KPK tak segan menyentil Mahkamah Konstitusi (MK) atas putusan yang membolehkan pemberian remisi untuk terpidana korupsi. KPK menegaskan, MK harusnya paham bahkan pemberantasan korupsi ini harus dilakukan dari hulu sampai hilir.
Sentilan itu disampaikan Jubir KPK Ali Fikri, dalam keterangan yang disebar ke media, kemarin. Awalnya, Ali bilang, pada prinsipnya, KPK fokus pada tugas pokok dan fungsinya, yakni penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi putusan pengadilan. Sedangkan untuk pembinaan terhadap narapidana korupsi, sepenuhnya menjadi kewenangan Ditjen Pemasyarakatan.
Baca Juga: Nilai Merah 57 Eks Pegawai KPK, Pihak Polri: Mereka Masih Punya Harapan
Tapi, setelah itu, pegawai KPK berlatar belakang jaksa ini memberi penekanan. Kata dia, pemberantasan korupsi harusnya dimaknai sebagai siklus dari hulu ke hilir yang saling terintegrasi.
Ia juga memberikan sudut pandang yang tajam ketika menyoal penegakan hukum perkara korupsi. "Penegakan hukum perkara korupsi sebagai extra ordinary crime bukan saja demi rasa keadilan, tapi juga harus bisa memberi efek jera kepada pelaku," tegasnya.
Penegakan hukum diharapkan bisa jadi pembelajaran bagi masyarakat agar mencegah perbuatan serupa terulang. Juga bisa memberi manfaat bagi negara melalui pemulihan asetnya. "Konsep tersebut selaras dengan Strategi Trisula Pemberantasan Korupsi yang memadupadankan upaya penindakan-pencegahan-pendidikan," terang dia.
Dia menambahkan, syarat keberhasilan pemberantasan korupsi adalah komitmen dan dukungan penuh seluruh pemangku kepentingan. "Mulai dari Pemerintah, pembuat kebijakan, lembaga peradilan, aparat penegak hukum, dan segenap elemen masyarakat," tandasnya.
Sementara, Wakil Ketua KPK Alexander Marwata memilih bicara normatif. "Sebetulnya, aparat penegak hukum itu selesai ketika kita melakukan eksekusi di Lapas Pemasyarakatan," terang Alex, kemarin.
Kata Alex, setelah eksekusi, kewenangan melakukan pembinaan napi korupsi sudah beralih ke Ditjen Pemasyarakatan Kemenkumham. Tapi, dalam pelaksanaannya, KPK selalu diminta rekomendasi oleh Kepala Lapas untuk tahanan koruptor yang akan diberikan remisi.
"Surat rekomendasi JC (Justice Collaborator) itu biasanya untuk mendapatkan remisi. Apakah rekomendasi itu menjadi bahan acuan rapat maupun tidak oleh Ditjen PAS untuk memberikan remisi, nah itu sudah di luar kewenangan KPK," sambungnya.
Biasanya, isi dari surat rekomendasi itu untuk mengkonfirmasi apakah napi korupsi itu berstatus JC atau bukan. Kemudian, sudah mengembalikan denda ataupun uang pengganti kerugian negara atau belum. "Tujuannya itu tadi yang bersangkutan layak untuk mendapatkan remisi atau tidak. Diberikan atau tidak itu sudah bukan domain dari KPK," tambahnya.
Sebelumnya, dalam Sidang Putusan uji materi UU Nomor 12/1995 tentang Pemasyarakatan yang diajukan OC Kaligis, MK mengeluarkan pertimbangan membolehkan remisi untuk napi koruptor. MK menegaskan, hak untuk mendapatkan remisi harus diberikan tanpa kecuali. “Artinya, berlaku sama bagi semua warga binaan, kecuali dicabut berdasarkan putusan pengadilan," ucap Hakim Konstitusi Suhartoyo, Kamis (30/9).
Baca Juga: Usai Dipecat KPK Novel Baswedan Cs Membentuk IM57, Ternyata Untuk...
Pengamat komunikasi politik Ujang Komarudin menilai, pernyataan KPK soal pertimbangan MK yang membolehkan remisi untuk napi koruptor bernada menyentil. Mulai dari kalimat pemberantasan korupsi butuh komitmen, siklus dari hulu ke hilir yang terintegrasi, hingga penegakan hukum perkara korupsi bukan saja demi keadilan tapi juga harus memberikan efek jera.
"Dari poin-poin tadi, kelihatannya menyentil. Dari sisi konteksnya, kelihatan kurang sepaham dengan putusan MK," kata Ujang, dalam perbincangan dengan Rakyat Merdeka, tadi malam.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Editor: Adrial Akbar