Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Kenaikan Cukai Melukai Petani Tembakau

        Kenaikan Cukai Melukai Petani Tembakau Kredit Foto: Istimewa
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Jauh-jauh datang dari Lombok, Ketua Asosiasi Petani Tembakau Indonesia Provinsi Nusa Tenggara Barat, Sahminudin, berniat menyampaikan aspirasi para petani tembakau kepada anggota Komisi XI DPR-RI.

        Hampir seluruh anggota Komisi XI dihubungi Sahminudin sejak tengah hari, Senin lalu, namun hanya Puteri Anetta Komarudin, anggota Komisi XI dari Fraksi Golkar, yang bersedia menerimanya. 

        Baca Juga: Bea Cukai Bandar Lampung dan Pemkab Pringsewu Kembangkan Potensi Hasil Panen Tembakau

        Sahminudin akhirnya melakukan audiensi dengan Puteri Anetta, pada malam harinya, usai rapat dengar pendapat (RDP) Komisi XI dengan Bank Indonesia. Kedatangannya mengaku mewakili seluruh petani tembakau Indonesia, secara khusus NTB (penghasil tembakau nomor dua terbesar di Indonesia), untuk menyampaikan aspirasi para petani terkait rencana kenaikan cukai industri hasil tembakau (IHT) tahun depan. 

        “Idealnya kenaikan cukai itu ada di kisaran 5% saja,” ujar Sahminudin, dalam keterangannya, Rabu (9/12/2020).

        Sahminudin mengatakan, kenaikan cukai tentu akan sangat berdampak pada serapan tembakau yang langsung drop karena produksi rokok turun, sedangkan produksi petani landai. Ini menghempaskan pendapatan petani tembakau di Indonesia. Ia juga memaparkan bahwa pemerintah dalam menaikkan cukai rokok perlu mempertimbangkan aspek kesehatan, tenaga kerja, dan terutama pendapatan para petani. 

        “Bila tidak ada pendapatan, bagaimana bisa sehat," imbuh Sahminudin.  

        Sahminudin juga menyampaikan bahwa jika pemerintah menyarankan untuk mencari komoditas pengganti, pemerintah harus mempertimbangkan 4 hal: apakah nilai tukarnya sama dengan komoditas saat ini? Apakah tanahnya cocok? Bagaimana dengan budaya pertanian tembakau yang sudah berlangsung turun temurun? Dan terakhir, siapa yang bisa menjamin pasarnya?

        Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang rapat komisi XI DPR RI tersebut, Sahminudin juga memberikan prediksi penurunan penjualan jika cukai tetap dinaikkan. Ia mencontohkan ketika terjadi kenaikan di tahun 2019, penurunan penjualan mencapai 52 milyar batang. Apabila di tahun mendatang kembali terjadi kenaikan 23% - 35%, diprediksikan tahun 2021 akan kembali terjadi penurunan penjualan hingga 63 milyar batang, dan ini setara dengan 63.000 ton tembakau.

        "Jika cukai rokok tetap dinaikkan, hal ini tidak hanya memberikan dampak negatif terhadap tenaga kerja dan serapan tembakau, tetapi juga akan memperbesar peredaran rokok illegal," ujar Sahminudin. 

        Sementara, menanggapi aspirasi tersebut, Puteri Anetta Komarudin, daerah pemilihan Purwakarta, Karawang, dan Bekasi mengatakan bahwa aspirasi yang disampaikan oleh perwakilan petani tersebut akan disampaikan kepada pimpinan. Ia juga mengatakan bahwa masalah cukai rokok ini sering disuarakan. 

        “Kemarin mau dibahas, namun di postpone hingga Januari 2021. Banyak yang sudah menyampaikan concern-nya, namun sedikit yang mengetahui dampak pada tenaga kerja,” ujar Puteri Anetta. 

        Putri Anetta juga meminta agar nantinya APTI NTB mengirimkan surat permintaan audiensi resmi ke Komisi XI melalui Sekretariat. Ia juga meminta Sahminudin memberikan laporan tertulis terkait dampak dari kenaikan cukai ini dan ditambahkan informasi pengurangan pendapatan secara aggregat yang dirasakan oleh petani tembakau Nusa Tenggara Barat. 

        “Dengan data tersebut, kami bisa menyampaikan argumentasi kepada Pemerintah,” pungkas Putri.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: