Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Metaverse dan Segala Kemewahannya, Apakah Aman dari Semua Ancaman dan Risiko?

        Metaverse dan Segala Kemewahannya, Apakah Aman dari Semua Ancaman dan Risiko? Kredit Foto: Unsplash/Muhammad Asyfaul
        Warta Ekonomi, Bogor -

        Istilah Metaverse menjadi topik cukup panas saat ini. Semakin banyak merek berusaha untuk menaklukkan Metaverse menggunakan berbagai format integrasi. Misalnya, Gucci menciptakan dunianya sendiri di metaverse Sandbox. Merek mewah ini telah mengumumkan bahwa mereka akan membeli tanah virtual di The Sandbox untuk mulai membangun dunianya.

        Pada saat yang sama, restoran NFT pertama, the Flyfish Club, dibuka di New York. Pelanggan harus membeli kartu keanggotaan NFT untuk masuk ke dalamnya. Jumlah tempat di klub terbatas: pemilik telah mengeluarkan 2,7 ribu token, menyediakan entri untuk anggota reguler dan 385 token untuk tamu tingkat atas. Keanggotaan permanen akan dikenakan biaya sebesar 2,5 Ethereum, atau sedikit di atas 8,000 dolar, di mana para tamu dapat mengakses bar koktail, restoran, dan acara pribadi.

        Baca Juga: Layanan Metaverse Efektif di Indonesia Tahun 2025, Asalkan...

        SoftBank Group Corp. menginvestasikan sebesar 150 juta dolar dalam platform metaverse Korea Selatan yang telah mengumpulkan banyak pengguna wanita muda dengan menjual item high-fashion untuk avatar 3-D.

        Mengingat tingkat promosi sensasionalnya, pasti akan ada efek ekonomi yang tak terelakkan. Menurut perkiraan VR dan AR PWC, teknologi ini dapat berdampak pada 23 juta pekerjaan pada tahun 2030. Hal ini, dapat menghasilkan pertumbuhan ekonomi sebesar 1,92 triliun dolar. Salah satu alasannya adalah bahwa teknologi yang digunakan di Metaverse dapat meminimalkan kesenjangan antara teori dan praktik.

        Baca Juga: Tak Mau Ketinggalan Hype Metaverse, Jack Ma Rogoh Investasi ke Startup Kacamata Augmented Reality

        Melansir siaran pers Kaspersky, Jumat (1/4/2022) dalam perspektif korporasi Metaverse dapat berguna bagi pengguna untuk bermain dan menghabiskan waktu di ruang virtual. Pada saat yang sama, bisnis juga dapat memperoleh manfaat dari penggunaan ruang digital. Salah satu opsi yang paling jelas adalah meningkatkan pengalaman, pelatihan dan edukasi bagi karyawan.

        Selain itu Metaverse memberikan pengalaman belajar interaktif baru dalam VR, AR, dan Mixed reality yang memungkinkan orang untuk belajar lebih cepat, menyimpan informasi dengan lebih baik, dan menikmati prosesnya. Sebuah studi PWC baru-baru ini dikhususkan untuk penggunaan VR untuk pengembangan soft skill menemukan karyawan yang terlatih dalam simulasi realitas virtual belajar empat kali lebih cepat daripada pelajar di kelas dan dua kali lebih cepat dari pelajar online.

        Semua kompleksitas terkait teknologi baru ini membuat banyak orang bertanya-tanya apakah ada implikasi keamanan siber dan privasi. Namun, Kaspersky memandang pengguna kemungkinan masih memiliki isu terkait pengambilalihan akun, yang dapat menyebabkan pencurian identitas dan penipuan.

        Masih dengan cara yang sama seperti penjahat siber memperoleh akses ke korespondensi pribadi atau perusahaan jika mereka meretas akun email melalui phishing, malware, atau isian kredensial, ditambah mereka juga bisa mendapatkan akses ke data pribadi yang disimpan di platform Metaverse pilihan. Dari perspektif perusahaan, ini masih berarti bahwa manusia adalah mata rantai terlemah dalam hal keamanan siber.

        Baca Juga: Mark Zuckerberg Kerahkan 100.000 Karyawan untuk Fokus Bangun Metaverse

        Sandra Lee, Managing Director untuk Asia Pasifik di Kaspersky menyebutkan beberapa hal mungkin berubah dan menjadi berbeda, menurutnya salah satu janji Metaverse adalah interoperabilitas. Misalnya, rumah yang dibeli di Decentraland dan sepasang sepatu kets virtual mewah dari OpenSea akan dapat diakses di semua platform, termasuk yang digunakan untuk pergi bekerja di kantor virtual.

        "Ini menciptakan satu titik celah dan memberi tekanan yang lebih terhadap kebutuhan lebih besar dalam melindungi akun Anda," katanya.

        Ia melanjutkan, masalah lain adalah bahwa interoperabilitas ini dapat didasarkan pada blockchain, seperti Ethereum. Ini menempatkan lebih banyak tanggung jawab pada pengguna akhir untuk menjaga identitas dan properti digital mereka tetap aman karena blockchain saat ini, menurut definisi, tidak memiliki otoritas pusat.

        Baca Juga: Akselerasi Pertumbuhan Bisnis NFT, Para Pelaku Industri Ngumpul di Non-Fungible Event 2022

        Ini berarti jika avatar NFT mewah dicuri, platform tidak dapat membantu, seperti yang ditunjukkan oleh kasus pencurian kera NFT yang terkenal. Ditambah, menautkan identitas (dan akses ke data pribadi) ke dompet blockchain, yang sekaligus tempat penyimpanan uang dan properti digital, berarti penjahat dunia maya akan lebih bersemangat untuk mengaksesnya.

        "Pada akhirnya, pertanyaan tentang kepercayaan pada platform itu sangat penting. Banyak perusahaan sudah menggunakan cloud sebagai infrastruktur utama mereka dan telah mendistribusikan tenaga kerja mereka sesuai dengan itu, sehingga memindahkan kantor ke dunia VR tidak akan menjadi hal yang mengejutkan. Mereka yang operasinya melibatkan penanganan data pribadi atau informasi rahasia mungkin ingin terus mengandalkan solusi lokal dan enggan mengekspos identitas karyawan mereka di blockchain," tutup Sandra Lee.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Nuzulia Nur Rahma
        Editor: Ayu Almas

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: