Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        Nukila Evanty: Persoalan Bisnis dan Lingkungan Hidup, Lewat Pendekatan Kolaborasi

        Nukila Evanty: Persoalan Bisnis dan Lingkungan Hidup, Lewat Pendekatan Kolaborasi Kredit Foto: Nukila Evanty
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Dalam rangka memperingati hari Lingkungan Hidup Sedunia, World Environment Day setiap 5 Juni, Association of Environmental Expert Forum (P-Tali) mengadakan talkshow online dengan pembicara ahli di antaranya Nukila EvantyClimate Reality Leader serta Dewan Penasehat pada Business and Human Rights Centre (BHRIGHT) Universitas RMIT Australia, pembicara lainnya Ben Giles dari Trade and Investment Commissioner, Australia dan Chhaya Bhardwaj, Associate Professor di Jindal Global University, India. 

        Seminar menyoroti pada maraknya bisnis dan perusahaan yang belum memperhatikan perlindungan dan pengelolaan lingkungan termasuk manusia, tumbuhan dan hewan di dalamnya bahkan bisnis dan investasi juga disinyalir menimbulkan beberapa persoalan konflik lahan dengan masyarakat sekitar.

        Baca Juga: Nukila Evanty; Berjuang Tanpa Lelah untuk Kesetaraan

        Kami mewawancarai Nukila Evanty sehubungan dengan rekam jejaknya sebagai Climate Reality Leader, yang dididik langsung oleh Climate Reality Project, lembaga yang didirikan Al-Gore, mantan Wakil Presiden Amerika Serikat.

        Kami menanyakan pertanyaan-pertanyaan kepada Nukila demikian panggilannya sebagai berikut. 

        Apa masalah lingkungan yang sedang kita hadapi saat ini? 

        Masih banyak persoalan terus menerus (unfinished business) seperti polusi udara yang tentunya berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan kita bersama, hlangnya keanekaragaman hayati  (biodiversity loss): spesies tumbuhan dan hewan berkurang jumlahnya bahkan punah; deforestasi yang terjadi ketika hutan ditebang untuk dijadikan lahan pertanian, peternakan, dan pembangunan jalan dan kota secara masif; bahkan kebakaran hutan dan lahan gambut; kebutuhan energi karena kita sangat bergantung pada energi untuk menjalani hidup seperti menggunakan komputer, AC, smartphone, kompor, mobil yang kita kendarai; ketidaksetaraan gender (gender inequality) yang jarang disebut.

        Ketidaksetaraan gender adalah masalah lingkungan yang mengarah pada pertumbuhan penduduk yang timpang karena konflik atau karena besarnya angka kematian ibu dan kesehatan yang buruk bagi perempuan dan anak-anak; kelaparan & kerawanan pangan; kebutuhan air (water scarcity)  dan air bersih (clean water),  polusi plastik termasuk sampah yang tak terkelola dengan baik di laut/pesisir (marine debris) dan dampak Pandemi COVID-19.

        Baca Juga: Peringati Hari Lingkungan Hidup Sedunia, Sarana Jaya Dukung Festival Udara Bersih untuk Jakarta

        Bagaimana kaitannya dengan Lingkungan Hidup dan masalah Global?

        Kita ini bagian dari masyarakat global, kita ikut dalam negosiasi dan juga menunjukkan komitmen dan kerja kita masyarakat dunia dalam mengatasi perubahan iklim di pertemuan-pertemuan seperti di United Nations Climate Change Conference (UNFCCC) sering disebut COP (Konferensi Perubahan Iklim), keikutsertaan kita dalam Paris Agreement dan kita harus memberikan updates tentang Nationally Determined Contributions (NDCs).

        Kita juga berpartisipasi dalam Konferensi Tingkat Tinggi di Stockholm + 50, presidensi G20 yang semuanya tak lepas dari isu lingkungan. Bayangkan, menurut PBB (United Nations), biaya adaptasi iklim di negara berkembang sekarang diperkirakan telah mencapai USD500 miliar per tahun; emisi CO2 perlu dikurangi setengahnya pada tahun 2030, selanjutnya harus ada upaya untuk menghindari kenaikan suhu 2,7C dan lebih tinggi pada akhir abad ini. Dan ini bukan tugas pemerintah seorang, tetapi pemangku kepentingan lainnya termasuk perusahaan.

        Jadi sebenarnya siapa yang berperan besar dalam mengatasi isu lingkungan saat ini?

        Bukan hanya tanggung jawab atau peran pemerintah saja tetapi perlu diperkenalkan sustainability through partnerships/collaboration (keberlanjutan lewat kemitraan dan kolaborasi).

        Bidang menjaga dan melindungi  lingkungan bisa dilakukan oleh bisnis, entitas bisnis, asosiasi bisnis didukung kolaborasi dengan lembaga masyarakat sipil, pengajar dan mahasiswa di universitas, guru dan murid-murid di sekolah, media, lembaga intergovernmental, bahkan partisipasi komunitas masyarakat yang paling kurang akses, masih marjinal kelompok rentan dan masyarakat adat. Semua harus terlibat (no one leaving behind).

        Baca Juga: Makin Strategis Di Tengah Climate Change, Gobel Ajak Qatar Investasi Pertanian Di Indonesia

        Sebagai contoh, jika bisnis/perusahaan berencana membuka lahan pertanian sehingga akan menggunakan tanah masyarakat di suatu kampung, maka  penting dipastikan adanya sistem agar pebisnis terlebih dahulu benar-benar mendapatkan consent (persetujuan) sebelumnya dari masyarakat adat atau masyarakat sekitar  di kampung tersebut dan mengadakan konsultasi yang partisipatif.

        Proses-proses tersebut perlu kiranya diawasi oleh pemerintah daerah dan aparatur setempat. Pebisnis juga harus menjelaskan secara transparan manfaat bisnis mereka bagi kesejahteraan masyarakat. Pebisnis sendiri akan rugi kalau dikemudian hari terjadi konflik dengan masyarakat sekitar karena menghambat operasional dan biaya yang dikeluarkan  perusahaan begitu besar. 

        Bagaimana cara yang bisa dilakukan untuk memulai kolaborasi misalnya antara pebisnis atau perusahaan yang ingin memulai bisnisnya disatu wilayah?

        Perusahaan atau pebisnis memastikan untuk memulai pendekatan dengan menciptakan platform dialog antara pebisnis dengan organisasi masyarakat sipil setempat & komunitas lokal termasuk masyarakar adat.

        Baca Juga: Guna Keselamatan Transportasi, Kemenhub Dorong BMKG Tingkatkan Akurasi Informasi Iklim dan Cuaca

        Selanjutnya membangun platform untuk berkoordinasi dan berkonsultasi dengan masyarakat adat/komunitas lokal, organisasi masyarakat sipil, pemerintah desa, pemerintah daerah yang bisa membahas secara tematik bahasan mengenai informasi setiap tahapan proses pembangunan, dampak dan manfaat bisnis tersebut, kompensasi diberikan jika terjadi kerugian, peran pebisnis, dan perusahaan dijelaskan secara transparan dan bertanggung jawab.

        Bisnis yang baik adalah bisnis yang berkelanjutan yang menjaga lingkungan untuk generasi selanjutnya sekaligus menyejahterakan masyarakatnya.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Editor: Ayu Almas

        Tag Terkait:

        Bagikan Artikel: