Makin Gak Punya Hati, Total Nyawa Rakyat Myanmar yang Melayang di Tangan Junta Tembus 700 Jiwa
Kelompok advokasi Asosiasi bantuan untuk Tahanan Politik (AAPP) menuturkan, lebih dari 700 orang tewas, termasuk anak-anak dan pemuda, sejak kudeta militer Myanmar 1 Februari lalu. Dari jumlah tersebut, UN Children melaporkan, 46 anak terbunuh. Selain itu, sebanyak lebih dari 3 ribu orang juga telah ditahan junta karena berpartisipasi dalam demonstrasi anti-kudeta.
Seperti tak punya hati, juru bicara junta militer Myanmar, Mayor Jenderal Zaw Min Tun,membantah bertanggung jawab atas kematian anak-anak itu. Bahkan, ia malah menyalahkan demonstran memprovokasi anak-anak untuk ikut dalam unjuk rasa damai yang dibubarkan militer dengan kekerasan.
Baca Juga: Gak Pernah Duet, Rusia-China Dituduh Uni Eropa Halangi Upaya Internasional di Myanmar
"Tidak ada alasan kami akan menembak anak-anak, ini hanya cara teroris membuat kami terlihat buruk," ucap Zaw Min Tun. Dilansir Cable News Network (CNN), Selama ini junta militer menyebut para demonstran anti kudeta sebagai teroris.
Menurut Zaw Min, tidak mungkin seorang anak ditembak di rumah mereka. Ia mendukung penyelidikan akan dilakukan jika itu memang terjadi. Begitulah, junta militer Myanmar masih berkeras membela kudeta dan menggunakan kekerasan terhadap para penentangnya. Sanksi dan berbagai tekanan internasional yang menyudut kannya tak dihiraukan.
Tak hanya menindak keras warga sipil, junta militer Myanmar juga membungkam para diplomat yang melawan rezim. Duta Besar Myanmar untuk Inggris, Kyaw Zwar Minn, dipecat junta militer karena mendukung pemerintahan Penasihat Negara, Aung San Suu Kyi, yang digulingkan.
Zwar Minn bahkan diberhentikan dengan dipermalukan. Wakilnya di kedutaan, Chit Win, ditunjuk militer untuk menduduki jabatan dubes. Chit Win tega mengunci dan mengusir Zwar Minn hingga tak bisa memasuki gedung kedutaan. Akhirnya, ia terpaksa bermalam di dalam mobilnya.
Selain Zwar Minn, utusan Myanmar untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), Kyaw Moe Tun, juga telah memberontak junta militer. Dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB, Moe Tun menyerukan perlawanan dan semangat untuk melawan junta. Ia juga meminta zona larangan terbang hingga embargo senjata untuk menekan angka kematian yang disebabkan militer.
Selain warga sipil, junta militer juga terus mendapat serangan dari milisi etnis. Gabungan sejumlah kelompok milisi etnis menyerang kantor polisi negara bagian Shan pada Sabtu (10/42021) pekan lalu, dan menewaskan sepuluh orang polisi.
Menurut laporan media massa Shan News, milisi menyerang kantor polisi di Naungmon, negara bagian Shan, pada pagi hari. Kelompok milisi yang bergabung dan menyerang adalah Tentara Arakan, Tentara Pembebasan Nasional Ta'ang, dan Tentara Aliansi Demokratik Nasional Myanmar.
Kelompok pemberontak itu bersatu karena mereka menentang tindak kekerasan junta terhadap pengunjuk rasa. Namun, pejabat senior junta militer baru-baru ini mengklaim bertemu dengan dua kelompok milisi dari Wa dan Shan, etnis terkuat Myanmar untuk bersekutu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Muhammad Syahrianto
Tag Terkait: