Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        RUU Penanggulangan Bencana Masuk Prolegnas, Pusat-Daerah Harus Patungan Dana

        RUU Penanggulangan Bencana Masuk Prolegnas, Pusat-Daerah Harus Patungan Dana Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Panitia Kerja (Panja) Komisi VIII DPR RI membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Penanggulangan Bencana yang akan mengubah UU 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana di ruang kerja Komisi VIII, Gedung Nusantara II, DPR RI Senayan pada Kamis (17/9/2020).

        Dalam tahap Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU), Panja Komisi VIII mengundang perwakilan masyarakat sipil, yaitu Amcolabora Institute, Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Yappika, ACT, AMPU-PB, MPBI, Smeru  Institute, Pujiono Centre, dan koalisi masyarakat sipil penyandang disabilitas.

        Wakil Ketua Panja, TB Ace Hasan Syadzily, saat membuka Panja, menyebut pentingnya RUU Penanggulangan Bencana ini karena masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) DPR RI.

        Baca Juga: Kabar Baik, Mensos Upayakan Bansos PKH bagi Pengidap TBC

        "Pentingnya partisipasi masyarakat dalam proses dan penyusunan RUU karena UU ini adalah untuk masyarakat juga," kata dia dalam keterangannya kepada redaksi Warta Ekonomi (18/9/2020).

        Direktur Eksekutif Amcolabora Institute, Nukila Evanty menyatakan bahwa ada enam isu atau tantangan dari penanggulangan bencana di Indonesia. Pertama, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah kurang berjalan baik. Kedua, wewenang dan kapasitas kelembagaan daerah dalam penanggulangan bencana kurang efektif.

        Lalu, program mitigasi bencana dengan pemangku kepentingan lainnya kurang bersinergi, terutama masyarakat sipil kurang dilibatkan. Keempat, minimnya standardisasi peringatan dini dan tanggap darurat bencana pemerintah pusat dan pemda. Selanjutnya, kurangnya profesionalitas dalam penanggulangan bencana.

        "Terakhir belum dimanfaatkannya Iptek dan kurang dilibatkan kewirausahawan untuk bagian dari solusi," ucapnya.

        Nukila menjabarkan solusi dalam penanggulangan bencana ialah dengan Formula 8, yakni keterkaitan kebijakan hulu-hilir, tata kelola kolaboratif, pengambilan keputusan yang cepat dan adaptif, sinergi pusat dan daerah, inklusivitas dan kesetaraan, literasi publik dan respons cepat tangguh bencana.

        "Tujuh, diskursus sipil–militer dalam peningkatan kinerja penanggulangan bencana, dan delapan, paradigma yang disesuaikan dengan perkembangan isu global, misalnya perubahan iklim," beber Tim Ahli Asistensi RUU Penanggulangan Bencana ini.

        Dia menekankan bahwa keterkaitan kebijakan hulu-hilir, antara lain perlunya penataan ruang berbasis risiko bencana, keterkaitan dan daya dukung desa-kota (smart and resilient), serta kebijakan terkait tren global penyakit  pandemi Covid-9.

        Dalam tata kelola kolaboratif, Nukila menekankan pentingnya kolaborasi antarpemangku kepentingan (penta helix), tidak bisa sendiri-sendiri. "Perlu advokasi peran strategis lembaga penelitian atau akademisi LSM, relawan dan media, kepemimpinan yang efektif dalam situasi krisis serta inovasi pembiayaan non-pemerintah," tegasnya.

        Sedangkan, sinergi antarpusat dan daerah adalah, kata dia, perlu ada strategi sharing pendanaan (APBN/APBD).

        Dia menambahkan, "literasi publik dan respon cepat tangguh bencana juga perlu diperkuat, antara lain melalui pembentukan desa tangguh bencana, manajemen krisis tingkat RT/RW, keluarga tangguh bencana, sekolah tangguh bencana, dan penguatan relawan."

        Acara RDPU ini juga dihadiri oleh Anggota DPR John Kennedy dari Fraksi Partai Golkar, Jefry Romdonny dari Gerindra, Diah Pitaloka dari PDIP, dan acara ditutup oleh Ketua Panja Yandri Susanto dari PAN.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Rosmayanti

        Bagikan Artikel: