Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Dihantam Pandemi, Utang Negara Makin Membengkak, Red Alert BUMN!

        Dihantam Pandemi, Utang Negara Makin Membengkak, Red Alert BUMN! Kredit Foto: Dok. KCIC
        Warta Ekonomi, Bandung -

        Bank Dunia mencatat hutang luar negeri Indonesia mencapai 402,08 miliar dollar AS pada tahun 2018. Tingkat utang luar negeri Indonesia tersebut masih lebih rendah bila dibandingkan dengan Rusia yang mencapai 490,72 miliar dollar AS, Meksiko 469,72 miliar dollar AS dan Tukri 440,78 miliar dollar AS.

        Tingkat utang luar negeri Indonesia tersebut juga lebih rendah dari Brasil yang sebesar 569,39 miliar dollar AS, dan India 560,03 miliar dollar AS. Baca Juga: Bank Dunia Beri Pinjaman Utang Rp11,30 Triliun ke RI, Untuk Apa?

        Berdasarkan data yang dirilis Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), hutang yang harus menjadi konsen pemerintah. Pasalnya, sesuai dengan catatan Kementrian Keuangann RI hingga April 2021, utang pemerintah menyentuh angka Rp6.527,29 triliun atau 41,18 persen PDB.

        Baca Juga: BPK Serahkan Rekomendasi Percepatan SDGs di Indonesia

        Meskipun, dalam ketentuan UU Keuangan Negara Nomor 17 tahun 2003 batas rasio utang terhadap PDB adalah sebesar 60 persen sehingga posisi utang pemerintah Indonesia saat ini boleh dibilang cukup mengkhawatirkan.

        Menanggapi hal itu, Alumni Muda Universitas Padjadjaran (Unpad) menilai, pemerintah tidak melakukan tindakan preventif yang cukup serius, sehingga pandemi Covid-19 sulit untuk ditangani.

        Ketua Alumni Muda Unpad Fuad Rinaldi mengatakan, pandemi Covid-19 yang berkepanjangan dikhawatirkan dapat merusak kondisi ekonomi. Pasalnya, selama dua tahun berlangsungnya pandemi ini, situasi ekonomi belum menunjukkan ada tanda tanda perbaikan.

        "Berbicara soal perekonomian kita, selama Pandemi ini berlangsung kita harus menjadi khawatir bahwa negara kita telah masuk dalam posisi negara yang resesi, karena ketika 2 kuartal berturut tingkat pertumbuhan ekonomi kita mines," kata Fuad kepada wartawan di Bandung, Kamis (1/7/2021).

        Fuad menyebutkan bahwa saat ini  Indonesia dapat dikatakan telah masuk pada resesi ekonomi. "Dengan meledaknya utang, maka pembayaran bunga utang negara juga akan naik, namun apakah berkesesuaian dengan trend penerimaan negara," imbuhnya.

        Fuad menjelaskan secara logika, pandemi Covid-19 yang belum diketahui berakhir sampai kapan. Sedangkan, kondisi tersebut terus merongrong perekonomian nasional akan terus meningkatkan rasio utang terhadap PDB.

        "Pemerintah tidak bisa hanya berfokus kepada penanganan pandemi dan mengesampingkan pemulihan dampak ekonomi yang ditimbulkan. Memang secara kemanusiaan pengendalian pandemi ini merupakan sebuah keniscayaan," jelasnya.

        Sedangkan, refocusing anggaran terhadap penanganan pandemi juga perlu diperhatikan. Pasalnya, hal ini dapat menghambat pemulihan ekonomi.

        Oleh karena itu, untuk menjaga kestabilan ekonomi akan sulit apabila aliran anggaran untuk pos-pos lainnya tidak memadai. Apabila timbul gejolak ekonomi yang tidak terkendali, jelas rasio utang pemerintah terhadap PDB akan naik secara cepat dan signifikan. 

        "Akibatnya resiko gagal bayar bisa saja terjadi. Kami bukannya tidak mendukung program pemerintah yang dibiayai oleh hutang. Tapi kita harus kritis sampai sebanyak apa kita harus berhutang, target hutang kita sebenarnya berapa? Dan buat apa? Road mapnya? serta penyelesaiannya seperti apa?" ungkapnya.

        Selain itu, yang tidak kalah penting adalah bagaimana memastikan rencana economic recovery-plan pasca pandemic yang menurut pemerintah salah satunya melalui sektor infrastruktur karena banyak menciptakan lapangan pekerjaan, dan kita tahu bahwa untuk hal ini, pemerintah sangat mengandalkan BUMN Infrastruktur dalam pelaksanaanya. 

        Namun perlu di garis bawahi, Kondisi rata-rata BUMN Infrastruktur seperti PT. Adhi Karya, PT. Wijaya Karya dan PT. Waskita Karya sudah memberikan Red Alert dari sisi risiko Neraca Laporan keuangan dan nampaknya memiliki kesulitan likuiditas. 

        "Indikatornya mudah saja, banyak sekali Supplier BUMN Karya yang mengeluh dan berteriak tidak jelas kapan dibayar, bahkan ada yang sampai mengajukan gugatan PKPU," tegasnya.

        "Padahal kita tau para supplier ini kebanyakan pelaku UMKM yang harusnya turut diperhatikan pemerintah.

        Pemerintah harus memikirkan bagaimana solusi atas hal tersebut, jika harus melakukan penyehatan keuangan harus jelas bentuk dukungan dan bagaimana timeline penyehatanya," tambahnya.

        Fuad mengingatkan jangan sampai BUMN Karya nantinya akan melalukan Pensiun dini kepada karyawannya. Ia berharap agar pemerintah konsisten menjalankan pemerintahan sesuai dengan tujuan negara Indonesia sebagaimana diamanatkan dalam UUD 1945 yaitu melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Jadi jangan sampai ketidakoptimalan penanganan pandemi, pengelolaan utang negara dan pengelolaan BUMN menyebabkan rakyat harus Kembali menjadi korban. 

        "Jangan sampai BUMN Infrastruktur keburu ambruk, alih-alih melakukan recovery, malah berujung likuidiasi dan pada akhirnya rencana recovery plan melalui infrastruktur yang dicanangkan tidak dapat tercapai," pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Rahmat Saepulloh
        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: