Pengusaha jasa konstruksi menyambut gembira Perarturan Pemerintah (PP) No 22 tahun 2020 khususnya terkait rencana pemerintah meningkatkan TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri).
Ketua Umum BPD Gabungan Pelaksana Konstruksi Nasional (Gapensi) Jawa Timur, Agus Gendroyono mengungkapkan salah satu poin dari PP tersebut adalah bagaimana optimalisasi penggunaan produk dalam negeri. Semua material konstruksi nantinya harus teregistrasi dalam sistem berdasarkan spesifikasi pemilik inginkan. Penggunaan produk dalam negeri inilah yang menjadi momentum yang sangat tepat untuk pemulihan ekonomi pasca pandemi.
“Hal ini tentu dibutuhkan semangat nasionalisme bersama, disaat banjirnya produk asing di Indonesia dengan harga lebih murah dari pada produksi dalam negeri,”Ucap Agus pada Jumat (25/9/2020).
Baca Juga: Tips Keuangan: Beli Produk Diskon Jelang Resesi, Buntung atau Untung?
Baca Juga: Meriahkan Hari Tani, YESS hadir Bersama Hasil Produk PWMP
Ia pun membandingkan manufaktur di Cina yang mendapat banyak stimulus dari pemerintahannya selain tentunya tenaga kerja murah. Oleh karena itu Agus meminta hal yang sama perlu dilakukan pemerintah Indonesia kepada produk baja di dalam negeri.
“Untuk itu harus kita cari formula untuk mereduksi ongkos produksi dalam negeri dengan tentu saja harus ada stimulus dari pemerintah atau dalam skema lainya,” tambah pengusaha asal Jawa Timur ini.
Sebagai contoh rendahnya harga jual baja impor dimungkinkan karena banyaknya subsidi pemerintah dari negara pengekspor. Antara lain pengalihan kode tarif barang yang berimbas kepada perbedaan bea masuk.
"Padahal industri baja lokal memiliki kemampuan memenuhi volume dan standar kualitas yang dibutuhkan. Jadi sampai kapan kita harus kalah bersaing dengan China. Untuk itu turunnya PP No 22 tahun 2020 harus jadi motivator para vendor untuk memperbesar penggunaan produksi dalam negeri, sebagai upaya pemenuhan syarat registrasi material jasa konstruksi yang segera diintegrasikan oleh kementerian PUPR,”Ucapnya.
Agus mengatakan dukungan terhadap PP di atas semakin kuat karena bila industri baja dalam negeri mati, maka kita akan semakin tergantung pada impor. Pihak luar kata dia akan dengan mudah mempermainkan harga.
Di sisi lain tenaga kerja dalam negeri akan kehilangan mata pencarian, sementara para tenaga ahli dan perusahaan industri baja kita juga akan kehilangan kesempatan menunjukkan kompetensi mereka dalam persaingan di tingkat global.
Selain itu ia mengungkap sinyalemen tentang baja impor yang dikapalkan sudah mendapat stempel SNI. Dimana seakan-akan produk dalam negeri, tapi kenyataannya adalah barang dari luar. Karena itu Agus mengingatkan agar siapapun jangan mencuri peluang dari kesulitan melakukan pengawasan.
“Tanpa kejujuran semua pihak, maka upaya pemerintah menerbitkan PP ini akan sia-sia.Kalau dibiakan kondisi ini tanpa ikut campur pemerintah, maka situasi yang amat dilematis akan dihadapi kita semua. Di satu sisi ekonomi dalam negeri akan lumpuh, daya beli masyarakat akan mengecil, PHK akan semakin banyak dan kita akan jadi negara konsumtif,”ujarnya.
Ia pun yakin bahwa terbitnya PP Nomor 22 tahun 2020 bukan hanya memudahkan badan usaha jasa konstruksi Indonesia untuk bangkit kembali setelah sekian lama terjebak dalam pandemi yang tidak menentu ini, tetapi menyalakan kembali api produksi barang dan jasa di dalam negeri.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Boyke P. Siregar
Editor: Tanayastri Dini Isna
Tag Terkait: