Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Bernasib Mirip, Dahlan Iskan Ungkap Beda Garuda Indonesia dan Thai Airways

        Bernasib Mirip, Dahlan Iskan Ungkap Beda Garuda Indonesia dan Thai Airways Kredit Foto: Instagram/Dahlan Iskan
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Mantan Menteri BUMN Dahlan Iskan mengungkapkan beda antara Garuda Indonesia dan Thai Airways, maskapai asal Thailand. Pada dasarnya, kedua maskapai ini sama-sama megap-megap dalam kondisi bisnisnya.

        Dahlan mengungkapkan, Thai Airways yang berkode penerbangan TG itu kini juga memiliki utang jumbo. Bahkan, lebih besar dari Garuda Indonesia. Utang Thai Airways disebut mencapai sekitar Rp100 triliun dibanding Garuda Indonesia yang kini telah mencapai Rp70 triliun.

        Baca Juga: Garuda Kembalikan 2 Pesawat Boeing 737-800 NG ke Lessor

        Meski kedua maskapai sama-sama punya utang besar, Dahlan mengungkapkan ada perbedaan sikap yang diambil. Thai Airways disebut sudah membawa masalahnya ke sidang Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) di Thailand. Putusan PKPU Thai Airways akan ditetapkan pada 15 Juni mendatang.

        "Garuda masih melayang-layang dengan benang putusnya. Thai Airways tinggal tunggu 10 hari lagi," ujar Dahlan dikutip dari Disway.id, Senin (7/6/2021).

        Perbedaan lainnya, lanjut dia, Pemerintah Thailand juga sudah mengambil keputusan final untuk tidak menginjeksi lagi Thai Airways. Tiga tahun lalu, Pemerintah Thailand pun sudah memutuskan tidak mau lagi menjadi pemegang saham mayoritas. Divestasi saham pemerintah dilakukan dengan porsi yang diturunkan dari 51 persen ke 47,8 persen.

        "Dengan divestasi itu, pemerintah mengeluarkan Thai Airways dari daftar BUMN-nya. Divestasi itu dilakukan dengan cepat. Saat itu, status TG sudah seperti GA (garuda Indonesia) sudah melantai di pasar modal. Tidak sulit mendivestasi saham di pasar modal," kata Dahlan.

        Berbagai upaya menyelamatkan TG disebut sudah dilakukan. Jalur-jalur penerbangan yang rugi pun sudah dihapus. Gaji dipotong dan jumlah karyawan dikurangi.

        Sejak dulu, lanjut Dahlan, TG memang kerap merugi. Maskapai itu tercatat pernah membukukan keuntungan satu kali, yaitu di tahun 2012. "Rupanya mereka kurang pandai membuat buku keuangan agar bisa seolah-olah masih berlaba. Kian tahun kerugian itu kian besar. Yang terbesar tahun lalu rugi sekitar Rp7 triliun," ungkapnya.

        Pemerintah Thailand, sambung Dahlan, tidak terpancing oleh besarnya misi TG untuk mendorong turisme di Thailand. Tetap saja pemerintah di sana tidak mau menyelamatkan TG melalui suntikan dana.

        "Direksi GA sebaiknya juga jangan memimpikan keindahan uang pemerintah. Biar pun masih mayoritas, tetap saja pemerintah hanya mayoritas tipis di Garuda. Jadi kapan soal GA diputuskan: harus lewat jalan yang mana?" tutur Dahlan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Puri Mei Setyaningrum

        Bagikan Artikel: