Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Profesor Singapura Puji Jokowi Jenius, Ini Capaian-capaian yang Disebutkan

        Profesor Singapura Puji Jokowi Jenius, Ini Capaian-capaian yang Disebutkan Kredit Foto: Blogger/Indah Nuria
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        "Pada saat bahkan beberapa negara demokrasi kaya memilih penipu sebagai pemimpin politik mereka, keberhasilan Presiden Indonesia Joko Widodo layak mendapat pengakuan dan penghargaan yang lebih luas. 'Jokowi' memberikan model pemerintahan yang baik yang dapat dipelajari oleh seluruh dunia."

        Demikian kutipan tulisan Kishore Mahbubani yang dirilis Project Syndicate pada Rabu (6/10/2021), yang berjudul "The Genius of Jokowi". Project Syndicate adalah sebuah media nirlaba Singapura yang fokus pada isu-isu internasional. 

        Baca Juga: Ditanya Soal Covid-19 Malah Jawab Ngawur, Kemenkes Singapura Nonaktifkan Chatbot

        Ia memuji Jokowi sebagai pemimpin berpenduduk mayoritas Muslim terbesar, menghasilkan pemimpin yang dipilih secara demokratis paling efektif di dunia saat ini.

        Kishore Mahbubani merupakan profesor sekaligus peneliti institut di National University of Singapore. Ia mengisahkan Jokowi sebagai sosok yang jenius dan luar biasa, karena telah berhasil memimpin salah satu negara paling sulit di dunia untuk diperintah. 

        Indonesia membentang 5.125 kilometer (3.185 mil) dari timur ke barat, membuatnya lebih luas dari benua Amerika Serikat, dan terdiri dari 17.508 pulau. 

        Selain itu, hanya sedikit negara besar yang dapat menandingi keragaman etnisnya. Ketika ekonomi Indonesia menyusut 13,1 persen pada tahun 1998 sebagai akibat dari krisis keuangan Asia, banyak pakar meramalkan bahwa negara akan runtuh, seperti Yugoslavia.

        "Dengan latar belakang ini, Jokowi telah melakukan lebih dari sekadar memerintah secara kompeten. Dia telah menetapkan standar pemerintahan baru yang seharusnya membuat iri negara-negara demokrasi besar lainnya," tulisnya di laman project-syndicate.org dikutip VIVA, Kamis (7/10/2021).

        Mahbubani menganggap Jokowi mampu menjembatani kesenjangan politik Indonesia. Hal yang menurutnya tak bisa dilakukan oleh Joe Biden ketika memenangkan pemilihan presiden AS tahun 2020 lalu. 78 persen Republikan masih tidak percaya dia terpilih secara sah. Biden yang menjabat sebagai senator AS selama 36 tahun, tidak dapat menyembuhkan perpecahan partisan Amerika. 

        "Sebaliknya, capres dan cawapres yang dikalahkan Jokowi dalam pemilihannya kembali 2019 – Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno – kini menjabat di kabinetnya (masing-masing sebagai menteri pertahanan dan menteri pariwisata)," ujarnya

        Lebih khusus lagi, Jokowi telah membalikkan momentum pertumbuhan partai-partai Islam di Indonesia, sebagian dengan menjadi inklusif. Jokowi dinilai telah menyatukan kembali negaranya secara politik. 

        "Seperti yang dia katakan kepada saya dalam sebuah wawancara baru-baru ini, 'Pilar ketiga ideologi Indonesia, Pancasila, menekankan persatuan dalam keragaman'. Untuk itu, pembangunan koalisinya yang terampil menyebabkan disahkannya Omnibus Law tahun lalu, yang bertujuan untuk meningkatkan investasi dan menciptakan lapangan kerja baru," paparnya

        Sejumlah pencapaian lain Jokowi yang membuat Mahbubani menjulukinya sebagai sosok jenius adalah fokusnya mengatasi kemiskinan di Indonesia, redistribusi tanah kepada rakyat, jaminan pendidikan dan kesehatan, program bantuan sosial dan mampun menurunkan koefisien Gini atau ketimpangan kekayaan dan pendapatan, menjadi 38,2, penurunan signifikan pertama dalam 15 tahun. 

        "Tidak seperti banyak pemimpin yang menganjurkan program besar pemerintah untuk membantu orang miskin, Jokowi bijaksana secara fiskal. Utang publik Indonesia rendah menurut standar internasional, kurang dari 40% dari PDB," ungkap Mahbubani.

        Pada saat yang sama, Jokowi adalah seorang kapitalis yang gigih. Sebagai mantan eksportir furnitur, ia memahami betul tantangan yang dihadapi dunia usaha. Jokowi menggunakan popularitasnya untuk mendorong reformasi undang-undang perburuhan (Omnibus Law).

        Jokowi juga berkomitmen untuk pembangunan infrastruktur yang berkonsentrasi pada proyek-proyek infrastruktur di luar Jawa. Seperti membangun jalan raya dari Aceh di barat hingga Papua di timur. 

        Di Sumatera, jalur kereta api sepanjang 2.000 kilometer direncanakan dari Banda Aceh di utara hingga Lampung di selatan. Proyek lain yang diusulkan termasuk 1.000 kilometer jalur kereta api di Sulawesi dan Kalimantan.

        Selain itu, reformasi yang dilakukan Jokowi membantu meningkatkan peringkat Indonesia dalam indeks Doing Business Bank Dunia dari peringkat 120 pada 2014 menjadi peringkat 73 pada 2020.

        "Saat ini, Indonesia seharusnya menikmati ledakan ekonomi, tetapi COVID-19 menghantam negara ini dengan keras. Namun, Jokowi bertindak lebih awal dan tegas untuk mengamankan 175 juta dosis vaksin untuk populasi 270 juta," bebernya

        Secara geopolitik, Mahbubani menilai Jokowi adalah sosok yang bijaksana. Jokowi dengan bijak menjaga hubungan baik dengan China dan AS, sekalipun kedua negara Adidaya itu terlibat persaingan kekuatan, baik ekonomi, politik dan militer.

        "Dia mengatakan kepada saya bahwa dia telah mendorong AS untuk berinvestasi lebih banyak di Indonesia, karena investasi China telah jauh lebih besar dalam beberapa tahun terakhir," kata Mahbubani. 

        Di ujung tulisannya, Mahbubani menulis kesan di zaman paradoks, dimana ilmu dan teknologi modern telah memberikan bekal dan semua pengetahuan yang dibutuhkan untuk memerintah dengan baik. 

        "Namun bahkan beberapa negara demokrasi kaya memilih penipu seperti pendahulu Biden, Donald Trump, dan Perdana Menteri Inggris Boris Johnson. Inilah mengapa keberhasilan Jokowi patut diapresiasi lebih luas. Dunia dapat belajar banyak dari model pemerintahannya yang baik," tutupnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Bagikan Artikel: