Rencana Kapolri terpilih Komjen Listyo Sigit Prabowo untuk menghidupkan kembali Pasukan Pengamanan Masyarakat Swakarsa (Pam Swakarsa) mengundang pro dan kontra. Dikhawatirkan menimbulkan konflik horizontal mengingat ada sejarah kurang baik pam swakarsa pada tahun 1998.
Psikolog Forensik, Reza Indragiri Amriel menyarankan agar semua pihak menanyakan terlebih dulu kepada Listyo mengenai Pam Swakarsa seperti apa yang ingin dibangun pada saat ini. Jika yang dimaksud Sigit itu membangun kelompok-kelompok sadar hukum dan berinisiatif menciptakan keamanan dan ketenteraman di lingkungan, boleh jadi itu merupakan realisasi perpolisian masyarakat (community policing).
Baca Juga: Ingin Hidupkan Pam Swakarsa, Listyo Sigit Prabowo Dikritik: Waspada FPI Gaya Baru!
“Jika demikian adanya, ini justru saya pandang positif. Pasalnya, sudah lama sekali Polri tidak lagi mengusung community policing sebagai filosofi kerjanya,” ujarnya dalam keterangan tertulis yang diterima SINDONews, Senin (25/1/2021).
Lulusan Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menerangkan community policing menjadi sangat penting dewasa ini. Sebab, polisi terkesan menjadi terlalu penegakan hukum.
“Ini pun kerap dikritik karena Polri dianggap publik punya persoalan besar terkait procedural justice dan distributive justice. Nah, kedua isu itu bisa diatasi lewat digencarkannya kembali community policing,” tuturnya.
Pam Swakarsa, menurutnya, jika dibangun secara konstruktif akan merefleksikan pelibatan masyarakat. Dalam kerja polisi, partispasi adalah salah satu unsur penting di samping fairness, neutrality, respect, dignity, dan trustworthy.
“Jadi, lihat saja bagaimana unsur-unsur tersebut bisa juga terpenuhi seandainya gagasan Pam Swakarsa benar-benar terealisasi. Kalau Pam Swakarsa dalam kesehariannya malah memunculkan penilaian publik bahwa Polri menjauh dari unsur-unsur tersebut, jelas Pam Swakarsa kontraproduktif bagi Polri Sendiri,” paparnya.
Reza mengungkapkan salah satu poin menarik peraturan polisi tentang Pam Swakarsa, yakni terkait seragam. Dia menjelaskan studi menunjukkan seragam, termasuk warna, mencerminkan kekuatan dan kekuasaan.
“Pemilihan seragam yang pas terbukti menurunkan tingkat serangan polisi terhadap masyarakat dan serangan masyarakat terhadap polisi. Sayangnya, seragam Pam Swakarsa memakai warna gelap,” ucapnya.
Dia memaparkan warna itu memunculkan kesan tangguh. Warna gelap, seperti coklat, diasosiasikan dominasi, emosi negatif, dan ketertutupan. “Ini berdampak kurang positif bagi Pam Swakarsa saat ingin membangun relasi dengan masyarakat yang harus mereka layani,” pungkasnya.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Alfi Dinilhaq