Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Gembar-gembor 18 Pembantu Jokowi Dilengserkan Cuma Hoaks?

        Gembar-gembor 18 Pembantu Jokowi Dilengserkan Cuma Hoaks? Kredit Foto: Antara/BPMI Setpres/Handout
        Warta Ekonomi -

        Kaget mendengar ada isu bakal ada reshuffle besar-besaran, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Pratikno memberanikan diri bertanya langsung ke Presiden Jokowi. Kepada Pratikno, Jokowi dengan tegas menyatakan tidak benar isu tersebut.

        "Saya mengonfirmasi perihal ini (isu reshuffle) kepada beliau (Presiden) kemarin," kata Pratikno dalam keterangannya yang dibagikan ke wartawan, kemarin.

        Selama hampir dua bulan ini, memang isu reshuffle terus menggelinding seperti bola salju. Isu reshuffle menguat saat video Jokowi marahin para menteri Juni lalu, diedarkan Istana ke publik. Tapi, isu reshuffle sempat meredup.

        Baca Juga: Reshuffle Makin Santer, PDIP Lakukan Ini ke Kader Pembantu Jokowi

        Baca Juga: Sri Mulyani Sesumbar Langkah Pemerintah Sudah Extraordinary

        Pekan kemarin, isu ini kembali memanas setelah Presidium Indonesia Police Watch (IPW) Neta S Pane mengaku dapat info Jokowi bakal melakukan pergantian kabinet besar-besaran. Sedikitnya, ada 18 anggota kabinet yang akan digeser dan diganti.

        Terkait omongan Neta ini, Pratikno sampai kaget. Dia juga tak membantah isu reshuffle ini juga mengejutkan para menteri lainnya. Apalagi disebutkan ada 18 menteri yang akan digeser atau diganti.

        "Itu tidak benar," tegas Pratikno, kembali menyatakan pernyataannya itu telah dikonfirmasikan langsung ke Jokowi. 

        Pratikno juga memastikan, hari-hari ini para menteri sedang konsentrasi luar biasa menghadapi krisis kesehatan dan krisis perekonomian.

        "Pak Presiden selalu perintahkan kepada menteri untuk fokus bekerja, fokus menyelesaikan krisis, dan fokus membajak momentum krisis ini untuk melakukan lompatan kemajuan di segala bidang," jelas eks Rektor UGM ini. 

        Pratikno mengatakan, saat ini masyarakat membutuhkan kerja cepat dari pemerintah untuk menghasilkan solusi dan mengatasi pandemi yang tengah berlangsung di Indonesia. Selain itu, para menteri juga akan terus bersinergi satu sama lain dalam menangani krisis.

        "Krisis kesehatan segera selesai, krisis perekonomian segera selesai, dan justru kita sekali lagi melakukan lompatan kemajuan ke depan. Jadi tolong kita semuanya fokus untuk bekerja," katanya. 

        Sebelumnya, Jubir Kepresidenan Fadjroel Rachman juga membantah soal reshuffle besar-besaran ini. "Tidak ada," tegas Fadjroel. Menurutnya, semua menteri saat ini sedang bekerja keras. "Menghadapi Covid-19 serta pemulihan dan transformasi ekonomi nasional," lanjutnya. 

        Apakah tepat Jokowi kalau tak melakukan reshuffle? Pengamat politik dari UIN Jakarta Adi Prayitno menyayangkan. Menurut dia, saat ini adalah waktu yang tepat bagi Jokowi jika ingin melakukan reshuffle. Soalnya, dari opini publik diketahui rakyat menilai sejumlah menteri layak diganti.

        "Dari hasil survei diketahui sudah banyak nama-nama yang layak diganti. Tapi kan kocok ulang hak Presiden, bukan hak opini rakyat," kata Adi saat dikontak kemarin. 

        Namun, Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia ini menyebut, keputusan melakukan reshuffle bukan perkara mudah. Apalagi dalam kondisi seperti ini. "Reshuffle itu pilihan rumit. Antara tuntutan kerja maksimal dan kepentingan politik. Jokowi mesti pandai menjaga keseimbangam ini," kata Adi.

        Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi mengatakan, kepercayaan publik terhadap sejumlah menteri sudah menurun. Sebut saja Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto.

        "Masalahnya, yang punya hak prerogatif untuk mengganti adalah Presiden. Kalau misalnya Presiden masih mempertahankan, tentu pertanyaan wajib kita arahkan kenapa masih mempertahankan," kata Burhanuddin. 

        Keputusan Jokowi tidak melakukan reshuffle, menurut Burhan, menimbulkna konsekuensi. Publik akan menilai kemarahan Jokowi kepada menterinya selama ini hanya gimik. Lama kelamaan publik tidak mempertanyakan kinerja para menteri ketika Jokowi marah lagi.

        "Kemarahan itu akan kembali ke alamat pengirim. Artinya kemarahan makin lama makin kehilangan kredibilitas kalau tidak diikuti langkah konkrit," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: