KemenPPPA Kecam Keras Pelaku Pemerkosaan Balita di Grobogan yang Diduga Dilakukan oleh Kakek Tirinya
Seorang kakek asal Kecamatan Tawangharjo, Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah diduga memperkosa bayi berusia tiga tahun. Bahkan, diduga perbuatan itu dilakukan berkali-kali.
Menanggapi kejadian tersebut, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) mengecam keras tindakan pencabulan seorang kakek tiri terhadap anak perempuan berusia tiga tahun di Kabupaten Grobogan, Jawa Tengah.
Baca Juga: Dua Bulan Buron, Pelaku Pemerkosa Bocah 6 Tahun di Jagakarsa Ditangkap, Ini Tanggapan Menteri PPPA
KemenPPPA meminta agar Aparat Penegak Hukum (APH) menindak tegas dan menegakkan hukum terhadap perbuatan pelaku sesuai dengan UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2016 Tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak Menjadi Undang-Undang.
"Kami mengecam keras terjadinya sejumlah kekerasan seksual terhadap balita di dalam keluarga. Kasus ini sangat menyedihkan dan sangat melukai kita semua. Kita tidak bisa menoleransi kekerasan seksual yang terjadi, saya harapkan hukum harus ditegakkan agar terjadi efek jera dan mencegah kasusnya berulang," kata Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Bintang Puspayoga, Minggu (3/4/2022).
Kasus yang memprihatinkan ini direspons dengan cepat oleh DP3AP2KB Provinsi Jawa Tengah yang berkoordinasi dengan Polsek Tawangharjo dan kasus kini sudah dilimpahkan ke Unit PPA Polres Grobogan untuk diproses. KemenPPPA memberikan apresiasi untuk respons cepat ini dan mengharapkan terus dilakukan upaya-upaya yang diperlukan agar perlindungan dan pemenuhan hak anak serta keadilan ditegakkan.
Menteri PPPA, Bintang Puspayoga meminta agar Aparat Penegak Hukum dapat memberikan hukuman sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Baca Juga: Dorong RUU TPKS Segera Disahkan, KemenPPPA: Jamin Hak Korban Melalui Pelayanan One Stop Services
Atas perbuatannya tersebut pelaku dapat dijerat Pasal 82 ayat (1), (2), (4), (5), dan (6) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2016 dengan ancaman pidana penjara paling singkat 5 tahun dan paling lama 15 tahun, pidananya ditambah 1/3 (sepertiga) dari ancaman pidana.
Hal ini karena status tersangka sebagai orang yang mempunyai hubungan keluarga dengan korban, serta dapat diberikan pidana tambahan berupa pengumuman identitas pelaku, Tindakan berupa rehabilitasi dan pemasangan alat pendeteksi elektronik.
KemenPPPA telah berkoordinasi dengan DP3AP2KB Provinsi Jawa Tengah guna terus mengawal kasus ini dan rencana akan dilakukan Penjangkauan oleh tim PPT “SWATANTRA” GROBOGAN guna memberikan asesmen awal, dan pendampingan sehingga dapat diberikan penanganan sesuai dengan yang diperlukan oleh korban.
Baca Juga: Dosen UNRI Terdakwa Kasus Pelecehan Seksual Divonis Bebas, Menteri PPPA: Desak RUU TPKS Disahkan
Kasus ini, lanjut Bintang menunjukkan urgensi penguatan fungsi keluarga menjadi tempat perlindungan utama dari segala ancaman kejahatan secara fisik maupun psikis terutama dari ancaman kekerasan seksual.
"Keluarga jangan menjadi tempat yang rawan terhadap ancaman kejahatan khususnya kekerasan seksual termasuk terhadap perempuan dan anak. Menguatkan kembali peran keluarga sebagai pondasi utama dalam menjaga dan melindungi dari perilaku kekerasan seksual, penting dilakukan sebagai langkah preventif dalam mengurangi kasus kekerasan seksual," kata Menteri PPPA.
Pencegahan primer memerlukan penanganan yang komprehensif, mulai di tingkat hulu yaitu di keluarga inti anak, baik orang tua kandung ataupun pengasuh/wali lainnya. Ketahanan fisik ekonomi, ketahanan sosial, ketahanan psikologis, dan yang tak kalah penting adalah kelentingan keluarga menjadi unsur-unsur penting yang memastikan sistem perlindungan anak dapat berjalan optimal, dimulai dengan kesadaran keluarga tentang hak-hak anak dan perlindungannya.
Bintang mengungkapkan dengan diberikannya Edukasi seksual yang disertai dengan nilai-nilai agama dan moral, anggota keluarga mendapatkan pemahaman yang baik sehingga dapat menjaga hawa nafsunya dan terhindar dari perbuatan perselingkuhan, perzinahan, inses, kekerasan dalam bentuk apapun yang terjadi di rumah tangga.
Baca Juga: Warga Belitung Timur Digegerkan Kasus 14 Siswi SD Dicabuli Penjaga Sekolah, Ini Kata KemenPPPA
Pemerintah Daerah juga diharapkan menaruh perhatian pada penyediaan penitipan anak atau membenahi sistem pengasuhan berbasis masyarakat bagi anak dari pasangan produktif yang harus bekerja di luar rumah. Pilar pengasuhan keluarga dan berbasis masyarakat sebagai salah satu pilar Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA) menjadi prioritas KemenPPPA untuk dilaksanakan di tingkat hulu.
Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.
Penulis: Rena Laila Wuri
Editor: Aldi Ginastiar