Fadli Zon: Keppres No 2/2022 Sebaiknya Segera Direvisi, Data Sejarah Banyak Salah
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI dari partai Gerindra, Fadli Zon, mengkritik Keppres No 2/2022 terkait Keputusan Presiden (Keppres), Joko Widodo, yang menetapkan peristiwa serangan umum (SU) 1 Maret di Yogyakarta sebagai Hari Penegakan Kedaulatan Negara. Keppres itu menjadi penanda bahwa Indonesia yang merdeka pada 17 Agustus 1945 masih ada.
Disana tidak dicantumkan nama Soeharto yang kala itu menjabat sebagai Letkol yang juga komandan lapangan.
Baca Juga: Mahfud MD Buka-Bukaan Alasan Soeharto Tak Masuk di Keppres 1 Maret
Fadli Zon pun meminta Keppres itu segera direvisi. Pasalnya, masih ada data sejarah yang keliru.
"Saya sudah baca Keppres No 2/2022 tentang Hari Penegakan Kedaulatan Negara, sebaiknya segera direvisi. Data sejarah banyak salah," ujar Fadli Zon di twitternya, dikutip Wartaekonomi.co.id (4/3/2022).
Lebih lanjut, Fadli juga mengatakan peran Soeharto saat itu seperti ditiadakan. Dan juga, peran Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI) juga seperti dihilangkan.
"Selain menghilangkan peran Letkol Soeharto sbg Komandan lapangan, juga hilangkan peran Pemerintah Darurat Republik Indonesia (PDRI)," tulis Fadli Zon.
Sebagai penutup, Fadli pun menyenggol akun media sosial Twitter Presiden Joko Widodo (Jokowi) serta Menteri Kordinator Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD.
"Fatal. @jokowi @mohmahfudmd," pungkas Fadli Zon.
Sementara Itu, Menko Polhukam Mahfud MD telah memberikan penjelasan terkait absennya nama Soeharto dalam Keppres tersebut, disampaikannya melalui video di channel YouTube Kemenkopolhukam.
"Ada pertanyaan kenapa dalam keputusan presiden itu tidak disebut nama Soeharto? Nah saudara, ini adalah keputusan presiden tentang titik krusial yaitu hari yang sangat penting. Ini bukan buku sejarah. Kalau buku sejarah tentu menyebut nama orang yang banyak," kata Mahfud.
Baca Juga: Fahri Hamzah Wanti-Wanti Jokowi Jangan Lakukan Ini Jika Tidak Ingin Menanggung Derita
Keppres tersebut, kata dia, hanya menyebutkan hari itu sebagai penegakan kedaulatan negara. Dalam Keppres itu hanya menyebut pimpinan negara saat itu yakni Presiden dan Wakil Presiden kemudian Menhan Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Panglima Sudirman sebagai penggagas dan penggerak SU 1 Maret 1949.
"Nah yang lain tidak disebutkan. Pak Harto tidak disebutkan di Keppres itu, Pak Nasution, Pak Tawilarang, Pak Urip Sumoharjo tidak disebutkan tetapi ini tidak hilang jejak sejarahnya. Ini ada buku naskah akademik Serangan Umum 1 Maret 1949 sebagai hari nasional penegakan kedaulatan negara," ucapnya.
Mahfud juga akui nama Soeharto hanya muncul dalam naskah akademik. Naskah akademik itu disusun berdasarkan hasil seminar yang dibuat Pemda Yogyakarta, UGM dan melibatkan Pemda di seluruh Indonesia.
"Disebut di sini (dalam naskah akademik) nama Soeharto banyak tetapi tidak perlu disebut dalam Keppres karena penggagas pengarah serta pelaksana memberi perintahnya itu adalah Jenderal Sudirman atas kebijakan Menhan Sri Sultan Hamengkubuwono IX yang pada waktu itu kan menjadi penguasa Yogya kemudian Bung Karno dan Bung Hatta sebagai Presiden dan Wakil Presiden yang pada waktu itu sah," tambahnya.
Sang Menko mengibaratkan SU 1 Maret itu dengan peristiwa Proklamasi Kemerdekaan 1945. Dia mengatakan, banyak orang terlibat dalam proses Proklamasi Kemerdekaan, di antaranya anggota BPUPK yang jumlahnya 64 orang anggota.
"Tapi hanya disebut dua orang proklamasi yaitu Soekarno-Hatta, kalau disebut semua namanya sejarah," sebut Mahfud.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Adrial Akbar
Editor: Adrial Akbar