Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Ada Ancaman Penurunan Akreditasi Soal Permendikbud, Muhammadiyah Minta Nadiem Pikir Ulang

        Ada Ancaman Penurunan Akreditasi Soal Permendikbud, Muhammadiyah Minta Nadiem Pikir Ulang Kredit Foto: Muhammadiyah
        Warta Ekonomi -

        Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir beranggapan sanksi penurunan akreditasi bagi perguruan tinggi yang tidak menerapkan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 perlu ditinjau ulang.

        Bagi Haedar, sanksi administratif yang salah satunya penurunan akreditasi bak mengesampingkan perjuangan perguruan tinggi, khususnya swasta dalam mengejar pentauliahan. 

        "Untuk dapat akreditasi itu berat sekali. Maka juga agar seksama di dalam menentukan sanksi, sebab nanti dampaknya juga buat lembaga pendidikan," kata Haedar di Kantor PP Muhammadiyah, Gondokusuman, Kota Yogyakarta, Belum lama ini.

        Baca Juga: Pengamat Soal Pengangkatan Dudung Abdurachman: Tegas dan Berani Copot Atribut Rizieq Shihab

        Haedar berpandangan, bukan urusan  sepele untuk membangun suatu lembaga pendidikan yang tangguh, unggul, berkualitas, serta kompetitif menghadapi berbagai tantangan. Termasuk, gempuran perguruan tinggi asing.

        "Apalagi Muhammadiyah selalu mengedepankan saran-saran yang objektif. Kita tidak biasa dengan hal-hal yang instan," imbuh Haedar.

        "Jadi jangan sampai kita (dengan penurunan akreditasi) ini kehilangan pondasi membangun lembaga pendidikan yang sangat berat," sambungnya.

        Ketimbang memaksakan penerapan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021, Haedar lebih menyarankan agar pemerintah bersedia mengandalkan kemandirian perguruan tinggi dalam menuntaskan permasalahan, termasuk kekerasan yang menyangkut tindak asusila di lingkungan kampus.

        "Lembaga pendidikan itu kan punya mekanisme internal untuk menyelesaikan, menindak, menghadapi masalah-masalah yang terjadi di dalam, seperti kita juga hidup berbangsa dan bernegara. Maka dorong lembaga pendidikan memfungsikan bagian-bagian dari institusinya untuk berfungsi," sarannya.

        Sebelumnya, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim menyatakan kampus yang tidak menerapkan Permendikbud Nomor 30 Tahun 2021 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) di Lingkungan Perguruan Tinggi akan mendapatkan sanksi.

        Baca Juga: Said Aqil Minta Permendikbud Kekerasan Seksual Harus Disempurnakan, Bukan Revisi

        Nadiem mengatakan, sanksi yang akan diberikan bersifat administratif seperti hal-hal yang berkaitan dengan keuangan sampai penurunan akreditasi kampus.

        Menurutnya, sanksi harus diberikan agar mendorong kampus-kampus segera menerapkan Permen tersebut. Sebab, kata Nadiem, jika pihaknya tidak melakukan hal itu, maka akan banyak kampus yang tidak memprioritaskan penanganan kekerasan seksual.

        Muhammadiyah sendiri berharap pemerintah masih bersedia membuka pintu untuk menampung masukan pihak-pihak yang keberatan dengan materi Permendikbud Ristek Nomor 30 Tahun 2021.

        "Kita ingin bahwa pemerintah, mendikbud, itu betul-betul arif bijaksana untuk menyerap dan mengubah, merevisi apa yang jadi keberatan," tutur Haedar.

        Muhammadiyah, sejauh ini diketahui menjadi salah satu pihak yang menyoroti dan mendukung revisi Permendikbud yang diterbitkan Nadiem. Demikian pula Partai Gerindra, PKS, hingga MUI.

        Rumusan norma kekerasan seksual yang diatur dalam aturan ini dianggap menimbulkan makna legalisasi terhadap perbuatan asusila dan seks bebas berbasis persetujuan oleh berbagai Ormas Islam tersebut.

        Sementara itu, terdapat pihak yang mendukung aturan tersebut. Mereka di antaranya SETARA Institute, Gusdurian, hingga BEM UI. Mereka pada intinya membantah mengenai isu legalisasi zina dan seks bebas dalam Permendikbud PPKS.[]

        Baca Juga: Nadiem Makarim Diminta Legowo Sikapi Rekomendasi Ijtima Ulama MUI

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Bayu Muhardianto

        Bagikan Artikel: