Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Matahari Gigit Jari, Apa Kabar Ramayana dan Kawan-Kawan?

        Matahari Gigit Jari, Apa Kabar Ramayana dan Kawan-Kawan? Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pengurangan operasional semasa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku industri perdagangan ritel. Dampak kebijakan tersebut bahkan berujung pada penutupan gerai-gerai secara permanen karena tak bisa memberi kontribusi yang maksimal terhadap keuangan perusahaan.

        Baca Juga: Gak Disangka-Sangka! Perusahaan Milik Konglomerat Prajogo Pangkas Rugi Gede-Gedean!

        Kabar yang paling baru adalah perusahaan ritel milik Lippo Group, yakni PT Matahari Department Store Tbk (LPPF) terpaksa menutup permanen tujuh gerai miliknya sepanjang tahun 2020 ini. Bukan cuma penutupan gerai, perusahaan pun harus gigit jari karena menanggung rugi hingga ratusan miliar rupiah pada kuartal III tahun 2020. Untuk lebih jelasnya, simak rangkuman kinerja keuangan emiten perdagangan ritel berikut ini. Baca Juga: Perusahaan Milik Crazy Rich Salim: Sari Roti Dongkrak Penjualan Secara Drastis!

        Matahari Department Store

        Memasuki paruh kedua tahun 2020, kabar kurang mengenakaan datang dari PT Matahari Department Store Tbk (LPPF). Sepanjang kuartal III tahun 2020, penjualan Matahari merosot tajam hingga 57,5% menjadi Rp3,3 triliun. Meski beban operasional mampu ditekan 29,3% pada periode yang sama, Matahari tetap harus merugi hingga Rp617 miliar per 30 September 2020.

        CEO dan Wakil Presiden Direktur Matahari, Terry O'Connor, mengungkapkan bahwa anjloknya penjualan merupakan imbas dari penurunan jumlah kunjungan ke gerai semasa pemberlakuan PSBB. Guna mengurangi dampak pandemi Covid-19 yang lebih parah, Matahari pun melakukan restrukturasi bisnis, salah satunya dengan menutup permanen tujuh gerai format besar dan seluruh gerai khusus miliknya.

        Pada saat yang bersamaan, Matahari membuka tiga gerai format besar. Sampai dengan saat ini, Matahari mengoperasikan 153 gerai di 76 kota di seluruh Indonesia dan berniat untuk mengakhiri tahun ini dengan portofolio sekitar 150 gerai format besar yang menguntungkan.

        "Semua rencana pemulihan kami berjalan sesuai rencana, namun peningkatan kunjungan ke gerai kami tertahan oleh PSBB pada September 2020. Gerai kami terus menjunjung tinggi 5 Komitmen Matahari dan tetap melayani pelanggan dengan baik dengan protokol kesehatan yang ketat," pungkas Terry beberapa waktu lalu.

        Sementara Matahari telah merilis kinerja keuangan kuartal III 2020, emiten perdagangan ritel lainnya hingga kini belum melaporkan kinerja keuangan untuk paruh kedua tahun ini. Sebagai pengingat, sampai dengan semester I 2020 lalu, nasib emiten ritel tak jauh berbeda, yakni sama-sama tertekan. Berikut adalah beberapa di antaranya.

        2. Ramayana 

        Kompetitor dari Matahari, yakni PT Ramayana Lestari Sentosa Tbk (RALS) tercatat membukukan laba bersih sebesar Rp5,36 miliar pada semester I 2020. Jika dibandingkan dengan semester I 2019, angka tersebut amblas hingga 99,1% dari yang sebelumnya Rp590 miliar. 

        Anjloknya keuntungan Ramayana sejalan dengan pendapatan atau penjualan perusahaan yang mengalami kontraksi sedalam 57,8% dari Rp3,49 triliun pada Juni 2019 menjadi Rp1,47 triliun pada Juni 2020 lalu. Manajemen Ramayana mengaku, menurunnya omzet perusahaan secara signifikan terjadi karena imbas dari penutupan gerai dan penurunan daya beli masyarakat selama pandemi.

        "Penjualan kotor di kuartal kedua tahun 2020 menyumbang penurunan terbesar imbas dari penutupan gerai, pembatasan jam operasional gerai, serta menurunnya daya beli masyarakat. Padahal, kuartal kedua periode yang sangat krusial bagi Ramayana, di mana terdapat musim lebaran yang berkontribusi besar terhadap penjualan dan laba perusahaan," tegas manajemen beberapa waktu lalu.

        3. Ace Hardware

        Beralih ke emiten ritel berikutnya, yaitu PT Ace Hardware Indonesia Tbk (ACES). Perusahaan yang menjual berbagai perkakas rumah tangga ini mengantongi penjualan bersih sebesar Rp3,65 triliun pada semester I 2020. Capaian tersebut menurun 7,86% jika dibandingkan dengan penjualan bersih semester I 2019 yang menembus Rp3,96 triliun. 

        Dua segmen yang menopang pendapatan Ace Hardware mengalami penurunan pada enam bulan pertama tahun ini. Penjualan produk perbaikan rumah tangga menurun 9,22% menjadi Rp1,87 triliun, sedangka produk gaya hidup menurun 5,36% menjadi Rp1,59 triliun. Begitu pun dengan penjualan produk mainan yang terpangkas 20,25% menjadi hanya Rp118,99 miliar.

        Dengan pendapatan yang menurun, raihan laba atau keuntungan Ace Hardware pun ikut terpangkas. Merujuk ke laporan keuangan perusahaan, Ace Hardware memperoleh laba sebesar Rp360,16 miliar atau 23,83% lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai Rp472,86 miliar. 

        Kabar baiknya, Ace Hardware mampu memperbaiki beban pokok pendapatan dari yang sebelumnya Rp2,09 triliun pada semester I 2019 menjadi hanya Rp1,85 triliun pada semester I 2020. Terhitung sampai dengan Juni 2020, Ace Hardware tercatat memiliki aset senilai Rp7,09 triliun dengan liabilitas sebesar Rp2,1 triliun.

        4. Hero Supermarket

        Emiten ritel berikutnya yang juga terdampak signifikan oleh pandemi adalah PT Hero Supermarket Tbk (HERO). Pemilik gerai Giant ini menanggung rugi sebesar Rp202,08 miliar pada semester I 2020. Padahal, pada semester I 2019 lalu HERO mengantongi laba sebesar Rp7,9 miliar. 

        Berbaliknya laba menjadi rugi merupakan imbas dari penurunan pendapatan HERO sedalam 25,7% menjadi hanya Rp4,95 triliun per Juni 2020. Manajemen HERO mengaku, penjualan makanan dan minuman kompak mengalami penurunan sepanjang enam bulan pertama tahun ini. Penjualan makanan dan minuman masing-masing menyumbang 71,75% dan 28,24% dari total pendapatan perusahaan.

        "Dampak paling signifikan terjadi pada kinerja keuangan underlying yang berasar dari perubahan pola belanja pelanggan yang kini hanya berfokus pada belanja kebutuhan pokok," ungkap Presiden Direktur HERO, Patrik Lindvall, pada Juni 2020 lalu.

        Bukan hanya itu, Patrik juga mengaku adanya pembatasan sosial juga telah menekan kinerja dari lini bisnis HERO pada paruh pertama tahun 2020. Ia meyakini, pelanggan banyak yang beralih untuk berbelanja ke lokasi terdekat dan nyaman di tengah adanya PSBB dan larangan perjalanan domestik. Terlepas dari berbagai tantangan yang ada, Patrik optimis bahwa pihaknya mampu bangkit dan mencetak pertumbuhan yang positif pada masa mendatang.

        "HERO tetap berkomitmen untuk memberikan penawaran yang kompetitif di setiap sektor bisnis ritelnya dan terus mengembangkan bisnis jangka panjang di Indonesia," sambungnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Lestari Ningsih
        Editor: Lestari Ningsih

        Bagikan Artikel: