Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bisa Atasi Masalah Pengangguran, Energi Terbarukan Harus Digarap Serius

        Bisa Atasi Masalah Pengangguran, Energi Terbarukan Harus Digarap Serius Kredit Foto: Sufri Yuliardi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Transisi energi dari fosil ke terbarukan (renewable) diyakini menjadi salah satu solusi mengatasi krisis ekonomi akibat pandemi Covid-19. Jika energi terbarukan digarap serius, masalah pengangguran bisa diatasi. Karir di bidang energi terbarukan atau juga dikenal green jobs bisa dibilang masih baru. Tapi peluangnya cukup besar dan terus meningkat. Baca Juga: Pertamina Kebut Proyek RDMP Balikpapan untuk Kemandirian Energi

        Riset The International Renewable Energy Agency (IRENA) mencatat pada 2017 setidaknya terdapat 10,3 juta pekerjaan di sektor ini atau naik 1,5 kali dibanding 2012. Pada 2019 lapangan kerja dari sektor energi terbarukan mencapai 11,5 juta.

        Panel surya menjadi sektor energi terbarukan yang paling banyak membuka lapangan kerja, sekitar 3,8 juta. Masih dari hasil riset IRENA, pada 2050 diprediksi ada potensi 100 bidang lapangan kerja baru yang bisa tercipta di sektor energi terbarukan. 

        Terkait itu, Direktur Eksekutif Institute for Essential Services Reform (IESR) Fabby Tumiwa, mengatakan pemerintah Indonesia seharusnya lebih serius menggarap energi terbarukan untuk mengurangi pengangguran.Baca Juga: Punya Potensi Besar, Geotermal Bisa Jadi Energi Utama Pembangkit Listrik

        "Jadi ekonomi tumbuh lebih resilient, dan di satu sisi menciptakan tenaga kerja hijau sehingga bisa mengatasi pengangguran," kata Fabby, katanya dalam keterangan, Selasa (8/12/2020).

        Lanjutnya, ia memberikan gambaran, penambahan satu gigawatt (GW) pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) bisa menciptakan lapangan kerja sampai dengan 30 ribu orang. Jika pembangunan PLTS semakin massif, industri lain seperti modul surya juga akan tumbuh.

        "Kami bayangkan kalau pasarnya bisa tumbuh 3 GW per tahun, maka kemudian kita harapkan industri baik dari shell, kaca, sampai modul suryanya bisa tumbuh. Mereka tidak hanya kompetitif di pasar nasional, tapi juga di pasar global," tutur Fabby.

        Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan jumlah pengangguran periode Agustus 2020 bertambah 2,67 juta orang. Sehingga angkatan kerja di Indonesia yang tanpa pekerjaan menjadi sebesar 9,77 juta orang. Pandemi Covid-19 salah satu penyebab tingkat pengangguran terbuka di Indonesia mengalami kenaikan dari 5,23 % menjadi 7,07%.

        Sedangkan Direktur Tenaga Kerja dan Perluasan Kesempatan Kerja Kementerian PPN/Bappenas Mahatmi Parwitasari Saronto memprediksi angka pengangguran di tahun 2020 bisa mencapai 11 juta orang.

        Karena energi terbarukan diyakini bisa menjadi salah satu strategi pemulihan ekonomi, pengembangannya perlu mendapat insentif dan stimulus. Menurut Fabby, China, Jepang, Korea Selatan, Amerika Serikat, dan Uni Eropa sudah membuktikan pengembangan ekonomi berbasis lingkungan bisa mengatasi krisis.

        China, misalnya, memberikan insentif untuk pengembangan angkutan umum massal. Selain memangkas waktu perjalanan, konsumsi bahan bakar minyak bisa ditekan serendah mungkin. Padahal selama ini, sudah menjadi rahasia umum bahawa China salah satu negara pengimpor bahan bakar minya terbesar.

        "Kita lihat juga European Union memberikan stimulus berupa feed in tarif untuk pengembangan solar. Dan saat ini sejumlah negara di EU cukup berhasil mengembangkan pembangkit listrik tenaga surya," kata Fabby.

        Oleh karena itu, menurut Fabby, pemberian insentif pada sektor energi terbarukan sangat penting bagi kondisi di Indonesia saat ini. Fabby melihat ini sebagai sebuah kesempatan. Apalagi Indonesia menargetkan pada 2025 bisa mencapai 23% energi terbarukan. Indonesia juga berkomitmen mengurangi emisi hingga 29% pada 2030.

        Koaksi Indonesia sependapat bahwa transisi energi dari fosil ke terbarukan bisa menjadi solusi mengatasi krisis ekonomi. Implementasinya harus serius dan segera. Direktur Program Koaksi Indonesia Verena Puspawardani mengatakan pemanfaatan energi terbarukan yang masih terbatas perlu didorong lebih agresif dengan berbagai terobosan, seperti kebijakan, pendanaan, teknologi, dan sumber daya manusia.

        "Energi terbarukan akan membuka akses yang lebih luas bagi masyarakat Indonesia untuk memperoleh kebutuhan esensial, seperti air bersih dan sanitasi, akses informasi dan pendidikan, peningkatan ekonomi lokal, literasi keuangan, hingga ketahanan pangan, dan mewujudkan masa depan Indonesia yang lebih bersih," ujar Verena.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: