Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Tolak Tunda Pemilu, Pakar: Waspadai Mental Anti Demokrasi di Kalangan Elite!

        Tolak Tunda Pemilu, Pakar: Waspadai Mental Anti Demokrasi di Kalangan Elite! Kredit Foto: Partai Demokrat
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Sejumlah pakar survei lapangan dan riset big data mengingatkan publik agar berhati-hati atas klaim-klaim yang mengatasnamakan pendapat publik untuk membenarkan wacana memperpanjang kekuasaan. Diduga kuat cara berfikir anti demokrasi mulai diadopsi kalangan elit.

        Ini benang merah diskusi Proklamasi Democracy Forum (PDF) ke-22 yang diselenggarakan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) DPP Partai Demokrat (19/3).



        Hadir sebagai pembicara Mohammad Jibriel Avessina, Deputi Riset dan Survei Balitbang DPP Partai Demokrat, lalu, Dr. Ismail Fahmi, Pakar Big Data yang juga Founder Drone Emprit, Adjie Alfaraby yang merupakan Direktur KCI/ Peneliti senior Lingkaran Survei Indonesia-Denny JA, serta Wahyuning Chumaeson Kepala Balitbang Daerah Jawa Tengah. Diskusi dipandu Yan Amarullah Harahap, Deputi Balitbang DPP Partai Demokrat.

        Dalam paparannya, Jibriel Avessina, Deputi Riset dan Survei Balitbang DPP Partai Demokrat mengingatkan survei tingkat kepuasan/approval rating yang relatif tinggi tidak boleh dijadikan "
        legitimasi pembenaran alasan perpanjangan pemilu.

        "Hal ini tidak tepat dan misleading. Terbukti hasil survei lembaga kredibel  yang ada, baik dari Indikator Politik Indonesia, Lembaga Survei Indonesia, Lingkaran Survei Indonesia hingga Litbang Kompas, secara konsisten menunjukkan lebih dari 60 persen responden menolak penundaan pemilu. Publik harus waspada. Ini akal akalan memperpanjang kekuasaan"

        Ismail Fahmi, pakar Big Data dan Founder Drone Emprit menyatakan klaim 110 juta netizen tentang aspirasi tunda pemilu adalah mustahil.

        "Itu impossible. Dari data saya, periode 1 Januari-16 Maret, perbincangan tentang perpanjangan masa jabatan presiden dan tiga periode, total mention adalah 98.585,  terdiri dari online news 29.786, Facebook 131, Twitter 68217, dan Instagram 461, bahkan tidak sampai berjuta juta," papar Ismail, yang mengambil doktornya di Belanda.

        Lebih lanjut Ismail mengingatkan saat ada klaim yang mengatasnamakan big data, "Ada tiga hal yang penting yaitu keyword, periode riset, dan sumber datanya dari mana Twitter, TikTok atau Facebook misalnya. Ini agar klaim tersebut bisa diverifikasi peneliti lain".

        Baca Juga: Soal Undangan ke KPU dan Bawaslu Bahas Tunda Pemilu 2024, Mahfud MD Ngaku...

        Peneliti Senior Lingkaran Survei Indonesia-Denny JA, Adjie Alfaraby mengingatkan tiga hal terkait manuver isu penundaan pemilu.

        Pertama, manuver penundaan pemilu merupakan pengkhianatan atas reformasi. Kedua, manuver penundaan pemilu dan wacana Presiden tiga periode melecehkan akal sehat publik. Ketiga, "Dengan  adanya pernyataan Menteri Kabinet, dan Ketum parpol untuk menunda pemilu  menandakan masih kuatnya pola pikir otokratik dan mental anti demokrasi pada elit yang berkuasa, yang  membahayakan agenda demokrasi," tegas Adjie.

        Kepala Balitbang Daerah DPD Demokrat Jawa Tengah, Wahyuning Chumaeson mengingatkan Demokrat dan masyarakat sipil perlu melakukan strategi komunikasi politik yang tepat.

        "Komunikasi politik perlu dilakukan agar semua komponen bersama- sama bergerak efektif menghadapi gerakan wacana penundaan pemilu, pembuatan, penyebarluasan, penerimaan dan dampak dampak informasi berkonteks politik perlu dilakukan secara efisien untuk menghadapi wacana penundaan pemilu," tegas Wahyuning.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Aldi Ginastiar

        Bagikan Artikel: