Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Perlu Tim Pencari Fakta Usut Permasalahan Tingginya Harga dan Kelangkaaan Minyak Goreng

        Perlu Tim Pencari Fakta Usut Permasalahan Tingginya Harga dan Kelangkaaan Minyak Goreng Kredit Foto: Antara/M Risyal Hidayat
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dikarenakan menyangkut hajat hidup orang banyak, dan terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, perlu dibuat Tim Pencari Fakta terkait kebijakan tata Kelola minyak goreng selama ini, mulai dari hulu hingga hilir, yang berdampak luas terhadap kehidupan masyarakat, bangsa, dan negara.

        Demikian disampaikan Dr. Handi Risza, dosen Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Paramadina di Jakarta, Jumat (18/3/2022).

        Baca Juga: Mendag Lutfi Akui Kena Prank Mafia Minyak Goreng, Kok Bisa?

        “Tentunya langkah tersebut diharapkan akan membuka tabir apa yang terjadi dibalik tingginya harga dan langkanya pasokan minyak goreng di tengah-tengah masyarakat dalam jangka waktu yang cukup lama tersebut.” Katanya.

        Minyak goreng merupakan salah satu komoditas terpenting bagi masyarakat Indonesia.  Berdasarkan IHK (Indeks Harga Konsumen), minyak goreng memiliki kontribusi yang besar dalam pembentukan inflasi.

        “Hal tersebut karena minyak goreng merupakan salah satu barang yang dikonsumsi oleh masyarakat setiap harinya, mulai dari rumah tangga, rumah makan, restoran, UMKM, hingga industri besar. Minyak goreng menjadi salah satu kebutuhan pokok yang memiliki peranan penting dalam perekonomian masyarakat.” Ujarnya.  

        Melihat pentingnya posisi minyak goreng bagi kehidupan masyarakat lanjut Handi, stabilisasi harga dan terjaminnya pasokan minyak goreng, hendaknya menjadi kebijakan prioritas bagi Pemerintah dalam rangka untuk menjaga stabilitas perekonomian masyarakat.

        “Oleh sebab itu, produksi minyak goreng menjadi salah satu hal yang penting untuk dikendalikan Pemerintah dalam bentuk tata Kelola yang baik, baik dari sisi harga maupun pasokan, karena sudah menyangkut hajat hidup masyarakat banyak.” Tegasnya.

        Tingginya harga dan langkanya pasokan minyak goreng di Indonesia sudah berlangsung kurang lebih lima bulan terakhir, semenjak harga minyak goreng kemasan bermerek naik hingga Rp 24.000 per liter pada bulan November 2021. Setelah itu, harga minyak goreng tidak pernah turun pada titik semula..

        “Setelah kebijakan penetapan melalui Peraturan Mendeteri Perdagangan (Permendag) No. 6 Tahun 2022 tentang Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng Sawit, minyak goreng mengalami kelangkaan di pasar. Bahkan masyarakat harus antri berjam-jam hanya untuk mendapatkan 1-2 liter minyak goreng. Sebuah ironi negeri produsen CPO terbesar di dunia.” Bebernya.

        Handi menyatakan bahwa setelah pemerintah mengeluarkan lebih dari tujuh kebijakan dalam bentuk Permendag, mulai dari Permendag Nomor 1 tahun 2022 hingga yang terbaru Permendag nomor 11 tahun 2022 tentang Penetapan Harga Eceran Tertinggi Minyak Goreng. Dalam kebijakan terakhir diatur HET hanya diterapkan pada minyak goreng curah sebesar Rp. 14.000 per liter, sedangkan harga minyak goreng kemasan dilepaskan ke pasar sesuai harga keekonomian. Setelah kebijakan tersebut digulirkan, pasokan minyak goreng kemasan kembali memenuhi pasar, tetapi dengan tingkat harga yang sangat tinggi sekitar Rp. 24.000 per liter. Tentunya harga tersebut akan sangat memberatkan masyarakat.

        “Kondisi ini menunjukkan buruknya tata-kelola minyak goreng yang terjadi selama ini. Pemerintah bisa dikatakan gagal menjamin stabilitas harga dan pasokan minyak goreng di pasar, sehingga masyarakat harus menanggung dampaknya.” Tegas Handi.

        Handi menjelaskan bahwa dengan posisinya sebagai salah satu kebutuhan pokok terpenting masyarakat, krisis minyak goreng yang berkepanjangan berpotensi menimbulkan instabilitas di masyarakat, terlebih dengan bulan Ramadhan telah di depan mata. Nyaris seluruh jenis makanan di Indonesia, membutuhkan minyak goreng sebagai salah satu bahan mediasi pengolahannya.

        “Tidak berdayanya kebijakan Pemerintah untuk menstabilkan harga dan pasokan minyak goreng, perlu ditelusuri lebih dalam. Sudah sedemikian akutkah persoalan yang dihadapi, sehingga kebijakan yang diambil Pemerintah tidak memberikan dampak yang berarti dalam penstabilan harga dan pasokan minyak goreng.” Paparnya.

        Komisi Pengawas Persaiangan Usaha (KPPU), mengungkapkan temuan awal penyebab tingginya harga dan langkanya minyak goreng dipasar, mulai dari aksi panic buying, penjualan bersyarat, dugaan hambatan akses, masalah distribusi, hingga indikasi adanya kartel.

        “Pernyataan terakhir Menteri Perdagangan di Media (17/032022) yang menyatakan adanya Mafia minyak goreng yang terlibat dalam pengaturan pasokan Minyak Goreng di Seluruh Indonesia, perlu terus ditindaklanjuti hingga ke penegakan hukum.” jelasnya.

        Menurut Handi tidak ada alasan bagi Indonesia untuk mengalami kondisi seperti saat ini, mengingat Indonesia merupakan negara produsen minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) terbesar di dunia. Indonesia menduduki rangking pertama eksportir terbesar minyak kelapa sawit di dunia pada tahun 2020. Total ekspor CPO Indonesia pada tahun 2020 mencapai 37,3 juta ton dengan market share global mencapai 55 persen.

        Handi menambahkan bahwa dari sisi pasokan CPO untuk kebutuhan minyak goreng dalam negeri kebutuhan minyak goreng nasional pada tahun 2020 diperkirakan mencapai 5,7 juta kiloliter (kl). Kebutuhan rumah tangga diperkirakan sebesar 3,9 juta kl yang terdiri atas 1,2 juta kl minyak goreng kemasan premium, 231.000 kl kemasan sederhana, dan 2,4 juta kl dalam bentuk curah. Adapun kebutuhan industri diperkirakan mencapai 1,8 juta kl.

        Kondisi ini menjadi momentum bagi Pemerintah untuk bisa melakukan evaluasi yang komprehensif terhadap Tata Kelola CPO dan Minyak Goreng, mulai dari hulu hingga hilir, termasuk dalam hal penataan produksi, harga, kelembagaan regulator dan pelaksana, selain itu kebijakan yang terintegrasi lainnya seperti kebijakan Enrregi Baru Terbarukan (RBT) dalam Program Mandatori B30 (campuran biodiesel 30% dan 70% BBM jenis solar).” Bebernya.

        “Kompleksitas permasalahan CPO dan Minyak Goreng diharapkan bisa diuraikan dengan baik. Pemerintah harus bisa mengurainya satu persatu, jangan sampai kalah dengan Mafia yang selama ini menggeruk keuntungan dari lemahnya Tata Kelola selama ini.” Pungkasnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Muhammad Syahrianto

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: