Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Class Action ODOL Menanti, Pemerintah segera Panggil 'Market Leader' AMDK

        Class Action ODOL Menanti, Pemerintah segera Panggil 'Market Leader' AMDK Kredit Foto: Antara/Raisan Al Farisi
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Pemerintah dikabarkan akan memanggil 'market leader' industri Air Minum Dalam Kemasan (AMDK) yang diketahui mengeduk keuntungan sedikitnya Rp2,57 triliun rupiah per tahun dari kelihaian memanfaatkan ribuan armada truk angkut dengan tonase dan kubikasi berlebih.

        "Kami akan panggil," kata Kepala Sub Unit Uji Tipe Kendaraan Bermotor Kementerian Perhubungan, Dewanto Purnacandra, dalam sebuah diskusi terkait praktik penggunaan armada truk dengan tonase dan kubikasi berlebih, kerap disebut Over Dimension Overload (ODOL), dalam keterangan tertulisnya, Jumat (17/12/2021).

        Baca Juga: Soal Label BPA, Industri AMDK Disemprit: Jangan Kaya Kacang Lupa Kulit

        Karena itu, dirinya pun berhadap pemanggilan itu bisa memicu kepatuhan di kalangan industri terkait.

        "Memang yang harus dipegang jawaranya dulu sebelum yang lainnya ikut," katanya.

        Respon Dewanto itu menanggapi pemaparan hasil investigasi Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), sebuah lembaga riset lingkungan berbasis Jakarta, atas pelanggaran ODOL truk industri AMDK di wilayah Sukabumi-Bogor.

        Baca Juga: BPOM Harus Membuat Kajian Dampak atas Regulasi sebelum Revisi Peraturan Label AMDK

        Laporan investigasi KPBB menyebut kurun delapan hari traffic counting di wilayah Sukabumi dan Bogor pada Juni 2021, tercatat industri AMDK menggunakan 1.076 unit armada truk Wing Box untuk distribusi barang ke berbagai wilayah di Jawa.

        Berdasarkan klasifikasi kendaraan yang diterbitkan Kementerian Perhubungan, berat kosong truk Wing Box adalah 11 ton, dengan daya angkut barang maksimal yang diizinkan sekitar 9,7 ton.

        Dari klasifikasi itu, truk sedianya hanya boleh mengangkut 511 galon air, dengan berat isi 19 liter, per sekali jalan.

        Faktanya, armada truk Wing Box mengangkut galon air dua kali lipat lebih banyak, hingga 1.100 galon bahkan mencapai 1.200 galon.

        "Hasil penelitian KPBB Juni 2021 menunjukkan sebanyak 60,13% armada angkutan AMDK di jalur jalan raya Sukabumi - Bogor memiliki kelebihan beban hingga 123,95% dan 39,87% memiliki kelebihan beban 134,57%," kata laporan.

        Dalam skala nasional, pelanggaran itu disebutkan memicu kerugian negara sedikitnya Rp 40 triliun per tahun dari penganggaran perbaikan dan perawatan jalan yang lebih cepat dari usia pakai jalan semestinya.

        "Kerugian itu belum menghitung dampak kecelakaan dari kasus pecah ban, under-speed yang menyebabkan tabrak belakang, patah as (axles), dan rem blong akibat tidak mampu menahan momentum kelebihan beban," kata Direktur Eksekutif Komite Penghapusan Bensin Bertimbel (KPBB), Ahmad Safrudin, dalam pemaparan hasil riset.

        Ahmad menuturkan, praktik ODOL truk AMDK terjadi bukan tanpa desain. Menurutnya, pemilik barang, dalam hal ini industri AMDK, menerapkan politik bisnis yang memecah perusahaan penyedia layanan pengangkutan truk dengan tujuan akhir mendapatkan harga distribusi yang lebih rendah.

        "Perusahaan truk kan banyak, sehingga mereka harus berlomba untuk mendapatkan order sekalipun itu jelas-jelas melanggar aturan," katanya.

        Dari manipulasi itu, lanjutnya, "market leader" industri AMDK mampu mengeruk keuntungan tambahan sebesar Rp 190 per liter dari pendistribusian air kemasan.

        "Jika dikalikan dengan market share perusahaan sebesar 46,7% dari total 29 milyar liter penjualan industri pada 2020, maka kuntungan tambahan yang dinikmati perusahaan itu mencapai Rp 2.57 trilun," katanya melanjutkan.

        Achmad menolak menyebut nama perusahaan yang mengeduk keuntungan fantastis itu. Dia sebatas menghimbau perusahaan agar segera sadar diri lantaran statusnya sebagai "perusahaan multinasional yang semestinya memberi contoh".

        Lebih jauh, Ahmad menyebut pelanggaran ODOL, sekalipun dikategorikan sebagai tindak pidana ringan, sejatinya punya implikasi pidana berat, utamanya saat pelanggaran berujung kecelakaan fatal.

        Dia mencontohkan kecelakaan dump truck di Tol Cipularang pad 2 Sep 2019 yang memicu tabrakan beruntun 21 kendaraan dengan sepuluh korban jiwa dan kecelakaan truk AMDK di Subang pada 22 Juli 2017 yang menyebabkan dua orang tewas.

        Selain itu, katanya, kerusakan infrastruktur jalan dan jembatan akibat pelanggaran ODOL merupakan tindak pidana perusakan fasilitas umum. Sementara pencemaran udara akibat pelanggaran baku mutu emisi kendaraan yang overload merupakan tindak pidana lingkungan hidup.

        "Pelanggaran berpuluh-puluh tahun ini perlu dibongkar dan disusul dengan penegakan hukum yang ketat," katanya membuka peluang pendampingan gugatan class action bagi warga yang terdampak praktik ODOL truk industri AMDK.

        "Kami melihat sendiri penderitaan masyarakat di sepanjang jalur Sukabumi-Bogor," katanya. "Bila ada masyarakat yang ingin melakukan gugatan class action, kami sebagai organisasi masyarakat sipil siap mendampingi."

        Perwakilan Lembaga Lingkungan Hidup dan Penanggulangan Bencana PP Aisyiyah, Hening Parlan, berharap hasil investigasi pelanggaran ODOL itu disosialisasikan secara luas.

        "Sebagai tahap awal, Aisyiyah berharap ada pendampingan terhadap warga terdampak, utamanya kaum ibu, di wilayah Sukabumi dan Bogor," katanya. "Setelah itu kami mungkin akan meneruskannya dengan gugatan class action atau kampanye publik atau lobi ke pemerintah daerah," katanya.

        Peneliti KPBB, Alfred Sitorus, menyebut pemerintah sebenarnya telah menyusun kebijakan penerapan Zero ODOL, penghentian total operasi truk ODOL, per 1 Agustus 2018. Namun kebijakan itu tertunda pelaksanannya hingga hingga lima kali karena lobi dari berbagai pihak, utamanya industri angkutan logistik.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Vicky Fadil

        Bagikan Artikel: