah tidak memberikan tugas terlalu banyak, tapi lebih menerapkan pola belajar dengan komunikasi dua arah dengan guru dan melaksanakan pembelajaran yang efektif.
Selain itu, kata Eko, hasil survei AADC-19 menunjukan, sumber informasi terkait covid-19, paling banyak diterima anak-anak melalui internet. "70 persen anak mempercayai infomasi yang mereka terima valid, dan 73 persen menganggap sudah cukup informatif,” ujar Eko Novi.
Eko Novi menjelaskan, penyebaran Covid-19 juga memberikan pengaruh pada anak, 98% anak merasa kebiasaan dan pola hidup mereka menjadi lebih bersih dan sehat. Tetapi ada yang merasa paranoid, takut dan juga biasa saja.
Menurutnya, kelompok ini yang harus diwaspadai karena perasaan takut yang berlebihan akan mengganggu psikologis anak dan yang menganggap hal ini biasa saja juga akan membuat anak tidak peduli terhadap kondisi ini.
Lebih lanjut Eko Novi menuturkan hampir semua responden yaitu 98,7% menganggap gerakan #dirumahaja adalah hal yang sangat penting dan penting. Untuk itu, harapan mereka tentang belajar di rumah adalah adanya komunikasi dua arah dan pelaksanaan pembelajaran yang efektif; guru mampu memberikan penjelasan materi secara maksimal serta adanya tugas yang lebih kreatif.
Selain Survei AADC-19, dalam upaya untuk mencegah dan menangani Covid-19, FAN juga telah melakukan berbagai program dan kegiatan, yaitu membuat himbauan pencegahan Covid-19 dengan bahasa daerah, membuat tantangan (challenge) FAN melalui Tik Tok Self Quarantine dan surat untuk tenaga medis; menyelenggarakan Time to Know FAN tentang Covid-19, dan kampanye menggunakan twibbon campaign #dirumahaja.
Sementara itu, Ketua Gugus Kerja Kampanye dan Media Save The Children Indonesia, Jonathan Victor Rembeth menekankan pentingnya memenuhi hak partisipasi anak, seperti memberikan anak ruang untuk mengungkapkan pendapat dan pandangannya, ikut mempengaruhi pengambilan keputusan, dan mencapai suatu perubahan.
Anak adalah masa depan keluarga dan bangsa, inilah saat terbaik untuk memperbaiki kualitas mereka baik dari kesehatan, pendidikan, dan melindungi mereka dari kekerasan.
“Saya mengajak seluruh pemangku kepentingan baik pemerintah, dunia usaha, lembaga masyarakat, orangtua, guru, dan semua pihak untuk mendengarkan suara anak, dan melakukan hal terbaik bagi mereka. Melibatkan anak untuk berpartisipasi tentu akan membuat strategi dalam pencegahan dan penanganan Covid-19 menjadi lebih tepat dan tidak menimbulkan kerentanan lainnya bagi anak,” papar Victor.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Tanayastri Dini Isna
Tag Terkait: