Menu
News
EkBis
New Economy
Kabar Finansial
Sport & Lifestyle
Kabar Sawit
Video
    Indeks
      About Us
        Social Media

        BPOM Rumuskan Perlu Pelabelan BPA pada Galon Guna Ulang

        BPOM Rumuskan Perlu Pelabelan BPA pada Galon Guna Ulang Kredit Foto: BPOM
        Warta Ekonomi, Jakarta -

        Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) sedang merumuskan agar produk galon guna ulang melakukan pelabelan risiko Bisfenola A (BPA) yakni bahan kimia yang bisa menyebabkan kanker dan kemandulan. Pelabelan resiko Bisfenola A adalah bentuk nyata perlindungan pemerintah atas potensi bahaya dari peredaran luas galon guna ulang di tengah masyarakat.

        Deputi Bidang Pengawasan Pangan Olahan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Rita Endang mengatakan Pelabelan ini semata untuk perlindungan kesehatan masyarakat.

        Baca Juga: Lindungi Masyarakat dari Bahaya BPA, BPOM: Negara Lain Sudah Banyak yang Lakukan Pelabelan

        "Jadi tidak ada istilah kerugian ekonomi," tandas Rita dalam webinar bertajuk "Sudahkah Konsumen Terlindungi dalam Penggunaan AMDK" pada Kamis (2/6/2022).

        Rita menjelaskan draft regulasi pelabelan risiko BPA, saat ini masih dalam proses revisi lanjutan di BPOM, yang mencakup aturan kewajiban bagi produsen memasang label peringatan potensi bahaya BPA pada galon guna ulang berbahan polikarbonat, jenis plastik yang pembuatannya menggunakan BPA. 

        Baca Juga: Kemenko Perekonomian Minta BPOM Kaji Ulang Wacana Pelabelan BPA

        "Yang diinginkan BPOM sebatas produsen memasang stiker peringatan. Jadi tidak ada isu tentang sampah plastik sama sekali. Jangan diputarbalikkan," tandasnya lagi.

        Pernyataan tersebut merespon pandangan miring lobi industri air kemasan atas draft peraturan pelabelan risiko BPA. Dalam berbagai kesempatan, asosiasi industri mengklaim pelabelan bakal memperbesar volume sampah plastik karena konsumen akan beralih ke kemasan galon sekali pakai yang notabene bebas BPA. 

        "Urusan sampah itu tanggung jawab masing-masing pelaku usaha, termasuk untuk sampah plastik sekali pakai. Produsennyalah yang bertanggung jawab agar sampah tersebut bisa didaur ulang," katanya menegaskan.

        Rita juga menampik tudingan bahwa pelabelan BPA adalah vonis mati bagi industri air kemasan. Menurutnya, pandangan tersebut keliru karena pelabelan risiko BPA pada dasarnya hanya menyasar produk air galon bermerek alias punya izin edar. 

        Baca Juga: BSN: Aturan BPA Harusnya Dimasukkan ke SNI, Bukan dengan Pelabelan

        "Regulasi pelabelan BPA tidak menyasar industri depot air minum," kata Rita menyebut sejauh ini sudah ada 6.700 izin edar air kemasan yang dikeluarkan BPOM.

        Secara khusus, Rita merinci alasan rancangan regulasi pelabelan BPA menyasar produk galon guna ulang. Dia bilang saat ini sekitar 50 juta lebih warga Indonesia sehari-harinya mengonsumsi air kemasan bermerek. Dari total 21 miliar liter produksi industi air kemasan per tahunnya, katanya, 22% di antaranya beredar dalam bentuk galon guna ulang. Dari yang terakhir, 96,4% berupa galon berbahan plastik keras polikarbonat. 

        Baca Juga: Sebar Hoax BPA Galon, Netizen Ramai Hujat Akun Buzzer

        "Artinya 96,4% itu mengandung BPA. Hanya 3,6% yang PET (Polietilena tereftalat)," katanya menyebut jenis kemasan plastik bebas dari BPA. "Inilah alasan kenapa BPOM memprioritaskan pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang." 

        Kendati begitu, Rita menyebut tak tertutup kemungkinan BPOM nantinya mengeluarkan regulasi BPA pada kemasan pangan lainnya semisal makanan kaleng. Namun untuk saat ini, katanya, pelabelan risiko BPA pada kemasan pangan itu belum diprioritaskan karena peredarannya relatif kecil.

        Selain itu, menurut Rita, pelabelan BPA juga bertujuan mendorong lahirnya iklim kompetisi yang lebih sehat pada industri air kemasan bermerek. Dengan pelabelan, katanya, industri air kemasan bakal terpacu untuk memasarkan produk dan kemasan air galon yang aman dan bermutu sehingga menguntungkan masyarakat. 

        Rita menyebut sejumlah negara, seperti Perancis dan Brazil, telah melarang peredaran kemasan pangan berbahan plastik polikarbonat karena potensi bahaya kesehatan yang nyata. "Di Perancis sudah enggak ada lagi lho galon yang mengandung BPA," katanya.

        Baca Juga: Bukan Galon Air, Resiko Migrasi BPA Paling Tinggi Ternyata di Makanan Kaleng

        Dia menambahkan bahwa pelabelan risiko BPA juga bertujuan mendidik masyarakat sekaligus memenuhi hak konsumen untuk tahu detail produk yang mereka konsumsi. "Keterbukaan pada masyarakat itu melalui label kemasan," katanya. 

        Tak kalah pentingnya, lanjut Rita, adalah pelabelan risiko BPA pada galon guna ulang bertujuan melindungi pelaku usaha dan pemerintah terhadap potensi tuntutan masyarakat (class action) di masa datang.

        Baca Juga: KLHK Minta Kebijakan BPOM Soal Kemasan Produk Pangan Perhatikan Dampak Lingkungan

        Dalam draft revisi peraturan BPOM yang dipublikasi pada November 2021, BPOM mewajibkan produsen air kemasan yang menggunakan galon berbahan plastik polikarbonat untuk memasang label peringatan "Berpotensi Mengandung BPA", kecuali mampu membuktikan sebaliknya. Draft juga mencantumkan masa tenggang (grace period) penerapan aturan selama tiga tahun sejak pengesahan.

        Mau Berita Terbaru Lainnya dari Warta Ekonomi? Yuk Follow Kami di Google News dengan Klik Simbol Bintang.

        Penulis: Andi Aliev
        Editor: Ayu Almas

        Bagikan Artikel: