Sempat Disanjung-sanjung WHO, Malaysia Akhirnya Kunci Rapat-rapat Negara Juga
Seiring dengan kasus COVID-19 yang terus meningkat, Pemerintah Malaysia mengumumkan pembatasan pergerakan warganya sejak awal pekan lalu dan perjalanan antarnegara bagian telah dilarang.
Malaysia Terapkan Lockdown
Malaysia menerapkan keadaan darurat nasional sampai 1 Agustus. Sebelumnya WHO memuji Malaysia yang dianggap efektif menangani pandemi. Namun sejak pemilihan di Sabah angka kasus positif terus meningkat
Baca Juga: Perhatian, Raja Malaysia Pasang Status Darurat hingga 1 Agustus 2021
Yang Dipertuan Agung Malaysia Al-Sultan Abdullah menetapkan keadaan darurat yang diusulkan oleh Perdana Menteri Muhyidin Yassin,
Ini adalah keadaan darurat yang diberlakukan di Malaysia pertama kalinya sejak negeri itu merdeka.
Dengan keadaan darurat sampai setidaknya 1 Agustus tersebut, parlemen telah dibubarkan dan kabinet akan mendapatkan kekuasaan khusus.
"Pemerintah memprioritaskan masalah kesehatan dibandingkan demokrasi, karena dengan pemberlakuan keadaan darurat, parlemen tidak perlu bersidang, sehingga panggung bagi demokrasi tidak ada," kata Tengku Nur Qistina, peneliti senior dari Institute of Strategic and International Studies kepada ABC.
"Dukungan bagi kepemimpinan Perdana Menteri Muhyidin dipertanyakan."
Menurut keterangan PM Muhyidin, sistem layanan kesehatan sekarang ini kewalahan menghadapi COVID-19, sehingga perlu adanya lockdown lagi selama dua minggu dan perbatasan perjalanan antar negara bagian.
"Situasi sekarang ini sangat mengkhawatirkan. Sistem layanan kesehatan kita menghadapi tekanan berat, lebih berat dari masa lalu sejak dimulainya pandemi," kata PM Muhyidin.
"Seperti saya katakan sebelumya situasi yang belum pernah terjadi sebelumnya memerlukan tindakan yang juga belum pernah dilakukan sebelumnya."
Padahal beberapa bulan lalu situasinya di Malaysia sangat berbeda dari sekarang.
Di awal Oktober, Malaysia hanya memiliki total 13 ribu kasus, sekitar separuh dari total kasus di Australia.
Ketika itu, Perwakilan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Malaysia, Ying-Ru Jacqueline Lo mengatakan jika Malaysia adalah negara yang "bersatu menghadapi pandemi".
Atiqah Farhanah mengatakan kehidupan hampir seperti normal sebelum adanya pembatasan nasional yang diberlakukan minggu ini.
"Saya salut dengan pekerja di garis terdepan kesehatan dan apa yang mereka lakukan sama dengan pekerja di negara-negara maju," kata Atiqah Farhanah seorang warga di ibukota Kuala Lumpur kepada ABC.
Dengan adanya pengumuman vaksinasi yang akan dilakukan di tahun 2021, Atiqah berpikir "prospek tahun ini akan lebih baik".
"Keluarga saya mulai berani keluar rumah dan bahkan kami mulai bersepeda keliling taman setiap minggu," katanya.
Namun menjelang di Hari Natal 25 Desember, jumlah kasus di Malaysia sudah melebihi 100.000
Hari Selasa, negara dengan penduduk 32 juta tersebut mengumumkan rekor harian tertinggi dengan jumlah kasus 3.309, sehingga total kasus mencapai lebih dari 141.000.
Sejauh ini hampir 600 orang di Malaysia dilaporkan meninggal karena virus corona.
Pemerintah Malaysia pernah menerapkan lockdown ketat antara bulan Maret sampai Mei dengan melarang massa berkumpul dalam jumlah besar termasuk acara keagaman dan kegiatan olahraga.
Polisi dan militer dikerahkan untuk menegakkan aturan dan ribuan orang ditahan.
Pihak berwenang juga menahan ratusan pekerja migran dengan menuduh mereka menjadi penyebar virus.
"Dengan lockdown pertama, saya merasa ada rasa sepakat jika kami akan bisa melandaikan kurva," kata Mike warga asal Australia yang sudah tinggal di Malaysia selama 11 tahun.
Malaysia kemudian melonggarkan pembatasan setelah bulan Mei dan mengadakan pemilihan umum untuk negara bagian Sabah di bulan September meski ada peringatan kemungkinan melonjaknya kasus.
"Kehidupan politik di Malaysia memang tidak stabil," kata Qistina.
"Pemilihan di negara bagian Sabah adalah hasil manuver politik dan pendapat jika tidak cukup suara untuk mendukung pemerintah bila tidak diadakan pemilihan."
Banyak politisi, staf dan juga warga biasa yang harus melakukan perjalanan dari Kuala Lumpur ke Sabah yang terletak di Pulau Kalimantan.
Hasil pemilu memberi kemenangan bagi koalisi yang memerintah pimpinan PM Muhyidin, namun ia kemudian mengatakan pemilihan itu menjadi sebab peningkatan kasus corona.
"Khususnya di awal-awal masa pandemi, beberapa politisi tidak menunjukkan perilaku mengikuti protokol kesehatan yang memberikan contoh bagus kepada masyarakat," kata Dr Suan Ee Ong, seorang dokter Malaysia yang bekerja di lembaga pemikir di Singapura Research for Impact kepada ABC.
Mike, yang meminta nama lengkapnya tidak disebut karena takut dengan reaksi pemerintah Malaysia mengatakan pemilihan di Sabah menjadi titik balik dukungan publik.
"Ada beberapa menteri yang kembali dari luar negeri dan tidak menjalani karantina. Sejak awal September mulai terlihat keadaan perlahan memburuk," katanya.
Di pertengahan Oktober, ratusan kasus baru muncul setiap hari.
Menteri Agama Zulkifli Mohamad Al-Bakri mengumumkan dia positif sehingga membuat hampir seluruh anggota kabinet PM Muhyidin harus melakukan isolasi.
Sejak itu beberapa menteri juga menyatakan diri positif.
Di akhir pekan kemarin, Menteri Urusan Peranan Perempuan, Rina Harun juga menyatakan diri positif disusul Menteri Urusan Ekonomi Mustapa Mohamad.
Beberapa menteri kabinet juga harus melakukan isolasi karena menjalin kontak dengan rekan-rekannya.
Pemerintah Malaysia kemudian mencabut larangan bepergian di awal Desember.
"Saya kira itu menjadi salah satu penyebab juga meningkatnya kasus, karena perjalanan turis domestik meningkat, warga mulai berkunjung mendatangi keluarga dan teman di negara bagian lain," kata Dr Ong.
Minggu lalu, sekitar 50 orang dokter senior baik yang masih bekerja dan sudah pensiun menulis surat terbuka kepada Perdana Menteri Muhyidin Yassin memperingkatkan meski ada tindakan dari pemerintah, jumlah penularan tidaklah menurun.
"Kebanyakan ruang ICU di rumah sakit sudah penuh," kata Dr Ong.
"Bahkan ranjang non-ICU sudah mencapai kapasitas, khususnya di rumah-rumah sakit besar."
Surat terbuka itu menyerukan pemerintah untuk meningkatkan pengetesan, melindungi sistem layanan kesehatan dengan memaksa warga melakukan isolasi di rumah dan mempercepat persetujuan penggunaan vaksin.
Malaysia sudah memesan 25 juta dosis vaksin Pfizer dan juga sudah mencapai persetujuan pembelian vaksin AstraZeneca.
PM Muhyiddin mengatakan fase pertama vaksinasi COVID-19 akan dilakukan awal Februari dengan target 40 persen warga akan mendapat vaksin.
Surat terbuka itu juga mendesak pemerintah Malaysia untuk secara serius memberikan prioritas bagi kelompok beresiko tinggi, termasuk pekerja migran dan pengungsi yang disebutkan sebagai pusat penyebaran pandemi COVID-19 yang tidak tampak.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto